Hasil referendum di wilayah Donetsk, Ukraina timur yang digelar (11/5/2014) kemarin, menyatakan hampir 90 persen rakyat Donetsk ingin mendirikan pemerintah sendiri atau merdeka dari Ukrana.
Hasil referendum itu membuat Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang tergabung dalam Uni Eropa tidak terima. Mereka marah dan mengutuk referendum itu.
Klaim mayoritas rakyat Donetsk ingin merdeka itu disampaikan kepala komisi pemilihan setempat, Roman Lyagin. "Delapan puluh sembilan persen, itu saja," kata Lyagin kepada Reuters melalui saluran telepon yang dilansir Senin (12/5/2014).
Donetsk adalah wilayah terbesar di Ukraina timur dan termasuk Kota terbesar di Ukraina setelah Kiev. Referendum itu digelar oleh masyarakat lokal pro-Rusia.
Referendum itu merupakan kejadian yang kedua di Ukraina setelah Crimea yang menggelar lebih dulu pada Maret lalu. Crimea memilih pisah dari Kiev dan bergabung dengan Rusia.
Amerika Serikat (AS) tak terima dengan referendum itu. Mereka menunjukkan survei tandingan dari Pew Research Centre yang menyatakan mayoritas rakyat Ukraina timur yakni sekitar 70 persen menghendaki Ukraina bersatu.
Bill Taylor, mantan duta besar AS untuk Ukraina , mengatakan hasil referendum harus dicemati hati-hati. Dia mengingatkan kejadian seperti Crimea agar tak terulang lagi.
Sementara itu, Uni Eropa terang-terangan tidak mengakui referendum itu. "Yang disebut referendum di wilayah Luhansk dan Donetsk, daerah yang ilegal dan kita tidak mengakui hasilnya. Itu tidak memiliki legitimasi demokratis," ujar Maja Kocijancic, juru bicara Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton.
Amerika-Eropa Murka, Hasil Referendum: 90% Rakyat Donestk Pilih Merdeka
20.04
No comments
0 comments:
Posting Komentar