Aceh ingin Persatukan Ulama Dunia Melayu


Wacana mempersatukan ulama Melayu mencuat dalam kegiatan Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA). Seminar tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan Musyawarah Besar HUDA ke-II yang diselenggarakan dari tanggal 29 November sampai dengan 1 Desember 2013.

Aceh dipandang memiliki potensi untuk mempersatukan ulama Melayu dalam menyongsong kebangkitan peradaban Islam. Seminar tersebut turut dihadiri Mufti Besar Australia, Dr Sheikh Salim Alwan Al-Husainyyi dan Mufti Besar Ukraina, Dr Sheikh Akhmed Tamim.

H. Abdul Azis Yanya, Ketua Perhimpunan Pondok Pesantren di lima Propinsi Thailand Selatan yang didaulat sebagai pemateri mewakili ulama Melayu mengatakan sangat setuju dengan gagasan Aceh untuk mempersatuan ulama dunia Melayu.

"Kami sangat setuju dengan gagasan Aceh menjadi pelopor untuk mempersatukan ulama melayu," ujar Tuan Guru H Abdul Azis.

Menurut Abdul Azis Yanya, persatuan ulama melayu dipandang penting sebagai wadah mempererat silaturahmi dan mendakwahkan ajaran Islam ke berbagai negara Melayu. Ia mengatakan ulama Melayu banyak tersebar di Indonesia, Patani, Singapura, Malaysia, Filipina dan negara lainnya.

"Ulama Melayu ini sangat banyak seperti di Indonesia, Patani, Singapura, Malaysia, Fillipina dan sebagainnya. Maka kita perlu bersatu dalam pikiran dan pekerjaan, seperti menegakkan bahasa Melayu yang identik dengan Islam serta memperkuat dakwah Islam. Jadi, gagasan Aceh untuk mempersatukan ulama Melayu merupakan sebuah gagasan yang sangat menarik," katanya.

"Semua kita harus bersatu untuk menegakkan bahasa Melayu yang identik dengan Islam serta memperkuat dakwah Islam," katanya. Ia juga menjelaskan banyak hal seputar perkembangan pesantren tradisional di Thailand Selatan dan eksistensi akidah ahlul sunnah wal jama'ah.

Sekjend HUDA, Tgk H Faisal Ali mengatakan, untuk mempersatukan ulama Melayu, penting juga dibentuk satu kesepahaman lebih dulu untuk mempersatukan akidah umat Islam dalam mazhab ahlusunnah wal jama'ah sehingga hati umat Islam Melayu dapat bersatu teguh.

"Salah satu langkah untuk mempersatukan ulama melayu itu yakni dengan mempersatukan akidah umat Islam dalam mazhab Ahlu Sunnah wal Jama'ah sehingga hati umat Islam Melayu bisa bersatu," katanya.

Menurut dia, bersatunya akidah akan mendorong pula bersatunya hati sehingga semua pihak akan bisa bekerja sama untuk memperkuat jamaah.

"Persatuan yang paling penting adalah persatuan akidah karena dengan bersatunya akidah maka akan bersatu pula hatinya. Kalau akidah ini sudah bersatu maka akidah ini akan mendorong kita untuk bekerja serta memperkuat jama'ah. Jama'ah ini adalah rahmat," kata ulama muda yang akrab disapa Abu Sibreh ini.

"Jika akidah sudah bersatu, maka amaliyah dan jamiyah juga akan mudah dipersatukan. Sekarang tinggal bagaimana kita mempersatukan umat Islam Melayu dalam akidah Ahlu Sunnah wal jama'ah," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama dijelaskan seputar pentingnya mengembalikan eksistensi Aceh dalam membangun semua tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menjadikan Islam sebagai Ideologi yang hakiki. (*/ant/srmb)

Kontes Foto National Georgraphic 2013

Autumn sun pours into Punch Bowl Falls. Foto oleh Gavin Hardcastle

National Geographic adalah penentu standar kualitas fotografi dalam menangkap dunia dengan cara menakjubkan. Tahun lalu, mereka menerima lebih dari 22 ribu foto dari 150 negara, dari fotografer profesional sampai amatir. 

Tahun ini, mereka sudah membuka lagi pendaftaran untuk foto terbaik dari tiga kategori ini: orang, tempat, dan alam. Foto-foto ini, syaratnya, harus merefleksikan secara akurat suatu momen dalam suatu waktu. Dengan kata lain, jangan direkayasa.

Pemenang Grand Prize akan mendapat $10 ribu dan perjalanan ke markas National Geographic di Washington DC, untuk berpartisipasi dalam Seminar Tahunan Fotografi National Geographic pada Januari 2014. 

Selama kontes, datanglah tiap minggu untuk melihat pilihan editor. Ingin menjadi juri? Lihat setiap foto, pilih favorit Anda, lalu bagi dengan teman dan keluarga.(National Geographic)

Sunset tide
Tidal movements under a setting sun at Hillary's beach, north of Perth, Western australia
Photo and caption by Phil Bouchet 

Catch of the Day
Photo and caption by Brenda Stevens

2013 National Geographic Photo Contest
Eastern Screech Owls like to take over woodpecker nests that have been dug out over the years in pine trees. Photo and caption by Graham McGeorge/National Geographic

2013 National Geographic Photo Contest
While photographing hummingbirds in British Columbia
Photo and caption by Scott Bechtel

2013 National Geographic Photo Contest
Foto oleh Graham Erik Mandre/National Geographic Photo Contest

2013 National Geographic Photo Contest
Rare photo of a tongue parasite in an Anemone fish, taken in Komodo, Indonesia
Photo and caption by Peter Allinson

2013 National Geographic Photo Contest
A long penguin standing in the surf on South Georgia Island.
Photo and caption by Max Seigal

2013 National Geographic Photo Contest
Photo and caption by Majed Ali/National Geographic Photo Contest

2013 National Geographic Photo Contest
This area known as Çankr Salt Cave reserve in Turkey.
Photo and caption by Melih Sular

Women at Prayer
Muslims are a minority in India, but they gather regularly at their local mosques
Photo and caption by Rachel Glogowski

2013 National Geographic Photo Contest
Carezza Lake is a pearl of the Dolomiti. Photo and caption by Antonio Chiumenti

2013 National Geographic Photo Contest
Taken at Mishima town in Fukushima pref. Photo and caption by Teruo Araya

2013 National Geographic Photo Contest
New York City Street at 8:38am. Photo and caption by Lorena Gonzalez



Mengapa Umar ‘Pura-Pura’ Menyerah?


"Sebenarnya Teuku Umar adalah seorang tokoh yang sulit dimengerti 
baik oleh lawan maupun oleh kawannya..."

Margono Dwi .S

Benarkah Teuku Umar hanya "pura-pura" menyerah? Atau sebenarnya itu adalah cerminan jiwa oportunis? Atau ingin menjadi Sultan Aceh dengan bantuan Belanda? Tidak ada kepastian, yang jelas sumber sejarah resmi kita dari SD sampai perguruan tinggi meyakini bahwa Umar hanya "pura-pura" menyerah untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda.

Anthony Reid dalam bukunya menuduh Umar sebagai "oportunis brilian yang memilih saat-saat seperti ini untuk berpihak kepada Belanda." Reid mendiskripsikan perilaku Umar tersebut pada peristiwa S.S Nisero. Lebih jauh Reid juga memberi catatan "Teuku Umar adalah sebuah contoh klasik dari seorang petualang berbakat yang melihat perang sebagai sebuah peluang besar" (Reid, 2005 : catatan kaki bab 7 no.65).

Tanggal 8 April 1873 di lepas pantai Ceureumen Banda Aceh, kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpen buang sauh. Lalu tanggal 11 April 1873 dengan penuh percaya diri pasukan Belanda yang terdiri dari 3.198 pasukan termasuk 168 perwira KNIL, didukung oleh kurang lebih 1000 kuli, diturunkan dari kapal untuk menggempur kedudukan pejuang Aceh (Kawilarang, 2008 : 60).

Bagi bangsa Aceh tidak ada kata lain: Lawan!. Dokumen Belanda sendiri menyebutkan bahwa Aceh bukan petarung sembarangan. Berbeda dengan suku bangsa lain di Indonesia, Aceh menerapkan taktik jitu, termasuk memasang sniper di ketinggingan bangunan.

Malang bagi Belanda karena sang panglima, Jenderal JHR Kohler, tewas pada 14 April 1873 terkena bidikan senapan mauser yang beberapa tahun sebelumnya diimpor dari Penang. Penggantinya, Kolonel van Daalen gagal mengangkat moral pasukan sehingga memaksanya mundur pada 25 April 1873.

Berita perang dan kekalahan Belanda diulas di London Time (edisi 22 April 1873) dan The New York Time (edisi 15 Mei 1873). Batavia tersentak. Tetapi orang Aceh juga tahu bahwa Belanda bukan kolonialis sembarangan. Artinya Aceh tetap butuh bantuan. Tetapi siapa yang bisa membantu? Inggris, Perancis atau Amerika?

Tidak! Sesama kolonial tidak akan saling menghancurkan. Satu-satunya jalan adalah meminta perlindungan pada pusat kekuasaan islam, khilafah Turki Utsmaniah. Sultan Aceh (Mahmud) bersegera memerintahkan diplomatnya Habib Abdul Rahman Az-Zahir – yang waktu itu di Mekah (saat itu Arabia adalah propinsi Turki) — menuju Istambul. Pada tanggal 27 April 1873 Habib tiba di Istambul (Reid, 2005 : 129).

Belanda sempat gemetar tatkala tersiar kabar bahwa kapal perang Turki "Ertogrul" beserta beberapa kapal pendamping bergerak cepat menuju Aceh. Tetapi kabar itu ternyata bohong. Turki abad-19 berbeda dengan Turki Abad-15. Turki abad-19 adalah imperium yang tengah menggali liang kubur dalam-dalam. Misi Habib gagal total.

Dari Istambul ia mendengar kabar bahwa Kutaraja (Banda Aceh) telah jatuh ketangan Belanda, sedangkan Sultan dan para pejuang mengungsi ke Indrapuri kemudian Keumala.

Saat Citadel menembakan meriam pertamanya, Teuku Umar baru menginjak 19 tahun (lahir 1854 di Meulaboh, Wikipedia). Seperti layaknya orang Aceh, Umar muda juga terimbas gejolak perang. Waktu itu sebagai Keuchik (Kepala Gampong) ia adalah pemimpin perlawanan di Kampungnya. Ia dikenal cerdas dan pandai mempengaruhi orang. Umarpun menyaksikan bahwa perang itu telah berlangsung lama dan belum ada tanda-tanda selesai. Satu hal yang pasti perang menimbulkan penderitaan.

Tetapi perangpun di mata Umar pada akhirnya membuka peluang. Setidaknya ia melihat banyak ulee balang (bangsawan, penguasa daerah) yang telah berdamai dengan Belanda mendapatkan perlindungan dan keuntungan finansial, berupa gaji dan izin untuk berdagang.

Pada tahun-tahun tersebut Aceh terkenal dengan perdagangan lada. Komuditas ekonomi ini yang menjadikan kaum ulee balang menangguk keuntungan. Berbeda dengan kaum ulama dan santri yang menganjurkan perang total tanpa kompromi demi kehormatan, kaum ulee balang dan serdadunya tidak senantiasa demikian. Baginya kehormatan perlu, tetapi uang juga penting.

Setelah bermain kucing-kucingan dengan Belanda, pada akhirnya, Teuku Umar beserta pasukannya berdamai dengan Belanda tahun 1883 (Rusdi Sufi, 1994 : 88) dan menyerah secara resmi pada Maret 1984 (Reid, 2005 : 256). Hal ini menimbulkan kemarahan besar dari pejuang Aceh.

Penyerahan tersebut sangat menyakinkan karena Teuku Umar akhirnya ikut aktif bertempur untuk Belanda. Anthony Reid dalam bukunya menuduh Umar sebagai "oportunis brilian yang memilih saat-saat seperti ini untuk berpihak kepada Belanda." Reid mendiskripsikan perilaku Umar tersebut pada peristiwa S.S Nisero. Lebih jauh Reid juga memberi catatan "Teuku Umar adalah sebuah contoh klasik dari seorang petualang berbakat yang melihat perang sebagai sebuah peluang besar" (Reid, 2005 : catatan kaki bab 7 no.65).

Saat perang Aceh memasuki masa yang rumit, pada 8 Nopember 1883 kapal dagang Inggris S.S Nisero berisi 29 ABK kandas di dekat Panga (40 mil di utara Meulaboh) dan disandera oleh penguasa Teunom, Teuku Imam. Upaya Belanda untuk membebaskan sandera tidak mudah sehingga menimbulkan perselisihan di Amsterdam dan London. Belanda tahu bahwa Teuku Imam dari Teunom ini adalah musuh bebuyutan Teuku Umar.

Akhirnya Umar yang telah menyerah dipilih untuk menjadi pimpinan pasukan komando membebaskan sandera. Pada tanggal 3 Juli 1884 pasukan komando itu bergerak menuju Rigas (dekat Teunom) dengan membawa senjata, amunisi dan uang tebusan.

Di perjalanan rupanya Teuku Umar dan pasukannya mendapat perlakuan diskriminatif dari kapten dan awak kapal perang Belanda. Umar dan pasukannya disuruh tidur digeladak dan dilarang mondar-mandir. Sebagai orang Aceh yang menjunjung kehormatan, Umar tersinggung.

Pada saat kapal mendarat di Rigas maka Umar dan anak buahnya membunuh seluruh awak kapal belanda dan membawa lari senjata, amunisi dan uang. Hal ini membawa kemarahan Belanda. Sejak itu Umar dan Belanda pecah kongsi. Tetapi perlu diingat ini bukan yang terakhir Umar menyerah lalu pecah kongsi dengan Belanda.

Setidaknya Kawilarang mencatat bahwa tahun 1885 Teuku Umar ditengarai kembali berdamai dengan Belanda. Mungkin saja Umar telah berhasil menjelaskan tragedi pasukan komando S.S Nisero, bahwa ia terpaksa membunuh karena dilecehkan, sehingga akhirnya ia diterima kembali oleh Belanda.

Menyerahnya Umar tahun 1885 ini perlu diklarifikasi ulang, karena Kawilarang tidak secara tegas menyertakan sumbernya. Justru Kawilarang melakukan kesalahan pengutipan "mendengar ayahnya berkhianat Cut Gambang – anak Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien – menangis tersedu.

Sang Ibu (Cut Nyak Dhien) langsung menghardik : Seorang perempuan Aceh tidak pernah menangis kepada siapapun yang syahid" (Kawilarang, 2008 : 129). Setahu saya hardikan Cut Nyak Dhien ini dilakukan saat Teuku Umar tewas tahun 1899, bukan pengkhianatan 1885.

Hal yang paling mungkin adalah bahwa sejak peristiwa pasukan komando S.S Nisero, Teuku Umar menerapkan strategi "dua muka" untuk meraih keuntungan pribadi. Ini masuk akal karena Umar mempunyai naluri bisnis yang kuat, "di beberapa daerah daerah ia (Teuku Umar) mempersatukan ekspor lada yang menguntungkan itu dalam satu tangan, yakni tangannya sendiri; di daerah lain ia memungut hasil sebesar $0,25 per pikul, di atas kertas atas nama Sultan. Kekayaan ini dengan murah hati ia bagi-bagikan kepada para pengikutnya, dan juga kepada istana dan kaum ulama di Keumala" (Reid, 2005 : 282).

Reid juga menjelaskan bahwa kapal Hok Kanton membuang sauh di Rigas pada 14 Juni 1886 "untuk berdagang seperti biasa dengan Teuku Umar".

Dari penjelasan Reid setidaknya kita tahu bahwa Umar terbiasa berdagang di pantai Barat Aceh. Padahal Belanda menerapkan blokade yang cukup ketat atas perdagangan. Hanya orang-orang yang pro Belanda – atau setidaknya yang bermain mata – yang bisa berdagang bebas seperti itu. Itulah kecerdikan Teuku Umar.

***

SEJAK 1891 perang Aceh memasuki babak baru, ditandai dengan peran Snouck Hoergronye, yang terkenal dengan rekomendasinya: agar dilakukan pengejaran tidak kenal ampun terhadap pejuang Aceh. Untuk itulah pasukan khusus marsose dibentuk. Hasilnya jelas, pejuang Aceh mengalami tekanan hebat.

Snouck dengan jeli juga menyimpulkan bahwa kekuatan utama perang Aceh ada pada ulama, bukan Sultan, bukan pula kaum ulee balang. Belanda mencoba mengadu domba antara golongan ulama dan ulee balang.

Hasilnya segera nampak, Aceh pecah. Harry Kawilarang, dengan merangkum berbagai sumber menjelaskan : "Pada tahun 1891, Aceh berduka karena Teungku Chik Di Tiro wafat (diracun oleh anak buah sendiri-Pen)…Serangan gerilya oleh pasukan aceh berkurang.

Aceh mengalami krisis kepemimpinan. Habib Samalanga yang memperoleh wewenang dari Sultan gagal menggalang kekuatan. Begitu juga usaha Chik Kutakarang atau Mat Amin, putra Teungku Chik Ditiro. Semua dikalahkan oleh pemimpin-pemimpin setempat yang kecil-kecil hingga timbul perpecahan" (Kawilarang, 2008 : 119).

Siapakah pemimpin-pemimpin setempat yang kecil-kecil itu? Tidak lain ulee balang yang bersedia kompromi dengan Belanda.

Dalam situasi seperti ini Teuku Umar pada akhirnya kembali menyerah pada Belanda pada September 1893 beserta 13 orang panglima bawahan dan 250 pasukannya. Buku sejarah kita menyebutkan bahwa penyerahan ini hanya "pura-pura" untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda.

Setelah melakukan tugas-tugas penumpasan perlawanan Aceh dan melakukan sumpah setia pada tanggal 1 Januari 1894 Teuku Umar memperoleh gelar Tuanku Johan Pahlawan, dengan jabatan Panglima Besar Nedherland. Rumahnya di Lampisang juga diperindah oleh Belanda. Sejak itu pakaian yang dikenakan adalah pakaian seorang Jenderal dengan beberapa buah bintang emas didadanya (T.umar mengutip Hazil, 1955:97).

Cut Nyak Dhien sangat marah terhadap Teuku Umar sebab ia tidak setuju dengan sikap suaminya yang nampak hanya mementingkan diri sendiri, yang hanya mengejar kemewahan dan kedudukan dengan mengorbankan kepentingan bangsa.

Paul van T. Veer dalam buku Perang Aceh penerbit Grafitti Press, menceritakan bahwa Umar mampu berkomunikasi dan menyerap informasi dalam bahasa Belanda dan Inggris, hidup dengan gaya seorang Baron Eropa. Lebih jauh Paul van T.Veer juga mengatakan bahwa Umar pernah bercita-cita menjadi Sultan Aceh, ketika ia mendapatkan kepercayaan penuh dari Belanda.

Hal ini membuktikan bahwa Umar punya ambisi politik. Melihat situasi saat itu, hanya Belandalah yang mampu mewujudkan ambisi tersebut. Hal ini penting untuk diketahui, untuk menelaah lebih lanjut motif Umar sebenarnya.

Benarkah Teuku Umar hanya "pura-pura" menyerah? Atau sebenarnya itu adalah cerminan jiwa oportunis? Atau ingin menjadi Sultan Aceh dengan bantuan Belanda? Tidak ada kepastian, yang jelas sumber sejarah resmi kita dari SD sampai perguruan tinggi meyakini bahwa Umar hanya "pura-pura" menyerah untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda.

Tetapi segera timbul pertanyaan? Apakah Belanda sebodoh itu dengan bisa ditipu Teuku Umar berkali-kali? Atau mengapa Cut Nyak Dhien sendiri begitu kecewa dengan menyerahnya Teuku Umar?

Sumber lokal (Anonim, 1995 : 74), "mencurigai" motif Teuku Umar, dikatakan "sebenarnya Teuku Umar adalah seorang tokoh yang sulit dimengerti baik oleh lawan maupun oleh kawannya. Dalam perjuangannya ia mempunyai cara tersendiri yang sering kali sulit dipahami. Oleh karena itu, ia dianggap oleh teman-teman seperjuangannya sebagai tokoh yang kontroversial."

Setelah memperoleh jabatan Jenderal, Umar diberi senjata dan uang untuk membersihkan musuh-musuh Belanda di bagian wilayah XXV Mukim dan XXVI Mukim. Umar sukses, sebagian memang bukan karena kemampuan bertempur tetapi lebih karena kemampuan diplomasi.

Umar membentuk persekutuan dengan Teungku Kutakarang, guru agama terkemuka XXV Mukim. Umar dan Kutakarang sangat menentang kelompok-kelompok gerilya pimpinan putra-putra Tengku Chik Ditiro yang berusaha menegakkan hak sabil (Pajak perang) di XXV Mukim, yang merugikan Teungku Kutakarang. Teungku inilah yang menyebarkan fatwa bahwa melawan Teuku Umar tidak dapat dianggap sebagai perang suci.

Gelang T. Umar, Koleksi Tropen Museum, Belanda
Dukungan fatwa inilah kiranya yang menyebabkan pasukan Aceh setengah hati melawan Umar, sehingga Umar berhasil menaklukan sebelas benteng/pos pasukan Aceh untuk Belanda (Reid, 2005 : 296-297).

Melihat prestasi tersebut Deijkerhoff — Gubernur Sipil dan Militer Aceh periode 1892-1896—memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada Umar.

Hal tersebut memicu rasa iri dari tokoh Aceh yang terlebih dahulu menyerah, seperti Panglima Muhammad Tibang dan Teuku Nek Meuraxa. Namun ada perkembangan situasi di lapangan, pada November 1895 Teungku Kutakarang meninggal dunia, ini adalah pukulan berat bagi Teuku Umar, karena sejak itu para ulama di XXV Mukim mulai berani memprotes cara-cara Umar.

Pada suatu hari Umar mengajukan proposal untuk menaklukkan benteng Lam Krak, benteng yang dipertahankan oleh pejuang perempuan Aceh. Proposal disetujui, dan Teuku Umar beserta pasukannya mendapatkan perlengkapan berupa 880 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg peledak dan uang tunai 18.000 dollar.

Tetapi rupanya pihak Aceh telah menyebarkan perang urat syaraf berupa ramalan, bahwa Umar akan tewas saat penyerbuan ke benteng perempuan. Saya bisa memahami jika Umar terkejut bukan main, terkait dengan hubungan proposal dan ramalan itu.

Dari mana orang aceh tahu tentang proposal Lam Krak itu? Umar yang seorang muslim dan kuyup tradisi Aceh tentu percaya akan ramalan tersebut, apalagi konon ramalan tersebut datang dari ulama besar.

Umar tentu berpikir keras dan menyimpulkan, amatlah celaka jika ia sebagai muslim mati saat membela Belanda (kafir). Keislaman Umarpun bangkit, apalagi protes dari Cut Nyak Dhien semakin tak tertahankan.

Akhirnya Teuku Umar membangkang dari Belanda dan berbalik ke kaum muslimin Aceh pada tanggal 30 Maret 1896. Aceh bersorak, Belanda meradang. Sejak itu prestasi tempur Teuku Umar sungguh mengagumkan. Anthony Reid sendiri mencatat bahwa sejak itu perlawanan Aceh berada dalam satu komando, yakni Teuku Umar.

Penulis mendapati kisah tentang ramalan ini berdasarkan TRADISI LISAN yang dimuat dalam komik Aceh. Penulis tambah yakin tentang cerita komik itu saat Anthony Reid sendiri juga memberikan catatan tentang keberadaan ramalan tersebut dan protes Cut Nyak Dhien (Reid, 2005 : 297 catatan kaki no.64).

Motif inilah yang tidak diungkap dalam sejarah kita. Padahal hal ini penting untuk mengungkap karakter pahlawan kita ini.

Pada titik ini penulis menyimpulkan bahwa Teuku Umar sebelum membangkang dari Belanda telah mengalami proses psikologis yang berliku, dimulai dari meninggalnya Teungku Kutakarang (guru sekaligus pelindungnya), kritikan dari istrinya (Cut Nyak Dhien) yang bertubi-tubi, dan ketakutan akan kebenaran ramalan yang bermuara pada bangkitnya rasa keislaman.

Apapun motif dan ambisi Teuku Umar, Penulis tetap menghargai perannya. Disaat tokoh lain di seluruh Nusantara selalu dikibuli Belanda, Umarlah satu-satunya yang mampu menipu Belanda, bukan sekali, tetapi beberapa kali. Disinilah letak kehebatan pahlawan kita. Selebihnya wallahualam.

***

Diplomat Aceh, Habib Abdur Rahman Az-Zahir, setelah gagal meyakinkan Turki Utsmaniah akhirnya kembali ke Aceh dan memimpin perlawanan, namun gagal, putus asa dan menyerah pada Belanda tanggal 13 Oktober 1878, sebagai imbalannya Belanda mengangkutnya ke Jeddah dan memberinya uang pensiun sebesar $1.000 per bulan.

Pemimpin Teunom, Teuku Imam akhirnya memperoleh uang tebusan $10.000 dalam kasus S.S Nissero, dan sejak itu menjadi kaki tangan setia Belanda.

Sejak pembangkangannya tanggal 30 Maret 1896, Belanda memutuskan Teuku Umar tidak bisa dipercaya lagi. Perang sengit terjadi sampai akhirnya Umar terbunuh oleh penyergapan pasukan marsose pada 11 Februari 1899.

Snouck Horgronye akhirnya menjadi muslim sejati, setidaknya ia pernah dua kali menikah secara islam dengan mojang Sunda. Dr. P.S. Koningsvled (wawancara Kompas 6 Februari 1983, saya mengutipnya dari Seri Buku Tempo, 2011) menuturkan bahwa keluarga Kalifah Apo – mertua Snouck – yakin benar dengan keislaman Snouck secara lahir batin.

Koningsvled juga sempat bertemu dengan Raden Yusuf – anak Snouck dari perkawinan dengan Siti Saidah – yang menuturkan bahwa ibunya yakin dengan mutlak bahwa Snouck telah menjadi muslim sejati. Snouck disebut rajin sembahyang, puasa dan telah disunat.

Apakah ini hanyalah sebuah kebetulan, jika jumlah senjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang diserahkan kepada AMM untuk mengakhiri konflik dengan Indonesia ternyata sama dengan jumlah senjata Teuku Umar saat membelot dari Belanda, yakni 880 pucuk.

Mengapa Umar ‘Pura-pura’ Menyerah?


"Sebenarnya Teuku Umar adalah seorang tokoh 
yang sulit dimengerti baik oleh lawan maupun 
oleh kawannya..."

Margono Dwi .S

Benarkah Teuku Umar hanya "pura-pura" menyerah? Atau sebenarnya itu adalah cerminan jiwa oportunis? Atau ingin menjadi Sultan Aceh dengan bantuan Belanda? Tidak ada kepastian, yang jelas sumber sejarah resmi kita dari SD sampai perguruan tinggi meyakini bahwa Umar hanya "pura-pura" menyerah untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda.

Anthony Reid dalam bukunya menuduh Umar sebagai "oportunis brilian yang memilih saat-saat seperti ini untuk berpihak kepada Belanda." Reid mendiskripsikan perilaku Umar tersebut pada peristiwa S.S Nisero. Lebih jauh Reid juga memberi catatan "Teuku Umar adalah sebuah contoh klasik dari seorang petualang berbakat yang melihat perang sebagai sebuah peluang besar" (Reid, 2005 : catatan kaki bab 7 no.65).

Tanggal 8 April 1873 di lepas pantai Ceureumen Banda Aceh, kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpen buang sauh. Lalu tanggal 11 April 1873 dengan penuh percaya diri pasukan Belanda yang terdiri dari 3.198 pasukan termasuk 168 perwira KNIL, didukung oleh kurang lebih 1000 kuli, diturunkan dari kapal untuk menggempur kedudukan pejuang Aceh (Kawilarang, 2008 : 60).

Bagi bangsa Aceh tidak ada kata lain: Lawan!. Dokumen Belanda sendiri menyebutkan bahwa Aceh bukan petarung sembarangan. Berbeda dengan suku bangsa lain di Indonesia, Aceh menerapkan taktik jitu, termasuk memasang sniper di ketinggingan bangunan.

Malang bagi Belanda karena sang panglima, Jenderal JHR Kohler, tewas pada 14 April 1873 terkena bidikan senapan mauser yang beberapa tahun sebelumnya diimpor dari Penang. Penggantinya, Kolonel van Daalen gagal mengangkat moral pasukan sehingga memaksanya mundur pada 25 April 1873.

Berita perang dan kekalahan Belanda diulas di London Time (edisi 22 April 1873) dan The New York Time (edisi 15 Mei 1873). Batavia tersentak. Tetapi orang Aceh juga tahu bahwa Belanda bukan kolonialis sembarangan. Artinya Aceh tetap butuh bantuan. Tetapi siapa yang bisa membantu? Inggris, Perancis atau Amerika?

Tidak! Sesama kolonial tidak akan saling menghancurkan. Satu-satunya jalan adalah meminta perlindungan pada pusat kekuasaan islam, khilafah Turki Utsmaniah. Sultan Aceh (Mahmud) bersegera memerintahkan diplomatnya Habib Abdul Rahman Az-Zahir – yang waktu itu di Mekah (saat itu Arabia adalah propinsi Turki) — menuju Istambul. Pada tanggal 27 April 1873 Habib tiba di Istambul (Reid, 2005 : 129).

Belanda sempat gemetar tatkala tersiar kabar bahwa kapal perang Turki "Ertogrul" beserta beberapa kapal pendamping bergerak cepat menuju Aceh. Tetapi kabar itu ternyata bohong. Turki abad-19 berbeda dengan Turki Abad-15. Turki abad-19 adalah imperium yang tengah menggali liang kubur dalam-dalam. Misi Habib gagal total.

Dari Istambul ia mendengar kabar bahwa Kutaraja (Banda Aceh) telah jatuh ketangan Belanda, sedangkan Sultan dan para pejuang mengungsi ke Indrapuri kemudian Keumala.

Saat Citadel menembakan meriam pertamanya, Teuku Umar baru menginjak 19 tahun (lahir 1854 di Meulaboh, Wikipedia). Seperti layaknya orang Aceh, Umar muda juga terimbas gejolak perang. Waktu itu sebagai Keuchik (Kepala Gampong) ia adalah pemimpin perlawanan di Kampungnya. Ia dikenal cerdas dan pandai mempengaruhi orang. Umarpun menyaksikan bahwa perang itu telah berlangsung lama dan belum ada tanda-tanda selesai. Satu hal yang pasti perang menimbulkan penderitaan.

Tetapi perangpun di mata Umar pada akhirnya membuka peluang. Setidaknya ia melihat banyak ulee balang (bangsawan, penguasa daerah) yang telah berdamai dengan Belanda mendapatkan perlindungan dan keuntungan finansial, berupa gaji dan izin untuk berdagang.

Pada tahun-tahun tersebut Aceh terkenal dengan perdagangan lada. Komuditas ekonomi ini yang menjadikan kaum ulee balang menangguk keuntungan. Berbeda dengan kaum ulama dan santri yang menganjurkan perang total tanpa kompromi demi kehormatan, kaum ulee balang dan serdadunya tidak senantiasa demikian. Baginya kehormatan perlu, tetapi uang juga penting.

Setelah bermain kucing-kucingan dengan Belanda, pada akhirnya, Teuku Umar beserta pasukannya berdamai dengan Belanda tahun 1883 (Rusdi Sufi, 1994 : 88) dan menyerah secara resmi pada Maret 1984 (Reid, 2005 : 256). Hal ini menimbulkan kemarahan besar dari pejuang Aceh.

Penyerahan tersebut sangat menyakinkan karena Teuku Umar akhirnya ikut aktif bertempur untuk Belanda. Anthony Reid dalam bukunya menuduh Umar sebagai "oportunis brilian yang memilih saat-saat seperti ini untuk berpihak kepada Belanda." Reid mendiskripsikan perilaku Umar tersebut pada peristiwa S.S Nisero. Lebih jauh Reid juga memberi catatan "Teuku Umar adalah sebuah contoh klasik dari seorang petualang berbakat yang melihat perang sebagai sebuah peluang besar" (Reid, 2005 : catatan kaki bab 7 no.65).

Saat perang Aceh memasuki masa yang rumit, pada 8 Nopember 1883 kapal dagang Inggris S.S Nisero berisi 29 ABK kandas di dekat Panga (40 mil di utara Meulaboh) dan disandera oleh penguasa Teunom, Teuku Imam. Upaya Belanda untuk membebaskan sandera tidak mudah sehingga menimbulkan perselisihan di Amsterdam dan London. Belanda tahu bahwa Teuku Imam dari Teunom ini adalah musuh bebuyutan Teuku Umar.

Akhirnya Umar yang telah menyerah dipilih untuk menjadi pimpinan pasukan komando membebaskan sandera. Pada tanggal 3 Juli 1884 pasukan komando itu bergerak menuju Rigas (dekat Teunom) dengan membawa senjata, amunisi dan uang tebusan.

Di perjalanan rupanya Teuku Umar dan pasukannya mendapat perlakuan diskriminatif dari kapten dan awak kapal perang Belanda. Umar dan pasukannya disuruh tidur digeladak dan dilarang mondar-mandir. Sebagai orang Aceh yang menjunjung kehormatan, Umar tersinggung.

Pada saat kapal mendarat di Rigas maka Umar dan anak buahnya membunuh seluruh awak kapal belanda dan membawa lari senjata, amunisi dan uang. Hal ini membawa kemarahan Belanda. Sejak itu Umar dan Belanda pecah kongsi. Tetapi perlu diingat ini bukan yang terakhir Umar menyerah lalu pecah kongsi dengan Belanda.

Setidaknya Kawilarang mencatat bahwa tahun 1885 Teuku Umar ditengarai kembali berdamai dengan Belanda. Mungkin saja Umar telah berhasil menjelaskan tragedi pasukan komando S.S Nisero, bahwa ia terpaksa membunuh karena dilecehkan, sehingga akhirnya ia diterima kembali oleh Belanda.

Menyerahnya Umar tahun 1885 ini perlu diklarifikasi ulang, karena Kawilarang tidak secara tegas menyertakan sumbernya. Justru Kawilarang melakukan kesalahan pengutipan "mendengar ayahnya berkhianat Cut Gambang – anak Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien – menangis tersedu.

Sang Ibu (Cut Nyak Dhien) langsung menghardik : Seorang perempuan Aceh tidak pernah menangis kepada siapapun yang syahid" (Kawilarang, 2008 : 129). Setahu saya hardikan Cut Nyak Dhien ini dilakukan saat Teuku Umar tewas tahun 1899, bukan pengkhianatan 1885.

Hal yang paling mungkin adalah bahwa sejak peristiwa pasukan komando S.S Nisero, Teuku Umar menerapkan strategi "dua muka" untuk meraih keuntungan pribadi. Ini masuk akal karena Umar mempunyai naluri bisnis yang kuat, "di beberapa daerah daerah ia (Teuku Umar) mempersatukan ekspor lada yang menguntungkan itu dalam satu tangan, yakni tangannya sendiri; di daerah lain ia memungut hasil sebesar $0,25 per pikul, di atas kertas atas nama Sultan. Kekayaan ini dengan murah hati ia bagi-bagikan kepada para pengikutnya, dan juga kepada istana dan kaum ulama di Keumala" (Reid, 2005 : 282).

Reid juga menjelaskan bahwa kapal Hok Kanton membuang sauh di Rigas pada 14 Juni 1886 "untuk berdagang seperti biasa dengan Teuku Umar".

Dari penjelasan Reid setidaknya kita tahu bahwa Umar terbiasa berdagang di pantai Barat Aceh. Padahal Belanda menerapkan blokade yang cukup ketat atas perdagangan. Hanya orang-orang yang pro Belanda – atau setidaknya yang bermain mata – yang bisa berdagang bebas seperti itu. Itulah kecerdikan Teuku Umar.

***

SEJAK 1891 perang Aceh memasuki babak baru, ditandai dengan peran Snouck Hoergronye, yang terkenal dengan rekomendasinya: agar dilakukan pengejaran tidak kenal ampun terhadap pejuang Aceh. Untuk itulah pasukan khusus marsose dibentuk. Hasilnya jelas, pejuang Aceh mengalami tekanan hebat.

Snouck dengan jeli juga menyimpulkan bahwa kekuatan utama perang Aceh ada pada ulama, bukan Sultan, bukan pula kaum ulee balang. Belanda mencoba mengadu domba antara golongan ulama dan ulee balang.

Hasilnya segera nampak, Aceh pecah. Harry Kawilarang, dengan merangkum berbagai sumber menjelaskan : "Pada tahun 1891, Aceh berduka karena Teungku Chik Di Tiro wafat (diracun oleh anak buah sendiri-Pen)…Serangan gerilya oleh pasukan aceh berkurang.

Aceh mengalami krisis kepemimpinan. Habib Samalanga yang memperoleh wewenang dari Sultan gagal menggalang kekuatan. Begitu juga usaha Chik Kutakarang atau Mat Amin, putra Teungku Chik Ditiro. Semua dikalahkan oleh pemimpin-pemimpin setempat yang kecil-kecil hingga timbul perpecahan" (Kawilarang, 2008 : 119).

Siapakah pemimpin-pemimpin setempat yang kecil-kecil itu? Tidak lain ulee balang yang bersedia kompromi dengan Belanda.

Dalam situasi seperti ini Teuku Umar pada akhirnya kembali menyerah pada Belanda pada September 1893 beserta 13 orang panglima bawahan dan 250 pasukannya. Buku sejarah kita menyebutkan bahwa penyerahan ini hanya "pura-pura" untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda.

Setelah melakukan tugas-tugas penumpasan perlawanan Aceh dan melakukan sumpah setia pada tanggal 1 Januari 1894 Teuku Umar memperoleh gelar Tuanku Johan Pahlawan, dengan jabatan Panglima Besar Nedherland. Rumahnya di Lampisang juga diperindah oleh Belanda. Sejak itu pakaian yang dikenakan adalah pakaian seorang Jenderal dengan beberapa buah bintang emas didadanya (T.umar mengutip Hazil, 1955:97).

Cut Nyak Dhien sangat marah terhadap Teuku Umar sebab ia tidak setuju dengan sikap suaminya yang nampak hanya mementingkan diri sendiri, yang hanya mengejar kemewahan dan kedudukan dengan mengorbankan kepentingan bangsa.

Paul van T. Veer dalam buku Perang Aceh penerbit Grafitti Press, menceritakan bahwa Umar mampu berkomunikasi dan menyerap informasi dalam bahasa Belanda dan Inggris, hidup dengan gaya seorang Baron Eropa. Lebih jauh Paul van T.Veer juga mengatakan bahwa Umar pernah bercita-cita menjadi Sultan Aceh, ketika ia mendapatkan kepercayaan penuh dari Belanda.

Hal ini membuktikan bahwa Umar punya ambisi politik. Melihat situasi saat itu, hanya Belandalah yang mampu mewujudkan ambisi tersebut. Hal ini penting untuk diketahui, untuk menelaah lebih lanjut motif Umar sebenarnya.

Benarkah Teuku Umar hanya "pura-pura" menyerah? Atau sebenarnya itu adalah cerminan jiwa oportunis? Atau ingin menjadi Sultan Aceh dengan bantuan Belanda? Tidak ada kepastian, yang jelas sumber sejarah resmi kita dari SD sampai perguruan tinggi meyakini bahwa Umar hanya "pura-pura" menyerah untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda.

Tetapi segera timbul pertanyaan? Apakah Belanda sebodoh itu dengan bisa ditipu Teuku Umar berkali-kali? Atau mengapa Cut Nyak Dhien sendiri begitu kecewa dengan menyerahnya Teuku Umar?

Sumber lokal (Anonim, 1995 : 74), "mencurigai" motif Teuku Umar, dikatakan "sebenarnya Teuku Umar adalah seorang tokoh yang sulit dimengerti baik oleh lawan maupun oleh kawannya. Dalam perjuangannya ia mempunyai cara tersendiri yang sering kali sulit dipahami. Oleh karena itu, ia dianggap oleh teman-teman seperjuangannya sebagai tokoh yang kontroversial."

Setelah memperoleh jabatan Jenderal, Umar diberi senjata dan uang untuk membersihkan musuh-musuh Belanda di bagian wilayah XXV Mukim dan XXVI Mukim. Umar sukses, sebagian memang bukan karena kemampuan bertempur tetapi lebih karena kemampuan diplomasi.

Umar membentuk persekutuan dengan Teungku Kutakarang, guru agama terkemuka XXV Mukim. Umar dan Kutakarang sangat menentang kelompok-kelompok gerilya pimpinan putra-putra Tengku Chik Ditiro yang berusaha menegakkan hak sabil (Pajak perang) di XXV Mukim, yang merugikan Teungku Kutakarang. Teungku inilah yang menyebarkan fatwa bahwa melawan Teuku Umar tidak dapat dianggap sebagai perang suci.

Gelang T. Umar, Koleksi Tropen Museum, Belanda
Dukungan fatwa inilah kiranya yang menyebabkan pasukan Aceh setengah hati melawan Umar, sehingga Umar berhasil menaklukan sebelas benteng/pos pasukan Aceh untuk Belanda (Reid, 2005 : 296-297).

Melihat prestasi tersebut Deijkerhoff — Gubernur Sipil dan Militer Aceh periode 1892-1896—memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada Umar.

Hal tersebut memicu rasa iri dari tokoh Aceh yang terlebih dahulu menyerah, seperti Panglima Muhammad Tibang dan Teuku Nek Meuraxa. Namun ada perkembangan situasi di lapangan, pada November 1895 Teungku Kutakarang meninggal dunia, ini adalah pukulan berat bagi Teuku Umar, karena sejak itu para ulama di XXV Mukim mulai berani memprotes cara-cara Umar.

Pada suatu hari Umar mengajukan proposal untuk menaklukkan benteng Lam Krak, benteng yang dipertahankan oleh pejuang perempuan Aceh. Proposal disetujui, dan Teuku Umar beserta pasukannya mendapatkan perlengkapan berupa 880 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg peledak dan uang tunai 18.000 dollar.

Tetapi rupanya pihak Aceh telah menyebarkan perang urat syaraf berupa ramalan, bahwa Umar akan tewas saat penyerbuan ke benteng perempuan. Saya bisa memahami jika Umar terkejut bukan main, terkait dengan hubungan proposal dan ramalan itu.

Dari mana orang aceh tahu tentang proposal Lam Krak itu? Umar yang seorang muslim dan kuyup tradisi Aceh tentu percaya akan ramalan tersebut, apalagi konon ramalan tersebut datang dari ulama besar.

Umar tentu berpikir keras dan menyimpulkan, amatlah celaka jika ia sebagai muslim mati saat membela Belanda (kafir). Keislaman Umarpun bangkit, apalagi protes dari Cut Nyak Dhien semakin tak tertahankan.

Akhirnya Teuku Umar membangkang dari Belanda dan berbalik ke kaum muslimin Aceh pada tanggal 30 Maret 1896. Aceh bersorak, Belanda meradang. Sejak itu prestasi tempur Teuku Umar sungguh mengagumkan. Anthony Reid sendiri mencatat bahwa sejak itu perlawanan Aceh berada dalam satu komando, yakni Teuku Umar.

Penulis mendapati kisah tentang ramalan ini berdasarkan TRADISI LISAN yang dimuat dalam komik Aceh. Penulis tambah yakin tentang cerita komik itu saat Anthony Reid sendiri juga memberikan catatan tentang keberadaan ramalan tersebut dan protes Cut Nyak Dhien (Reid, 2005 : 297 catatan kaki no.64).

Motif inilah yang tidak diungkap dalam sejarah kita. Padahal hal ini penting untuk mengungkap karakter pahlawan kita ini.

Pada titik ini penulis menyimpulkan bahwa Teuku Umar sebelum membangkang dari Belanda telah mengalami proses psikologis yang berliku, dimulai dari meninggalnya Teungku Kutakarang (guru sekaligus pelindungnya), kritikan dari istrinya (Cut Nyak Dhien) yang bertubi-tubi, dan ketakutan akan kebenaran ramalan yang bermuara pada bangkitnya rasa keislaman.

Apapun motif dan ambisi Teuku Umar, Penulis tetap menghargai perannya. Disaat tokoh lain di seluruh Nusantara selalu dikibuli Belanda, Umarlah satu-satunya yang mampu menipu Belanda, bukan sekali, tetapi beberapa kali. Disinilah letak kehebatan pahlawan kita. Selebihnya wallahualam.

***

Diplomat Aceh, Habib Abdur Rahman Az-Zahir, setelah gagal meyakinkan Turki Utsmaniah akhirnya kembali ke Aceh dan memimpin perlawanan, namun gagal, putus asa dan menyerah pada Belanda tanggal 13 Oktober 1878, sebagai imbalannya Belanda mengangkutnya ke Jeddah dan memberinya uang pensiun sebesar $1.000 per bulan.

Pemimpin Teunom, Teuku Imam akhirnya memperoleh uang tebusan $10.000 dalam kasus S.S Nissero, dan sejak itu menjadi kaki tangan setia Belanda.

Sejak pembangkangannya tanggal 30 Maret 1896, Belanda memutuskan Teuku Umar tidak bisa dipercaya lagi. Perang sengit terjadi sampai akhirnya Umar terbunuh oleh penyergapan pasukan marsose pada 11 Februari 1899.

Snouck Horgronye akhirnya menjadi muslim sejati, setidaknya ia pernah dua kali menikah secara islam dengan mojang Sunda. Dr. P.S. Koningsvled (wawancara Kompas 6 Februari 1983, saya mengutipnya dari Seri Buku Tempo, 2011) menuturkan bahwa keluarga Kalifah Apo – mertua Snouck – yakin benar dengan keislaman Snouck secara lahir batin.

Koningsvled juga sempat bertemu dengan Raden Yusuf – anak Snouck dari perkawinan dengan Siti Saidah – yang menuturkan bahwa ibunya yakin dengan mutlak bahwa Snouck telah menjadi muslim sejati. Snouck disebut rajin sembahyang, puasa dan telah disunat.

Apakah ini hanyalah sebuah kebetulan, jika jumlah senjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang diserahkan kepada AMM untuk mengakhiri konflik dengan Indonesia ternyata sama dengan jumlah senjata Teuku Umar saat membelot dari Belanda, yakni 880 pucuk.



Peran Mossad Memecah-belah Negara-negara Arab


Tak ada yang baru dalam statemen mantan kepala intelijen Israel Mossad Amos Yedlin soal infiltrasi spionase lokal (orang setempat) ke 10 negara Arab, terutama Mesir. Ini statemen yang pernah disampaikan sejak beberapa tahun lalu dan ditegaskan kembali.

Spionase adalah pasal utama dalam strategi Israel. Di Amerika beberapa waktu lalu dirilis laporan intelijen yang mengatakan, "Israel memiliki nafsu berlebihan untuk mengetahui informasi-informasi tentang pihak lain. 

Israel bertindak dengan motivasi naluristik. Bahkan sekutu terbesar Israel yakni Amerika tidak selamat dari sasaran informasi rahasia yang diburu oleh Negara zionis ini. 

Contoh paling mutakhir adalah spionase Jonathan Pollard yang bekerja di angkatan laut Amerika yang membocorkan ribuan dokumen rahasia yang pengungkapannya dianggap Amerika akan mengancam keamanan nasionalnya."

Seperti diketahui kerjasama erat antara CIA dan Mossad dalam pertukaran informasi dan Amerika yang mengandalkan hasil kerja intelijen Israel terkait informasi rahasia terkait Negara-negara Arab. 

Yedlin dalam laporannya saat menyerahkan jabatan dan tugasnya kepada penerusnya Jenderal Avev Khoveve, ia mengatakan bahwa Mesir merupakan medan terbesar bagi aktivitas intelijen Israel dan aktivitas itu telah dikembangkan menjadi rencana terorganisir sejak tahun 1970. 

Dokumen dengan nama "Strategi Israel tahun 1980-an masih dirahasiakan dengan bahasa ibrani sampai akhirnya aktivis asosiasi luar negeri di perguruan tinggi Amerika keturunan Arab yang ia terjemah dalam bahasa Inggris. 

Dokumen rahasia itu berbicara tentang rencana Israel memecah belah Negara-negara Arab dari dalam, menciptakan disintregasi, perpecahan kelompok dengan merekrut agen-agen setempat dan menggunakan mereka untuk mencapai target-target dan tujuan Israel. Itulah poin pertama yang dalam laporan Yedlin.

Kita juga masih ingat bagaimana bocoran dari badan intelijen dalam negeri Shinbet bahwa mereka merekrut 15 ribu warga Palestina dari wilayah jajahan 1948 sebagai agen Israel setelah operasi Israel beruntun yang membidik pimpinan-pimpinan Palestina dengan roket secara langsung ketika berada di tempat tertentu.

Poin kedua yang dalam laporan Yedlin yang terkait dengan tujuan utama infiltrasi Israel ke Negara-negara Arab adalah menciptakan perpecahan dalam negeri di masyarakat Arab.

Yedlin bicara tentang Mesir, "Kami melakukan provokasi menciptakan ketegangan social di masyarakat, perpecahan kelompok untuk menciptakan chaos-chaos. Hal ini untuk memperdalam perbedaan antara masyarakat dan pemerintah sehingga akan sulit bagi pemerintah setelah Hosni Mubarak untuk mengurangi perbedaan-perbedaan itu."

Laporan Yedlin bicara tentang peran yang dimainkan oleh intelijen Israel dalam menghancurkan infrastruktur pemerintah dan rakyat Irak dan Sudan dan lainnya dan juga berperan penting dalam pemisahan Sudan selatan.

Israel selalu menganggap bahwa Sinai adalah titik panas di perbatasan sebelah selatan. Karena itu apa yang dilakukan oleh organisasi teroris ekstrim adalah peran yang tidak keluar dari melayani kepentingan Israel dalam memecah belah negeri Mesir dan menciptakan konflik-konflik kelompok dan perpecahan dan menghancurkan hubungan dengan pemerintah. 

Sebagian kelompok yang dianggap ekstrim itu bekerja dan bertindak berdasarkan kebodohan dan tidak paham masalah politik serta tidak memiliki ilmu hubungan internasional serta strategi kekuatan luar negeri. 

Akhirnya apa yang mereka lakukan adalah berpihak kepada kepentingan sebagian kelompok. Bahkan, sebagian organisasi itu bekerja sebagai agen-agen Mossad. | Athef Ghamiri (*/iPalestina)

Ide ‘Sumut Merdeka’ Sudah Ada Sejak Lama

Kolonel Dahlan Djambek (paling kiri), Burhanuddin Harahap, pemimpin Dewan Revolusi Ahmad Husein,
Mr Sjafruddin Prawiranegara, dan Maludin Simbolon. Foto yang diambil Maret 1958

Gagasan Sumut Merdeka yang digulirkan sejumlah akademisi merupakan satu revolusi pemikiran. Munculnya gagasan dikarenakan adanya kekecewaan terhadap sejumlah produk aturan Pemerintah Pusat yang cenderung memilihara kemiskinan dan kebodohan.

Pernyataan itu disampaikan sejumlah akademisi seperti Prof DR HM Arif Nasution MA, Prof DR Marlon Sihombing MA, DR Amir Purba MA, DR Warjio MA dan sejumlah mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU), Selasa (26/11) saat ditemui di Kampus Pasca Sarjana Studi Pembangunan USU.

Sejumlah nama lainnya yang ikut menggagas DR Hakim Siagian M Hum, Prof Tan Kamello, DR Sahidin SH MHum, Drs Toni P Situmorang, dan DR Edi Ikhsan serta mantan Panwaslu Sumut David Susanto.

Prof Arif mengatakan, gagasan Sumut Merdeka awalnya muncul dalam satu diskusi sejumlah akademisi, poilitisi dan praktisi hukum. Dari sebuah diskusi, maka muncullah gagasan Sumut Merdeka. Dalam hal ini, gagasan Sumut Merdeka itu merupakan satu revolusi pemikiran.

Dia menyebutkan, gagasan muncul dikarenakan ada satu sebab, diantaranya persoalan produk aturan perundang-undangan yang dibuat Pemerintah Pusat terhadap Sumatera Utara, kecendrungannya provinsi dikeruk hasilnya sedangkan pembangunannya pesatnya ada di pulau lainnya.

"Kondisi sekarang saya lihat masyarakat cenderung dibodohi dengan system pemberian bantuan tunai, akibat system kebodohan yang dibuat, masyarakat semakin miskin. Apalagi, masyarakat yang menduduki tanah adat sampai 100 tahun dengan semena-mena tergeser akibat kepentingan elit Pemerintah Pusat yang memasukkan perusahaan koleganya," ucapnya.

Direktur Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU) ini membeberkan, saat ini Pemerintah Pusat belum memberikan perhatiannya terhadap Sumut.

Seperti bagi hasil tambang, dan bagi hasil perkebunan hingga kini belum kembali ke Sumut. Bila disebutkan Bandara Kualanamu dibangun dengan anggaran Rp5,4 triliun, maka hitungannya berapa yang sudah diambil dari Sumut.

"Saya lihat sangat tidak sepadan apa yang sudah diambil Pemerintah Pusat dengan apa yang dikembalikan dalam bentuk pembangunan di Sumut," sebutnya.

Dia menyatakan, jika hari ini Sumut disebut sebagai penyumbang penghasilan terbesar dari sektor perkebunan, tentunya saat ini Sumut bertanya apa yang diberikan kepada Sumut.

"Ini kan sama saja menghisap pendapatan dari Sumut, sedangkan masyarakatnya didiamkan saja tanpa dipedulikan pembangunannya. Bahkan, masyarakat yang mendiami tanah adat cenderung jadi korban kontak fisik. Kekecewaan inilah yang memunculkan Sumut Merdeka," ujarnya.

Lebih lanjut, mantan Dekan Fisipol USU menegaskan, bila ada intelijen ataupun aparat yang menyatakan gerakan makar, tentunya perlu dilihat apakah sebuah pemikiran disebut makar.

"Inikan karena luapan kekecewaan akibat Pemerintah Pusat tak bersikap adil kepada masyarakat di Sumut, jadi muncul gerakan pemikiran Sumut Merdeka," sebutnya.

Sedangkan Prof Marlon menyebutkan, masyarakat Sumut saat ini seperti pemirsa dalam panggung pertunjukkan, Sumut dijadikan ladang elit partai politik. Kecendrungannya, elit politik datang membawa kepentingannya. Padahal, masyarakat butuh implementasi kebutuhan masyarakat.

"Sumut Merdeka harusnya bisa menjadi pendongkrak semangat para elit untuk memperhatikan Sumut," ucapnya.

Di tempat yang sama, Bengkel Ginting menyatakan, Sumut Merdeka datangnya dari pemikiran akademisi, politisi dan praktisi hokum serta NGO. Gagasan itu muncul setelah adanya diskusi. Hal ini dikarenakan adanya ketidak adilan yang dibuat Pemerintah Pusat.

Dia menyebutkan, kecendrungannya draft peraturan yang dibawa ke akademisi hanya untuk pembenaran saja, sedangkan keputusan dan prilakunya berbeda dari draft. Para elit pemerintah dan partai politik seperti menghisap keuntungan dari Sumut.

"Jika masyarakat menyambutnya memebentuk gerakan Sumut Merdeka, tentunya itu diserahkan kepada masyarakat. Karena kedaulatan ada di tangan rakyat," sebutnya.

Mantan komisioner KPU Sumut ini juga menegaskan, sebelumnya gagasan Sumut Merdeka juga sudah pernah ada, lahirnya justru dari elit partai politik di DPRD Sumut. Bahkan, sebelumnya ada gerakan PRRI Pamesta dipimpin oleh Maluddin Simbolon yang menyuarakan Sumatera Merdeka.

"Jadi jika saat ini disebut makar, tentunya ini perlu dilihat lagi konteksnya," ujarnya.

Sementara itu, Amir Purba berpendapat, komposisi gerakan itu ada idelogi, organisasi, massa dan kekuatan. Bila sifatnya masih gagasan, tentu belum terbangun gerakan.

"Mengarah ada, tapi sifatnya gagasan. Tapi sebenarnya embrio Sumut Merdeka itu ada ketika Kolonel Simbolon," ucapnya.

Sumut Minta Merdeka, DPR: “Itu Gerakan Separatis!”


Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan, DPR menilai gagasan Sumut Merdeka merupakan sebuah gerakan separatis.

"Kalau hal itu dinyatakan sebagai gerakan yang serius, maka itu gerakan separatis. Saya menolak keras," ujar Pohan, (27/11).

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat yang duduk di komisi bidang pertahanan itu mengakui, memang ada sejumlah persoalan di Sumut yang mesti mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Entah itu masalah buruknya infrastruktur atau masalah bagi hasil pengolahan sumber daya alam.

"Apa di Sumut masih ada persoalan? Iya. Tapi harus diselesaikan dan dibicarakan secara konstitusional," ujar Ramadhan.

Cara konstitusional yang dimaksud, misal terkait bagi hasil, harus disampaikan melalui DPR. Alasannya, aturan soal bagi hasil tertuang di undang-undang. "Jadi undang-undangnya yang harus diperbaiki agar memberi rasa keadilan bagi daerah kita. Sampaikan aspirasi ke kami. Bukan dengan cara gerakan separatis," tegas Ramadhan.

Meski demikian, menurutnya, gagasan Sumut Merdeka bakal mentok. Dia juga tak yakin para penggagas Sumut Merdeka mampu menggalang diplomasi di tingkat internasional untuk mendapatkan dukungan. "Mau diplomasi ke mana? Mau dengan cara apa," cetusnya.

Lebih lanjut, Ramadhan menilai, gagasan Sumut Merdeka merupakan langkah yang tidak menghargai para jasa pahlawan, terutama para pahlawan nasional yang berasal dari wilayah Sumut.

"Kita harus menghargai arwah para pahlawan yang dengan segala pengorbanan melawan penjajah demi keutuhan NKRI," ujarnya dengan nada prihatin.

Seperti diberitakan, sejumlah akademisi seperti Prof DR HM Arif Nasution MA, Prof DR Marlon Sihombing MA, DR Amir Purba MA, DR Warjio MA, menyampaikan gagasannya agar Sumut Merdeka.

Prof Arif mengatakan, gagasan Sumut Merdeka awalnya muncul dalam satu diskusi sejumlah akademisi, politisi dan praktisi hukum. Dikatakan, gagasan Sumut Merdeka itu merupakan satu revolusi pemikiran.

Dia menyebutkan, gagasan muncul dikarenakan ada satu sebab, diantaranya persoalan produk aturan perundang-undangan yang dibuat Pemerintah Pusat terhadap Sumatera Utara, kecendrungannya provinsi dikeruk hasilnya sedangkan pembangunannya pesatnya ada di pulau lainnya. (*/jpnn)


Pentolan Sumut Merdeka: “Bertahun-tahun Rakyat Sumut Dibodohi Pusat”


Sejumlah akademisi Universitas Sumatera Utara menuntut pemerintah pusat untuk mengevaluasi seluruh kebijakannya di Provinsi Sumatera Utara, yang selama ini memiskinkan dan membodohi masyarakat.

Ketua Program Pascasarjana Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, USU, M. Arif Nasution, yang menggagas tuntutan ini mengatakan, jika kebijakan diskriminatif dan pembodohan ini dibiarkan terus, akan muncul pertanyaan untuk apa Sumut bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

"Ini hak masyarakat untuk mempersepsikannya karena faktanya, bertahun-tahun Sumut mengalami diskriminasi dan pembodohan oleh kebijakan pusat," kata Arif, 26 November 2013.

Provinsi Sumut, ujar Arif, memiliki sumber daya alam yang kaya, terutama di bidang perkebunan,minyak bumi, gas, dan mineral. Namun kebijakan pembagian hasil daerah dianggap tidak adil. 

Bahkan, pemerintah pusat tanpa mendengarkan masyarakat lokal membuat kebijakan sepihak yang merugikan masyarakat, seperti pengambilalihan PT Inalum, penyewaan lahan adat di Padang Lawas kepada swasta selama 100 tahun,dan proyek listrik nasional, namunhampir setiap hari listrik biarpet karena sebagian besar listrik dipakai untuk kepentingan perusahaan.

Ironisnya, kata Arif, pemerintah daerah Sumut sama sekali tidak peduli dengan ketimpangan yang sudah bertahun-tahun terjadi, dan semakin parah setelah otonomi daerah diberlakukan. "Pascareformasi, begitu masif sekali kecurangan dilakukan," kata Arif.

Pengajar di FISIP USU, Bengkel Tarigan, yang mengaku ikut menggagas ide untuk menuntut pemerintah pusat mengevaluasi kebijakannya di Sumatera Utara, menegaskan bahwa para akademisi dan mahasiswa di Sumut sudah tidak mentoleransi lagi kebijakan nasional yang diskriminatif dan membodohi masyarakat.

"Ini bukan gerakan massal untuk melakukan makar, tapi ini hadir dari kesadaran para akademisi kampus untuk mengakhiri ketidakadilan berdasarkan fakta-fakta dan riset-riset ilmiah kami selama ini," kata Bengkel dikutip Tempo.

Mereka mendesak pemerintah pusat segera melakukan tindakan konkret atas tuntutan para akademisi ini ketimbang meributkan tindakan mereka sebagai makar atau tidak.

"Sebab, konsep kemerdekaan yang kami maksud adalah bebas dari diskriminasi dan ketidakadilan dari pemerintah pusat," tegasnya.



Pentolan Sumut Merdeka: “Rakyat Sumut Dibodohi Pusat”


Sejumlah akademisi Universitas Sumatera Utaramenuntut pemerintah pusat untuk mengevaluasi seluruh kebijakannya di Provinsi Sumatera Utara, yang selama ini memiskinkan dan membodohi masyarakat.

Ketua Program Pascasarjana Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, USU, M. Arif Nasution, yang menggagas tuntutan ini mengatakan, jika kebijakan diskriminatif dan pembodohan ini dibiarkan terus, akan muncul pertanyaan untuk apa Sumut bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

"Ini hak masyarakat untuk mempersepsikannya karena faktanya, bertahun-tahun Sumut mengalami diskriminasi dan pembodohan oleh kebijakan pusat," kata Arif, 26 November 2013.

Provinsi Sumut, ujar Arif, memiliki sumber daya alam yang kaya, terutama di bidang perkebunan,minyak bumi, gas, dan mineral. Namun kebijakan pembagian hasil daerah dianggap tidak adil. 

Bahkan, pemerintah pusat tanpa mendengarkan masyarakat lokal membuat kebijakan sepihak yang merugikan masyarakat, seperti pengambilalihan PT Inalum, penyewaan lahan adat di Padang Lawas kepada swasta selama 100 tahun,dan proyek listrik nasional, namunhampir setiap hari listrik biarpet karena sebagian besar listrik dipakai untuk kepentingan perusahaan.

Ironisnya, kata Arif, pemerintah daerah Sumut sama sekali tidak peduli dengan ketimpangan yang sudah bertahun-tahun terjadi, dan semakin parah setelah otonomi daerah diberlakukan. "Pascareformasi, begitu masif sekali kecurangan dilakukan," kata Arif.

Pengajar di FISIP USU, Bengkel Tarigan, yang mengaku ikut menggagas ide untuk menuntut pemerintah pusat mengevaluasi kebijakannya di Sumatera Utara, menegaskan bahwa para akademisi dan mahasiswa di Sumut sudah tidak mentoleransi lagi kebijakan nasional yang diskriminatif dan membodohi masyarakat.

"Ini bukan gerakan massal untuk melakukan makar, tapi ini hadir dari kesadaran para akademisi kampus untuk mengakhiri ketidakadilan berdasarkan fakta-fakta dan riset-riset ilmiah kami selama ini," kata Bengkel dikutip Tempo.

Mereka mendesak pemerintah pusat segera melakukan tindakan konkret atas tuntutan para akademisi ini ketimbang meributkan tindakan mereka sebagai makar atau tidak. "Sebab, konsep kemerdekaan yang kami maksud adalah bebas dari diskriminasi dan ketidakadilan dari pemerintah pusat," tegasnya.


Perintah Copot Jilbab, DPR: “POLRI Jangan Plin-Plan!”

Wakapolri Komjen. Pol Oegroseno, Perintahkan Pencopotan Jilbab

Keluarnya sebuah telegram rahasia mengatasnamakan Kapolri Jendral Polisi Sutarman, terkait kembali ditundanya Polwan boleh menggunakan jilbab menjadi perdebatan di masyarakat. 

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Almuzzammil Yusuf mempertanyakan kebenaran adanya Telegram Rahasia (TR) yang melarang Polisi Wanita (Polwan) untuk kenakan jilbab sebelum ada Surat Keputusan (SK) tetap dari Kapolri.

Jika benar, telegram rahasia itu bertentangan dengan pernyataan Kapolri sebelumnya. 

"Bila itu benar, kami tentu saja kecewa dengan Kapolri. Kami minta agar Kapolri tidak plin-plan dan segera mengklarifikasi kebenaran kabar tersebut." "Jelasnya dikutip ROL, (30/11).

Menurut Politisi PKS ini, setelah Kapolri membolehkan Polwan berjilbab banyak masyarakat yang mengapresiasi keberanian Kapolri ini. 

Apresiasi bagi Kapolri Sutarman ini dikarenakan, ia membolehkan Polwan jilbab meskipun SK belum dikeluarkan. Tapi dengan adanya telegram rahasia ini, maka langkah yang diambil Kapolri telah melukai umat Islam.

"Kami berharap kabar itu tidak benar. Untuk itu sebaiknya Kapolri segera menerbitkan SK yang membolehkan Polwan berjilbab."ujarnya. 

Muzzammil menambahkan, sesuai kesepakatan dengan Komisi III DPR RI, Kapolri secara tegas mengatakan dibolehkannya Polwan jilbab.

Hal itu karena jilbab merupakan hak asasi beragama yang dijamin Undang-Undang kepada para Polwan. Adapun mengenai biaya seragam jilbab untuk sementara diserahkan kepada masing-masing Polwan sampai adanya anggaran dari APBN.

Karenanya, ia berharap tidak ada pihak yang dengan sengaja mereduksi niat baik Kapolri untuk menjunjung tinggi hukum dan HAM di tubuh Polri. 

Muzzammil juga berharap masyarakat turut mendukung dan mengawal kebijakan Kapolri yang membolehkan Polwan berjibab.

Ia mengajak kepada elemen umat Islam untuk meminta Kapolri memberi penjelasan telegram rahasia ini. "Mari kita tunjukan solidaritas dukungan kita kepada Kapolri agar beliau konsisten dengan kebijakannya." Imbuhnya. (*/rol)


POLRI kembali Lukai Perasaan Ummat

Komjen. Oegroseno, Sosok dibalik 'telegram rahasia' jilbab polwan

Telegram Rahasia (TR) yang diduga dikeluarkan Mabes Polri berisi imbauan agar Polwan tidak menggunakan jilbab selama berdinas sebelum rumusan baku tentang Jilbab keluar, Kamis (29/11/2013) kemarin, dinilai melukai perasaan umat Islam.

Seperti diketahui, tak lama setelah dilantik sebagai Kapolri Jend Polisi Sutarman menyatakan Polwan boleh berjilbab tanpa menunggu aturan. Pernyataan itu rupanya langsung diikuti oleh maraknya Polwan berjilbab di seluruh Indonesia.

"Sekarang diterbitkan Telegram Rahasia agar Polwan menanggalkan jilbab dengan berbagai dalih, (itu) sungguh sangat melukai perasaan Umat Islam," kata aktifis muda Muhammadiyah Musthofa B. Nahrawardaya dalam siaran persnya, dilansir hidayatullah, Jum'at (29/11/2013).

Musthofa mengatakan pernyataan Kapolri yang tulus diduga mendapatkan tekanan dan desakan dari kelompok intoleran yang ingin memecah belah kesatuan Polri dengan pemeluk Islam khususnya Polwan.

"Semestinya, tidak perlu perintah menanggalkan jilbab bagi Polwan apabila memang ada keinginan dibuat seragam khusus di waktu mendatang," kata peneliti kriminal di Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF). .

Jilbab yang dikenakan para Polwan sebagai sambutan positif atas anjuran Kapolri, terang Musthofa, merupakan sebuah respon positif dari segenap aparat Polwan di kepolisian.

Tetapi menurutnya perintah pencopotan Jilbab melalui selebaran telegram rahasia saat ini jelas sebuah langkah blunder paling memalukan dan paling melukai bagi umat yang dilakukan Polri.

"Saya berharap Kapolri tidak mudah dikendalikan oleh kelompok intoleran yang bertujuan memecahbelah umat," katanya.

Menyikapi upaya-upaya intoleransi itu, Musthofa memandang perlunya umat Islam di seluruh Indonesia untuk bersikap.

"Polri adalah pengayom dan pelindung serta pelayan umat. Jika Polri tidak lagi berkenan menjadi pengayom dan pelindung serta pelayan umat, kepada siapa umat Islam akan mengadu," ujar dia.

"Ormas Islam khususnya NU dan Muhammadiyah, ini saatnya bersatu membendung gerombolan intoleran yang mencoba membodohi Polri," tandasnya.

Seperti diketahui, Telegram Rahasia (TR) yang dikeluarkan Mabes Polri itu ditandatangai oleh Wakapolri Komjen Oegroseno yang menyebutkan bahwa keputusan untuk tak mengenakan jilbab bagi Polwan saat berdinas tersebut bersifat perintah untuk segera dilaksanakan. Kini kopi TR tersebut tengah beredar di masyarakat via jejaring sosial. (*/hid)


Ada 4 Ribu Orang Masuk Islam Setiap Tahun di Amerika


LEBIH 16 lahun lamanya Muhammad Syamsi Ali tinggal di New York, Amerika Serikat. Ayah lima anak yang pernah menjadi kolumnis tetap di rubrik Kabar Dari New York (KDNY), Ia ini dikenal sebagai imam dan Ketua Yayasan Masjid Al-Hikmah New York ini rupanya tak lupa dengan kampung halamannya di Makassar, Indonesia.

Minggu lalu, difasilitasi Dompet Dhuafa (DD) Direktur Jamaica Muslim Center di Queens ini berbagai banyak hal tentang dakwah di Amerika pasca runtuhnya Gedung WTC 11 September 2001.

Inilah bagian kisahnya dalam obrolan sebagaimana dirilis hidayatullah.com, Jumat, (29/11).

Bagaimana kabar Anda?

Alhamdulillah baik

Apa kabar saudara kita kaum Muslimin di New York?

Alhamdulillah kabarnya baik-baik. Kabar gembira, saya kira semakin redah hiruk-pikuk kebencian terhadap umat Muslim. Hal ini dikarenakan umat Islam di New York sudah mengambil peran kehidupan secara luas, seperti terlibat dalam politik.

Ada sekitar 400 ribu pemilih Muslim dari total 4 juta pemilih di kota New York. Dan itu sangat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi pemimpin nantinya.

Partisipasi dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan diseluruh lini kehidupan, itu menjadikan orang New York melihat umat Islam bukan lagi tamu, tapi sebagai bagian dari kota yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Jadi dalam masalah ini, umat Islam sudah semakin bauj.

Berapa jumlah umat Islam di Kota New York?

Di kota New York ada sekitar 800 ribu umat Islam minimal dari 8 juta lebih total penduduk atau sekitar 10% dari keseluruhan masyarakat New York.

Ada sekitar 120 ribu siswa Muslim yang bersekolah di sekolah umum, diperkirakan sekitar 10-13% dari total murid. Oleh karena itu kami sedang memperjuangkan agar hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha bisa menjadi hari libur. Alhamudulillah Wali Kota yang baru terpilih telah menjanjikan akan menjadikan libur hari raya bagi seluruh kota.

Bagaimana karakter Muslim New York?

Ada tiga yang mayoritas secara demography. Pertama adalam umat Islam dari Asia Selatan. Kedua dari Timur Tengah dan terakhir dari Afrika. Selebihnya semua Islam ada di sana, datang dari Indonesia, China, Eropa, Checnya dan Hispanik.

Asli amerika juga sudah mulai banyak. sejak peristiwa 11 September yang lalu mereka banyak yang masuk Islam. bukan lagi warga pendatang atau kulit hitam, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang kulit putih dan hispanik. Dan secara karakter meraka sangat terdidik, muda-muda dan profesional.

Apa tantangan utama yang dihadapai umat Islam di sana?

Tiga tangtangan yang dihadapi umat Islam di kota New York. Pertama, menjaga momentum dakwah yang hadir setelah 11 September.

Jangan sampai kita kehilangan dan kembali seperti biasa-biasa saja. Sekarang ini Islam diekspose sedemikian rupa, jadi itu harus ditangkap sebagai peluang dakwah.

Kedua bagaimana menangani muallaf yang semakin bertambah. Ada 4 ribu orang setiap tahun masuk Islam dari kalangan orang Amerika. Semakin besar jumlah muallaf apabila tidak tertangani dengan baik, maka mereka akan kembali pada kebiasaan lamanya.

Saat ini, kami sedang melakukan pembinaan intensif kepada para muallaf yang jumlahnya sangat besar. Kami pun telah mendirikan Yayasan Pusat Pelatihan Da'i yang bertujuan menampung para muallaf belajar, kemudian nanti secara intensif kami genjot belajar islamnya, biar mereka bisa jadi Imam dan da'i.

Ini memberikan keuntungan besar, karena dengan lahirnya para imam dan da'i dari kalangan mereka sendiri Islam tidak akan dianggap sebagai tamu lagi.

Ketiga, semakin berkembang dan banyaknya pengikut Islam, semakin banyak orang yang takut. Jadi ada kelompok-kelompok tertentu yang ketakutan. Kami tidak melarikan diri dari mereka. Bukan pula semakin menekan dan menakuti-nakuti mereka, tapi kami melakukan pendekatan persuasif. Maka kami lakukan dialog antar agama dengan mereka yang bertuajuan menghilangkan intimidasi terhadap perkembangan Islam yang sedang berjalan.

Di antara ketakutan-ketakutan itu beberapa negara bagian melarang penerapan Syariah. Misalnya dengan melarang memotong hewan memakai pisau, tapi harus pakai mesin. Sebenarnya itu bukan isu, intinya tapi mereka takut akan perkembangan Islam.

Apa yang Anda lakukan untuk kasus seperti ini?

Nah untuk meredam hal-hal itu, kami melakukan dialog dengan pemimpin agama mayoritas, kami kunjungi mereka, memberikan presentasi tentang Islam hingga kami bisa dekat dengan mereka. Tujuan kami adalah meredam Islamofobia yang gencar di Amerika Serikat.

Contoh ketika terjadi penentangan terhadap pembangunan masjid Ground Zero oleh 70% masyarakat New York, bukan kami yang membela diri, tapi pemimpin kaum mayoritas di sana yang membela kami, tentu dibantu oleh politik dan media.

Apa saja bentuk Islamofobia itu?

Islamofobia yang terjadi di New York tidak berbentuk penyerangan fisik, tapi menjelek-jelekan Islam lewat coretan di kereta api, atau iklan-iklan di TV yang mengatakan Islam itu agama yang tidak beradab, agama Islam sumber keterbelakangan, dan macam-macam tuduhannya. Dan cara meradam Islamofobia adalah dengan mendapat pembelaan dari pihak mereka sendiri.

Berbeda dengan kasus islamofobia dengan di Indonesia. Di sana ada kekerasan tapi sangat kecil sekali, karena di Amerika ketika seorang melakukan kekerasan tidak akan ditanya motifnya. Sebab tindakan mengancam, mengangkat tangan atau menusuk –apalagi-- membunuh itu adalah sebuah kesalahan.

Bagaimana prospek dakwah di New York?

Saya selalu optimis, bahwa ketika pengalaman dakwah pasca 11 September (runtuhnya Gedung WTC) begitu susah, yang disangka orang bahwa kemungkinan menjadi akhir dakwah Islam di sana ternyata keliru.

Yang terjadi justru sebaliknya, 11 September menjadi titik kebangkitan dakwah. Pemandangan wanita memakai hijab, polwan-polwan Muslimin mengatur traffic light sudah biasa saja di sana. Masyarakat sudah paham itu bagian dari perintah agama.

Maka saya percaya bahwa dakwah Islam di New York (khususnya) dan Amerika Serikat (umumnya) akan semakin solid.

Solidnya karena Islam sudah diakuai menjad bagian dari Amerika. Jika terjadi pelecehan terhadap Islam berarti negara Amerika juga ikut dilecehkan. Sehingga saya optimis Islam akan semakin berkembang dan solid. Dan jika Islam di New York dan Amerika semakin kuat insyaAllah akan memberi pengaruh posisi Islam di dunia. Karena bagaimana pun juga Amerika masih dianggap negara super power.

Apa strategi dakwah Anda di sana?

Pertama, salah satu stigma Islam dan Muslim di Amerika adalah selalu identik dengan Timur Tengah. Citra Timur Tengah juga dianggap jauh dari nilai demokrasi, diskriminasi terhadap kaum wanita, dan pusat konflik di dunia.

Jadi ketika dikatakan Islam Timur Tengah seolah ini agama yang penuh dengan konflik. Kedepan saya akan terus menampilkan diri, menyampaikan bahwa Islam itu bukan hanya agama Timur Tengah, tapi Islam itu agama dunia, global. Dan mayoritas umat Islam di dunia ini bukan dari Arab, tapi dari seluruh penjuru dunia.

Kedua, kemudian mengkader ulama-ulama dari warga Amerika sendiri. Hingga akhirnya akan muncul ulama dari kalangang mereka sendiri.

Ketiga, tetap menjaga perkembangan Islam itu tidak membalik menakutkan orang, tapi justru Islam harus menjadi kontributor dan bisa menjadi daya tarik. Orang Islam jadi politikus, pedagang, pendidik, ekonom, dan akademik. (*/hid)

Jim Geovadi, Peretas yang Menggeser Posisi Satelit di Langit


Jim Geovedi adalah orang yang berbahaya. Pada masa ketika nyaris semua informasi dan manusia terkoneksi, Jim, jika dia mau, bisa setiap saat keluar masuk ke sana: melongok percakapan surat elektronik atau sekedar mengintip perselingkuhan anda di dunia maya.

Lebih dari itu, dia bisa saja mencuri data-data penting: lalu lintas transaksi bank, laporan keuangan perusahaan atau bahkan mengamati sistem pertahanan negara.

"Kalau mau saya bisa mengontrol internet di seluruh Indonesia," kata Jim dalam percakapan dengan Deutsche Welle.

Dia adalah hacker Indonesia dengan reputasi global: hilir mudik Berlin, Amsterdam, Paris, Torino, hingga Krakow menjadi pembicara pertemuan hacker internasional yang sering dibalut dengan nama seminar sistem keamanan. Dalam sebuah pertemuan hacker dunia, Jim memperagakan cara meretas satelit: ya, Jim bisa mengubah arah gerak atau bahkan menggeser posisi satelit. Keahliannya ini bisa anda lihat di Youtube.

Jim Geovedi sejak 2012 pindah ke London dan mendirikan perusahaan jasa sistem keamanan teknologi informasi bersama rekannya. Dia menangani para klien yang membutuhkan jasa pengamanan sistem satelit, perbankan dan telekomunikasi. Dua tahun terakhir, dia mengaku tertarik mengembangkan artificial intelligence komputer.

Tapi Jim Geovedi menolak disebut ahli. Dalam wawancara, Jim lebih suka menganggap dirinya "pengamat atau kadang-kadang partisipan aktif dalam seni mengawasi dari tempat yang jauh dan aman."

Tidak, Jim bukan lulusan sekolah IT ternama. Lulus SMA, Jim menjalani kehidupan jalanan yang keras di Bandar Lampung sebagai seniman grafis. Beruntung seorang terdekatnya memperkenalkan dia dengan komputer dan internet. Sejak itu, Jim Geovedi belajar secara otodidak: menelusuri ruang-ruang chatting para hacker dunia.

Apa saja yang pernah anda hack?

Saya tidak pernah menghack…kalaupun ya, saya tidak akan mengungkapkannya dalam wawancara, hehehe. Tapi saya banyak dibayar untuk melakukan uji coba sistem keamanan. Saya punya konsultan perusahaan keamanan untuk menguji aplikasi dan jaringan. Klien saya mulai dari perbankan, telekomunikasi, asuransi, listrik, pabrik rokok dan lain-lain.

Bagaimana anda membangun reputasi sebagai hacker?

Saya tidak memulai dengan menghack sistem, kemudian setelah terkenal membuka identitas dan membangun bisnis sistem keamanan. Sejak awal, saya lebih banyak bergaul dengan para hacker dunia ketimbang Indonesia, dan dari sana saya sering diundang menjadi pembicara seminar atau diwawancara media internasional. Beberapa tahun setelah itu saya mulai diperhatikan di Indonesia.

Tahun 2004, saya diminta membantu KPU (saat itu data pusat penghitungan suara Pemilu diretas-red) yang kena hack. Saya disewa untuk mencari tahu siapa pelakunya (seorang hacker bernama Dani Firmansyah akhirnya ditangkap-red).

Ketika wireless baru masuk Indonesia tahun 2003, saya sudah diminta menjadi pembicara di Kuala Lumpur tentang bahaya sistem itu. Tahun 2006, saya diminta menjadi pembicara isu sistem keamanan satelit, dan itu yang mungkin membuat nama saya naik.

Apakah anda bisa menghack satelit?

Ya bisa, satelit itu sistemnya cukup unik. Orang yang bisa mengontrol satelit harus tahu A sampai Z tentang isi satelit. Dan satu-satunya cara adalah anda harus masuk ke ruang operator atau berada dalam situasi kerja sang operator (dengan meretasnya-red). Dari sana anda akan memahami semua hal: satelit ini diluncurkan kapan, bagaimana cara kontrol, sistem apa yang digunakan.

Setelah itu anda akan bisa memahami: oh di sini toh kelemahan sistemnya. Itu semua total insting. Semakin sering anda mempelajari kasus, jika berhadapan dengan kasus lain, anda akan bisa melihat adanya kesamaan pola. Kalau anda sudah melihat kesamaan pola, maka anda akan tahu.

Satelit mana saja yang pernah anda hack?

Hahaha…saya harus berada di lingkungan operatornya.

Tapi anda bisa masuk ke lingkungan itu dari jarak jauh (meretas-red) kan?

Hahaha, untuk satu atau dua kasus itu bisa dilakukan.

Satelit mana yang anda hack?

Itu satelit klien saya hahaha…satelit Indonesia dan satelit Cina.

Apa yang anda lakukan dengan satelit itu?

Saat itu saya diminta menguji sistem keamanan kontrol satelit, dan saya melihat: oh ini ada kemungkinnan untuk digeser atau dirotasi sedikit… lalu ya saya geser…dan itu membuat mereka panik karena agak sulit mengembalikan satelit itu ke orbit.

Untung mereka punya bahan bakar ekstra. Mereka bilang: oke cukup jangan diteruskan. Satelit yang dari Cina bisa saya geser tapi kalau yang dari Indonesia saya ubah rotasinya.
Deutsche Welle

Dengan kemampuan seperti ini, bagaimana anda mengatasi godaan?

Kalau mau, saya bisa mengontrol internet seluruh Indonesia. Saya bisa mengalihkan traffic (lalu lintas data-red), saya bisa mengamati traffic yang keluar ataupun masuk Indonesia. Saya bisa memodifikasi semua transaksi keuangan…dengan kapasitas saya itu mungkin saja dilakukan. Tapi buat apa? Saya termasuk orang yang bersyukur atas apa yang saya punya. Saya nggak punya interest berlebihan soal materi.