Setiap hari, dua atau tiga jenasah Muslim Sunni datang ke kamar mayat. Seluruhnya dengan lubang peluru di kepala.
SAAT masih menduduki Irak, Amerika Serikat (AS) membangun tembok untuk membatasi minoritas Sunni di Bagdhad. Kini, Muslim Sunni khawatir terjebak di balik tembok dan tak berdaya saat dibantai kelompok Syi'ah.
"Mereka (AS) melindungi kami dengan membangun dinding ini," ujar Muthan al-Ani, Muslim Sunni penjual peralatan dapur. "AS telah pergi, dan kami menjadi mangsa yang mudah bagi milisi Syi'ah."
Indikasi ke arah itu, menurut Al-Ani, terlihat jelas dalam beberapa hari terakhir. Terlebih setelah jihadis Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) merebut kota-kota di sekeliling Bahgdad dan menguasai perbatasan Irak-Suriah.
Mengutip CNN (25/6), Setiap hari, dua atau tiga jenasah Muslim Sunni datang ke kamar mayat. Seluruhnya dengan lubang peluru di kepala. Orang-orang yang mencari keluarga diarahkan ke tempat ini, dan beberapa pulang dengan mata berlinang air mata.
Mungkin ini belum seberapa dibanding 2005 sampai 2007, ketika setiap hari kamar mayat kedatangan 100 mayat Muslim Sunni dan Shi'ah. Yang Syi'ah tewas akibat bom bunuh diri. Muslim Sunni tewas dieksekusi milisi Syi'ah.
Menurut Al-Ani, situasi saat ini berbeda. "Tahun 2007, ketakutan melanda Sunni dan Syi'ah. Kini, jika harus jujur, hanya kami yang dilanda ketakutan," ujarnya.
Kebanyakan Muslim Sunni bermukim di Ameriya, sebelah selatan Baghdad. Lainnya, dalam jumlah yang lebih sedikit, tersebar di lima wilayah di sekujur ibu kota Irak.
Sejak ISIS merebut Mosul, kelompok Syi'ah memperlakukan mereka dengan kasar di jalan-jalan, pasar, tempat-tempat umum. Sebagian besar Muslim Sunni, terutama laki-laki, menghentikan aktivitasnya karena khawatir dibunuh saat melewati pos pemeriksaan.
Hampir seluruh pos pemeriksaan di Irak dikuasai milisi Syi'ah dan tentara Irak. Mereka ingin menjamin tidak boleh ada perlawanan dari dalam Irak, saat ISIS menyerbu Baghdad.
Situasi lebih mengkhawatirkan terlihat di Ghaziliya, permukiman Sunni di persimpangan jalan yang membagi wilayah Syi'ah dan Sunni. Keduanya memperlihatkan perbedaan mencolok.
Wilayah Syi'ah ditandai bendera hitam, dengan jalan-jalan dipenuhi anak-anak dan wanita. Di wilayah Sunni, jalan-jalan sepi, toko banyak tutup, dan yang buka hanya melayani sedikit konsumen.
"Kami terisolasi," ujar Mohammed Arkan, pemilik pabrik bantal di wilayah Sunni. "Petugas di pos pemeriksaan secara reguler memeriksa setiap orang yang keluar dan masuk."
Menurut Arkan, yang dikhawatirkan Muslim Sunni adalah kebangkitan Jaish al-Mahdi atau Tentara Mahdi, yang kini berganti nama menjadi Brigade Damai. Tentara Mahdi adalah sayap bersenjata di bawah komando Moktada al-Sadr -- ulama radikal Syi'ah paling berpengaruh.
"Jumat lalu mereka berparade. Mengeluarkan semua senjata, dan menyatakan siap perang lagi," ujar Arkan.
Tentara Mahdi tahu apa yang harus dilakukan, yaitu membantai semua Sunni di Bahgdad agar tidak ada ancaman dari dalam. Itu mereka lakukan dengan melakukan penculikan terhadap sejumlah figur yang dianggap memiliki pengaruh.
Antara 2006 sampai 2008, Tentara Mahdi memicu konflik sektarian Sunni dan Syi'ah. Kelompok ini ditumpas dan dibubarkan tahun 2008.
Antara 2006 sampai 2008, Tentara Mahdi memicu konflik sektarian Sunni dan Syi'ah. Kelompok ini ditumpas dan dibubarkan tahun 2008.
Mohamed Maki, yang tinggal di Adamaiya, mengatakan dua rekannya yang insinyur perminyakan lenyap entah ke mana dan tak pernah kembali. Di Hai Adil, setiap pagi milisi Syi'ah berkumpul. Mereka tidak melakukan apa pun, kecuali meneror warga Sunni.
Yassin Ahmed Shabab, pemukim di sebelah barat Baghdad, mengatakan Tentara Mahdi bukan satu-satunya milisi Syi'ah yang brutal. Lainnya adalah Asaib al-Haq. Mereka mulai melakukan pembunuhan di jalan-jalan, dengan dengan sasaran warga Sunni dari segala usia.
"Jika ISIS tak segera masuk Baghdad, kami berada dalam bahaya," ujar warga di pinggiran Baghdad.
"Jika ISIS tak segera masuk Baghdad, kami berada dalam bahaya," ujar warga di pinggiran Baghdad.
0 comments:
Posting Komentar