Membongkar Fakta Gang Dolly Ketika Malam Hari [ Bagian 2]

Membongkar Fakta Gang Dolly Ketika Malam Hari
Membongkar Fakta Gang Dolly Ketika Malam Hari - Cewek Gang Dolly memang menjadi buruan para mata hidung belang yang mampir kesurabaya. sebelum anda membaca Membongkar Fakta Gang Dolly Ketika Malam Hari [Bagian 2] jangan lupa membaca dulu Membongkar Fakta Gang Dolly Ketika Malam Hari [Bagian 1] .
SOEKARWO takut mati. Bukan, bukan, karena ia takut kehilangan kursi sebagai orang nomor satu di Jawa Timur. Tetapi ia takut beban yang ia bawa kelak ke akhirat sebagai Gubernur Jawa Timur. Soekarwo tahu betul, resiko masih berdirinya prostitusi Gang Dolly.
"Saya tidak mau, tak bertindak dengan membiarkan lokalisasi Dolly. Ini lebih sebagai bentuk tanggungjawab saya sebagai pemimpin. Dan saya tak mau hal itu menjadi beban di akhirat nanti," ujar Soekarwo seperti dikutip Koran Republika, (21/10/2010).
Ia cemas dengan pertanyaan malaikat kelak: mengapa semasa menjabat Gubernur membiarkan begitu saja adanya praktik prostitusi yang jelas-jelas bertentangan dengan agama? Ia sedang berembug dengan Kepala Polda Jatim Irjen Badrodin Haiti dan Pangdam V Brawijaya Mayjen Gatot Numantiyo, bagaimana cara menutup prostitusi itu.
Ia tak mau gegabah, sebab itu bisa memicu konflik. Data terakhir dari Kecamatan Sawahan, kata Soekarwo, jumlah pelacur di kawasan Dolly mencapai 1.050 orang.
"Kita dorong penutupan segera dilakukan. Jika masalahnya ekonomi, kita carikan solusinya agar para PSK memiliki penghasilan secara halal," katanya.

Ia terinspirasi dengan bekas Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, ketika menutup lokalisasi Kramat Tunggak, Jakarta Utara dengan mendirikan Islamic Center.
"Itu menjadi inspirasi bagi saya untuk menerapkannya di Surabaya. Sebagai kota yang mayoritas muslim, penutupan lokalisasi merupakan kewajiban," katanya.
Berbagai macam cara ditempuh untuk menutup Dolly. Perda Surabaya Nomor 7/1999 menyebutkan, dilarang menggunakan bangunan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan asusila. Namun belum ada satu pun trik yang ampuh untuk menutup Dolly. Terakhir, Pemerintah Kota Surabaya menerapkan aturan batas waktu jam kunjung. Awalnya di gang tersebut beroperasi selama 24 jam, kini cukup sampai 15 jam. Bahkan, pemkot sedang menyiapkan pemasangan kamera pengintai (CCTV).
"Para pekerja seks di sini punya kiat sendiri agar tetap bisa hidup. Kalau tidak melayani di sini, mereka bisa di-booking out (di panggil keluar)" ujar seorang mucikari atau germo Dolly seperti dikutip Koran Surya, (3/6/2011).
"Mereka kalau di BO, biasa melayani pelanggan di hotel-hotel. Tapi memang tidak semua pelanggan bisa BO PSK di sini. Hanya pelanggan yang loyal saja yang dilayani," kata lekaki yang sudah 20 tahun menjadi mucikari itu.
Katanya, kendati Dolly ditutup praktik prostitusi tetap akan ada, bahkan akan sulit terpantau. "Dengan tidak terlokalisirnya PSK, penularan penyakit kelamin bisa dengan mudah menyebar. Aturan wajib kondom dan suntik kesehatan setiap seminggu sekali, itu kan gunanya agar PSK dan pelanggannya tidak tertular penyakit."
"Lha, kalau prostitusi itu kemudian sampai keluar lokalisasi, siapa yang bisa bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka?" katanya.
**
MOBIL meluncur menjauhi Jarak, melewati Jalan Girilaya, mobil kemudian memutar dan kemudian masuk ke Jalan Pandegiling – kawasan ini terkenal dengan beberapa jualan daging babi. Akhirnya, sopir sampai mengantarkan kami di Hotel Santika. Kami tertawa cekikian, sambil menyebut salah satu nama.
"New Barbara, ha.ha.ha," canda kawan saya.
"Wisma Asih, Wisma Kalimantan, Wisma Santai," kata saya.
"Loh malah hafal"
"Saya catat soalnya. Ha.ha.ha"
Lelah jalan-jalan, langsung terobati dengan kasur empuk. Sesampai di kamar, saya langsung mengetik beberapa hal yang sempat terekam di kepala.
Bagaimana mungkin pelacuran itu ditutup. Ia sudah melekat betul dengan masyarakat sekitar. Menutup Dolly, seperti kata Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Eko Hariyanto, harus bertahap dan lintas sektoral. Kini, Dinsos Kota Surabaya sudah melatih sebanyak 75 pelacur yang diberi pelatihan ketrampilan tata boga sejak Mei 2011 lalu.
"Mereka juga diberi penguatan mental dan spiritual," katanya. Setelah bekal keterampilannya cukup, kata Eko, mereka akan dipulangkan ke daerahnya. Memang Sutiyoso berhasil menutup Kramat Tunggak, tapi Soekarwo harus berpikir lain. Ide itu belum tentu sesuai. Beda tempat, beda solusinya.
Dolly, oh Dolly!
***
Saya pun teringat istri di Jakarta, barangkali ia belum tertidur, selagi saya mengenal malam bergerak di gang Dolly. Saya teringat ketika melewati "Pijat Wisma Kalimantan", seorang perempuan menggoda saya, sembari melambaikan tangan. Ia seperti menyuruh saya singgah dulu. Duh, Gusti Allah!

0 comments:

Posting Komentar