SETIAP 30 September masyarakat diminta mengibarkan bendera setengah tiang untuk memperingati peristiwa pemberontakan G30--S/PKI. Namun, kemarin kita tidak banyak menemukan bendera setengah tiang di depan rumah warga. Jangankan memasang bendera setengah tiang memperingati peristiwa 1965, mengibarkan bendera Merah Putih untuk memperingati kemerdekaan Indonesia saja sudah tidak banyak dilakukan masyarakat.
Selain memperingati peristiwa percobaan kudeta pada 30 September1965, pengibaran bendera setengah tiang biasanya diwajibkan saat ada pejabat negara yang meninggal dunia. Biasanya diimbau dipasang selama tujuh hari seperti saat Ketua MPR Taufiq Kiemas meninggal dunia pada 8 Juni 2013. Saat itu juga tidak banyak warga yang memasang bendera setengah tiang.
Kalau di zaman Orde Baru, mana ada warga yang berani tidak memasang bendera setengah tiang di depan rumah pada 30 September. Mereka yang tidak pasang bendera setengah tiang bisa dipastikan mendapat berbagai kesulitan karena dianggap mbalelo. Petugas kelurahan/ desa, babinsa, koramil, atau bahkan kodim bisa turun tangan bila mendapati warga menolak untuk mengibarkan bendera setengah tiang.
G-30-S/PKI merupakan peristiwa yang melegitimasi berkuasanya Orde Baru. Masyarakat tidak hanya wajib mengibarkan bendera setengah tiang, tetapi juga dipaksa menonton film Pengkhianatan G-30-S/PKI setiap tahun. TVRI sebagai satu-satunya stasiun televisi saat itu wajib memutar film sadis tersebut setiap 30 September. Kutipan darah itu merah jenderal begitu akrab di telinga kita saat itu.
Adegan anak D.I. Pandjaitan yang membasuh mukanya dengan darah sang ayah, adegan wajah disilet, dan berbagai adegan penyiksaan yang diiringi nyanyian Genjer-Genjer menjadi menu wajib pada malam Hari Kesaktian Pancasila.
Itulah hegemoni negara yang dilakukan Orde Baru untuk membuat rakyat benci terhadap PKI maupun komunisme. Sejak 1998 film berdurasi empat jam itu berhenti diputar karena dianggap banyak yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Tapi, jangan khawatir. Yang ingin bernostalgia dengan film horor tersebut bisa mengunduhnya di internet.
Sekarang masih perlukah kita memperingati G-30-S/PKI? Sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Peristiwa kematian tujuh orang jenderal pada 1965 adalah fakta sejarah. Peristiwa tersebut merupakan pengantar pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru. Peristiwa itu juga merupakan prolog dari lengsernya Soekarno. Kalau mendasar pada fakta tersebut, tentu peristiwa G-30-S/PKI masih perlu diperingati.
Tetapi, kebenaran berbagai fakta yang mengiringi peristiwa G-30-S/ PKI masih menjadi perdebatan. Pemerintah juga enggan menelusuri kebenaran sejarah di balik peristiwa tersebut. Mungkin khawatir akan banyak tokoh Orde Baru yang kebakaran jenggot. Kalau melihat pertimbangan di atas, peristiwa G-30-S/PKI memang tak perlu diperingati.
Juga, tak perlu ada bendera setengah tiang. Peristiwa G-30-S/PKI harus diluruskan dulu. Kalaupun sejarahnya sudah lurus, mungkin cukup dimasukkan pelajaran sejarah tanpa harus ada peringatan khusus. Seandainya G-30-S/PKI tidak lagi dianggap "istimewa", apakah 1 Oktober masih perlu diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila? Ini juga jadi bahan perdebatan. (*/PadEx)
0 comments:
Posting Komentar