Amerika Serikat telah merogoh kocek amat dalam sekira US$15 miliar atau lebih dari Rp177 triliun melatih dan mempersenjatai tentara Irak, yang dipimpin pemerintahan 'boneka' Amerika, PM Nouri al-Maliki.
Namun ini sia-sia, tentara negara itu terbukti tidak siap perang. Buktinya mereka keok menghadapi serangan Jihadis ISIS. Sebelumnya sejak tahun 2011, pasukan AS telah meninggalkan Irak setelah sembilan tahun berperang di negara itu.
Ketika tentara ISIS menyerang kota Mosul awal pekan ini, tentara bukannya melawan. Mereka justru lepas seragam dan menjatuhkan senjata, kabur bersama warga.
Padahal selama berada di Irak, tentara AS telah memberikan berbagai pelatihan dan bantuan senjata.
Menurut TIME, Kamis 12 Juni 2014, pelatihan Amerika pada tentara Irak terlalu fokus pada melawan pemberontakan, bukan berperang dengan kekuatan paramiliter seperti ISIS. Tentara di Mosul mengakui, ISIS yang lincah di pertempuran kota bukan tandingan mereka.
ISIS sejak Selasa lalu telah menguasai kota Mosul dan Tikrit serta kota-kota kecil lainnya di wilayah wilayah timurlaut negara tersebut. Rencana besar ISIS adalah menyerang Bagdad.
Selain itu, korupsi, rasa takut dan perpecahan telah menghantui tentara Irak dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, wabah desersi juga menghinggapi kemiliteran Irak.
Menurut penyelidikan New York Times, sekitar 300 tentara per hari desersi di negara itu. Salah satunya adalah Bashar al-Halbousi yang desersi dua minggu lalu setelah melihat kawannya ditembak mati sniper.
"Negara ini lemah. Ini akan menjadi pertempuran yang tanpa akhir," kata Halbousi.
Militan jihadis di Irak diakui para tentara sangat gigih menyerbu. Jika senjata mereka habis, mereka ini tidak segan meledakkan diri.
Hal ini membuat salah seorang tentara bernama Mohamed ketakutan setengah mati. Delapan kawannya tewas, dia juga hampir mati saat mortir meledak di kendaraan tempur mereka.
"Saya lelah. Semua tentara lelah," kata dia.
Beberapa tentara mengaku desertir karena diminta keluarga mereka. Contohnya, seorang tentara Irak berusia 25 tahun yang mengaku ibunya sangat ketakutan dia mati di medan perang.
Saking tidak ingin anaknya berperang, setiap kali dia pulang, seragamnya selalu dibakar. Akhirnya, dia berhenti setelah ibunya mengancam bunuh diri.
AS sendiri telah kehilangan 4.500 tentaranya dalam peperangan sembilan tahun di negara itu. Selain biaya pelatihan, untuk berperang AS juga keluar kocek US$1,7 triliun. Namun hasilnya, nol besar.
Presiden AS, Barack Obama belum memutuskan bantuan apa yang akan diberikan lagi yang pernah di invansi negaranya itu.
"Tahun lalu kami telah memberikan mereka bantuan tambahan untuk mengatasi masalah di Anbar, wilayah baratlaut negara itu, juga untuk warga Irak dan di perbatasan Suriah," kata Obama, merujuk pada pertempuran di Ramadi, provinsi Anbar, Desember tahun lalu. Ramadi kini telah dikuasai ISIS.
Konflik ini tidak disangkal lagi adalah perang sektarian antara kelompok ISIS dengan pemerintahan Syiah yang dipimpin PM Nouri al-Maliki. Konflik serupa juga menghantam negara tetangga Irak, Suriah.*TIME)
0 comments:
Posting Komentar