KORUT: Amerika Sengaja Gulingkan Negara Islam Berdalih Perangi Teroris


Pemerintah Korea Utara (Korut) meledek laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang mengklaim AS sebagai negara penjamin kebebasan berkeyakinan di dunia.

Pemerintahan Korut pimpinan Kim Jong-un itu menyebut AS munafik, karena AS justru pihak yang paling bertanggung jawab atas -ketidakstabilan- situasi dunia.

"Mantan Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfeld dan para pemimpin negara lain mengejar kebijakan yang bertujuan menggulingkan pemerintah di negara-negara Islam dengan dalih memerangi terorisme," tulis kantor berita KCNA, Kamis (31/7/2014), mengutip pernyataan pemerintah Korut.

Korut juga mengecam Washington yang selalu mengkritik Pyongyang dalam berbagai laporan yang bertujuan mengisolasi Korut di panggung internasional.

"Upaya untuk merusak Korut dengan fitnah adalah tindakan tidak masuk akal dengan menyebut (di Korut) tidak ada kebebasan beragama. Itu benar-benar tidak masuk akal," bunyi pernyataan pemerintah Korut. "Sepenuhnya, kami menjamin kebebasan berkeyakinan setiap warga negara."

Reaksi Korut itu sebagai respons laporan tahunan Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perburuhan Departemen Luar Neger AS yang berjudul "International Religious Freedom Report for 2013".

Laporan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS, John Kerry pada briefing khusus pada tanggal 28 Juli 2014 lalu.

Dalam laporan ini, selain menyebut Korut, AS juga menuduh Iran, China, Arab Saudi, Bahrain, Sudan dan negara lain tidak memberikan jaminan kebebasan berkeyakinan terhadap warganya. (*SND)

Pengamat Militer Israel: “Hamas Menang, Itulah Kenyataannya”



Seorang pengamat militer Israel, Ben Kasbet, dilansir surat kabar Israel Maarev, menyerukan pemerintah Benjamin Netanyahu untuk segera mengakui kemenangan Hamas.

Ini sangat penting menyusul kemenangan demi kemenangan Hamas dalam pertempuran selama 24 hari terakhir ini.

''Inilah kebenaran. Pemerintah Netanyahu dan Israel berada pada posisi yang sangat sulit beberapa hari ke depan,'' kata Kasbet pada surat kabar Israel, Maarev.

Kasbet mengatakan serbuan Israel mendapat perlawanan signifikan. Gempuran demi gempuran menghantam Israel. ''Israel lari dari kondisi buruk kepada situasi yang lebih buruk lagi,'' katanya.

Sejak sebulan lalu, Israel tidak bisa memberikan kejutan. Bahkan, serangan demi serangan semakin menunjukkan keterpurukan Israel dan menjadikan negara tersebut semakin bobrok, dengan membunuh warga sipil.

Oleh sebab itu, kata Kasbet, Netanyahu harus mengakui kesalahannya telah melakukan agresi tanpa bisa memberikan solusi atau alternatifnya.

''Jika Israel tidak bisa membendung Hamas, maka inilah akhir dari Israel. Ia juga tidak akan bisa membendung Iran maupun Hizbullah di utara dan akan tampaklah kelemahan Zionis. Ia harus membayar mahal atas kenyataan ini,'' katanya.

Pengamat Zionis kemudian mengakhiri tulisanya, ''kita jangan menipu diri sendiri. Jika kita tak punya kemampuan untuk menggempur Hamas hari ini, maka ke depan akan lebih sulit lagi dan akan jauh lebih berat lagi."

KISAH NYATA: Kesaksian Petugas penghitung Jumlah Korban Kekejian Zionis di Jalur Gaza


Di dalam kantor sempit seorang petugas medis bernama Ashraf Al-Qidra bekerja di Rumah Sakit Shifa, Kota Gaza, telepon tidak pernah berhenti berdering. 

Selama 20 hari penyerangan mengerikan dari penjajah zionis 'Israel' terhadap Jalur Gaza, lebih dari 1.000 warga Palestina di Gaza terbunuh dan 6.000 lainnya terluka.

Sebagai juru bicara layanan darurat Gaza, adalah tugas Qidra untuk menghitung jumlah korban yang meninggal.

Sejak operasi militer penjajah dimulai pada 8 Juli lalu, Qidra hanya tidur dua jam setiap harinya di matras di dalam kantornya. Para stafnya terus menginformasikan kepada Qidra tentang korban terbaru dari serangan penjajah dan ia terus menjawab telepon para wartawan yang mencari rincian jumlah korban terbaru.

Ketika ia berbaring sebentar untuk beristirahat, tiba-tiba asistennya bergegas masuk ke kantornya,

"Dokter Qidra, ada banyak korban meninggal dan terluka dalam pengeboman Rumah Sakit Syuhada!"

Sang asisten terengah-engah menyampaikan berita tersebut. Qidra pun langsung terbangun kembali dan melanjutkan bekerja. Ia menelepon rumah sakit dan berkoordinasi untuk mendata korban yang meninggal dan terluka.

"Tidak ada tempat yang aman dari pengeboman 'Israel'. Mereka mengebom RS Al-Wafa, RS Syahada, dan RS Eropa. Musuh telah menjadi gila, melampaui gila. Ada bencana setelah bencana." kata Qidra.

Ketika teleponnya berbunyi, ia mencatat bahwa ada tambahan korban, lima warga Gaza meninggal dan 70 terluka dalam serangan ke RS Syuhada di Khan Younis.

Lalu teleponnya berbunyi lagi, tetapi kali ini istrinya yang menelepon. Qidra menanyakan kabar istri dan keempat anaknya, memastikan mereka tetap aman. Qidra baru satu kali menengok keluarganya dalam tiga minggu ini.

"Aku merindukan mereka," kata Qidra.

Sebagaimana warga Gaza pada umumnya, Qidra juga berjuang keras mendukung mereka. Sudah berbulan-bulan, Qidra belum menerima gajinya. Akan tetapi, Qidra tetap menjalankan pekerjaannya yang termasuk menjawab 700 telepon masuk setiap harinya.

Menurut Qidra, konflik ini telah mempengaruhinya secara emosional.

"Aku melihat jenazah dan bagian-bagian tubuh mereka setiap waktu, apalagi ketika melihat jenazah para wanita dan anak-anak yang menjadi korban. Ini benar-benar menghancurkan hatiku" ungkap Qidra lirih.

(Ma'an News | Sahabat Al-Aqsha)

Di Gaza, Kau hanya Punya 58 Detik untuk Hidup



Langit jernih. Tidak ada awan yang menyembunyikan bunyi dengung pesawat tanpa awak di atas rumahmu. Meski berada ribuan meter di atasmu, kamera pesawat tersebut melihat jelas segala sesuatu.

Kau bertanya-tanya, apakah operator pesawat tanpa awak yang sedang duduk nyaman di ruangan sejuk sedang membuat kontak mata denganmu.

Kau dengar suara gesekan yang samar, lalu kau dengar ledakan keras. Penjajah baru saja 'mengetuk' rumahmu.

Cepat! Kamu hanya punya 58 detik untuk bisa keluar hidup-hidup dari rumahmu. Rudal yang baru saja menyerang rumahmu tidak dilengkapi dengan peledak. Ini sengaja.

"Kau telah diperingatkan", artinya. Tetanggamu seluruhnya melongokkan kepala dari jendela mereka dan berteriak padamu, "Cepat lari keluar rumah!"

Kau hanya punya 40 detik tersisa.

Karena tembakan peringatan telah mengetuk atap rumahmu. Apa manfaat sebuah peringatan yang tujuannya adalah untuk membunuhmu? Ketika kau berlari melewati ruang keluarga, terlihat foto nenekmu yang telah wafat.

Dua puluh dua detik lagi.

Kau berlari mengikuti keluargamu keluar rumah. Tidak banyak waktu tersisa. Tetapi bagimu, ini lebih dari cukup untuk menantang balik. Kau tatap pesawat tanpa awak itu. Sesuatu memberitahumu bahwa pengendaranya menatapmu kembali, lantas berpaling.

Dua belas detik lagi, sebelas, sepuluh…

Ada waktu untuk berlari ke deretan rumah berikutnya.

Detik terus berjalan. Lima, empat, tiga.

Ibumu berhenti berlari dan berputar arah menujumu. Tetapi kau melambaikan tangan. Pergi, Mama, teruslah berlari. Aku akan mengejarmu, kau bilang.

Dua.

Seorang tetanggamu menarik tanganmu dan memasukkanmu ke dalam rumahnya. Dia menyuruhmu berlutut.

Satu.

Tetanggamu menutup telinganya. Kau tidak.

Nol. (*dan semuanya gelap)
___

Lihatlah video:


sumber: sahabatalaqsha

Ini Surat Terbuka SBY Terkait Pembantaian di Gaza


Presiden SBY menuliskan surat terbuka yang diunggah ke laman Facebook resminya. Surat Terbuka (Open Letter) Presiden SBY ini telah dimuat dalam versi bahasa Inggris di Harian Strait Times edisi 31 Juli 2014.

Berikut isinya:

SURAT TERBUKA PRESIDEN SBY KEPADA PARA PEMIMPIN DUNIA TENTANG KRISIS KEMANUSIAAN DI GAZA*

Nama saya Susilo Bambang Yudhoyono. Saya seorang muslim yang mencintai keadilan, dan yang sekaligus mencintai kedamaian, kemanusiaan dan demokrasi. Hampir sepuluh tahun ini saya memimpin Indonesia, dan beberapa bulan mendatang saya akan mengakhiri tugas saya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Kemarin, setelah pagi harinya bersama rakyat Indonesia merayakan ldul Fitri dengan tenang dan damai, sebuah hari keagamaan yang agung bagi umat Islam, sepanjang malam saya tidak bisa memejamkan mata saya. Melalui tayangan televisi nasional dan internasional, hampir setiap menit, saya menyaksikan jatuhnya korban jiwa di Gaza akibat kekerasan dan aksi-aksi militer yang tengah berkecamuk. Hampir semua yang tewas dan yang Iuka-Iuka adalah mereka yang tidak berdosa, tidak berdaya dan tidak bisa menyelamatkan diri dari desingan peluru dan bom-bom maut pencabut nyawa.

Isak tangis ibu-ibu yang kehilangan putra-putrinya, serta jeritan anak-anak yang tiba-tiba kehilangan orang tuanya, sungguh menusuk relung hati saya yang paling dalam. Saya yakin, siapapun dan bangsa mana pun hampir pasti akan mengalami kesedihan dan kepiluan yang sama menyaksikan tragedi kemanusiaan yang tak terperikan itu.

Sebagai seorang Presiden yang saat ini tengah memimpin sebuah negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, tentu saya tidak hanya bersedih dan marah. Hingga saat ini saya juga aktif melaksanakan diplomasi beserta para menteri dan diplomat Indonesia, termasuk dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, tetapi situasi yang ada di Gaza kenyataannya bertambah buruk.

Oleh karena itu, dari Jakarta, saya harus meneriakkan seruan moral kepada seluruh bangsa di dunia, utamanya para pemimpin dunia, dan utamanya lagi kepada pemimpin Israel dan Hamas, untuk segera menghentikan kekerasan dan tragedi di kawasan itu. Dengan seruan ini saya berharap para pemimpin dunia segera mengambil tanggung jawab bersama dan benar-benar bisa melakukan atau "memaksakan" gencatan senjata dan mengakhiri operasi-operasi militer yang nampaknya makin tidak pandang bulu.

Gencatan senjata itu mesti dilaksanakan sekarang. Bukan besok, apalagi lusa. Dengan gencatan senjata, berarti serangan Israel melalui udara, laut dan darat harus segera dihentikan. Demikian pula tembakan-tembakan roket dari pihak Hamas mesti diakhiri, agar aksi balas membalas atau siklus kekerasan tidak terus berlanjut. Tindakan para pemimpin politik dan militer untuk melanjutkan operasi-operasi militer saat ini hanya akan makin menambah jatuhnya korban jiwa, termasuk anak-anak, kaum perempuan dan golongan lanjut usia.

lni semua sudah menabrak hukum, moral dan etika perang, yang harus dijunjung tinggi di sebuah dunia yang beradab.

Meskipun saya seorang muslim, saya tidak melihat masalah ini dari segi agama. Saya tidak mengaitkan pikiran dan seruan saya ini dengan Islam, Yahudi, Kristen, Katolik dan agama atau keyakinan apa pun. lsu yang kita hadapi ini adalah isu tentang kemanusiaan, moralitas, hukum dan etika perang, serta tindakan dari pihak mana pun yang telah melebihi kepatutannya. 

Tragedi kemanusiaan dan penderitaan manusia yang tak terperikan ini juga berkaitan dengan rasa tanggung jawab dari para pemimpin, yang baik langsung maupun tidak langsung telah membuat tragedi kemanusiaan ini terus berlangsung.

Terus terang, Indonesia secara konsisten dan tegas mendukung kemerdekaan bangsa Palestina. Dunia harus benar-benar memberikan kepastian bagi terbentuknya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, serta diakui oleh masyarakat dunia. Juga Palestina merdeka yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan juga dengan negara-negara tetangganya. Konsep "dua negara dalam kawasan yang damai" adalah konsep yang saya pandang dan yakini sebagai konsep yang realistis dan bisa diwujudkan.

Dengan tontonan dan contoh buruk tentang konflik, perang dan kekerasan sebagaimana yang kita saksikan saat ini, atau juga di tahun-tahun sebelumnya, maka anak-anak bangsa mana pun, termasuk anak-anak muda kita, bagai diajarkan ya begitulah kehidupan di dunia yang mesti dijalankan. Padahal, selama hampir sepuluh tahun ini saya mengajak bangsa Indonesia, termasuk umat Islam Indonesia, untuk senantiasa mencintai perdamaian, persaudaraan, toleransi dan kerukunan. 

Saya juga berjuang dengan gigih untuk memerangi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme di bumi Indonesia. Saya juga aktif menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam forum dialog antar agama dan peradabannya baik di Indonesia maupun di berbagai forum internasional. 

Saya juga memelopori dan memimpin penyelesaian berbagai konflik di Indonesia secara damai dan demokratis, termasuk konflik di Aceh dan Papua, konflik komunal antar dan intra agama, serta konflik kepentingan dengan negara lain termasuk sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga. 

Saya juga berupaya sekuat tenaga untuk menjaga dan mempertahankan garis Islam Indonesia yang moderat, rukun dan toleran, di tengah pengaruh global yang sering menyebarluaskan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. 

Saya menyadari bahwa semua itu tidak bisa "to be taken for granted", melainkan harus terus kita jaga dan upayakan perwujudannya. Pendek kata saya berupaya sekuat tenaga untuk mengajak bangsa Indonesia agar mencintai perdamaian, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, serta toleransi dan bisa membangun persahabatan dan kemitraan dengan bangsa lain. ltulah konon katanya nilai-nilai universal yang diajarkan oleh orang-orang bijak di dunia.

Apa yang terjadi di Gaza dan tempat lain di Timur Tengah atau Afrika Utara dewasa ini, dikaitkan dengan misi dan tantangan yang saya hadapi di Indonesia, bisa dibayangkan betapa beratnya saya mengemban tugas-tugas yang mulia itu. Apa yang harus saya katakan kepada ratusan juta rakyat Indonesia? Bagaimana tidak makin muncul kelompok-kelompok yang radikal di negara kami dan bahkan juga di banyak negara, karena mereka merasa kalah dan dipermalukan, sehingga harus memilih dan menempuh jalannya sendiri-sendiri dalam memperjuangkan keadilan yang diyakininya. 

Saya yakin tantangan berat yang saya hadapi ini juga dihadapi oleh banyak pemimpin lain di dunia, termasuk para pemimpin politik, pemimpin pemerintahan, pemimpin organisasi kemanusiaan dan para pemimpin agama. 

Saya khawatir, karena keacuhan dan kurangnya tanggung jawab kita semua, maka generasi-generasi yang terlahir saat ini kelak akan menjadi generasi yang keras, penuh dendam dan kebencian. Bisa-bisa pula menjadi generasi yang haus darah dan peperangan. Kalau ini yang terlahir dan terjadi di abad ke-21 ini, maka terciptanya perdamaian dan keamanan internasional yang menjadi semangat dan jiwa Perserikatan Bangsa-Bangsa, hanya akan menjadi sesuatu yang sangat ilusif.

Dengan itu semua, pandangan dan usulan konkrit saya sebagai pemimpin Indonesia adalah agar dalam hitungan hari, kalau perlu hitungan jam, para penentu perdamaian dan keamanan dunia, yaitu Dewan Keamanan PBB, utamanya para pemegang Hak Veto, dan negara-negara kunci di kawasan Timur Tengah, segera duduk bersama dan benar-benar bisa memaksakan dilakukannya gencatan senjata. 

Semangatnya adalah "peace making". Setelah gencatan senjata dapat diwujudkan, segera diintensifkan bantuan kemanusiaan dan proses politik yang lebih inklusif dan konklusif. Jangan sampai setelah peperangan yang dengan susah payah bisa diakhiri, proses politik itu di lupakan kembali. Jangan mengulangi kesalahan masa lalu. 

Dengarkan jeritan rakyat Palestina, utamanya yang tinggal di jalur Gaza yang sudah cukup menderita akibat blokade yang diberlakukan selama ini, serta pandangan Fatah dan Hamas yang semoga makin menyatu, realistis dan konstruktif. Dengarkan pula harapan rakyat Israel agar tidak dihantui oleh rasa takut sepanjang masa setelah tetangganya insya Allah menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. 

Konflik kedua bangsa itu akan berakhir, menurut hemat saya, jika kemerdekaan Palestina telah benar-benar dicapai dan kemudian Israel tidak merasa terancam olehnya. Tentunya Israel yang semakin memiliki hati dan semangat persahabatan, dan bukan yang selalu bersikap superior karena merasa negaranya jauh lebih kuat. 

Negara lain juga harus peduli, tergerak dan ikut berkontribusi bagi terwujudnya cita-cita mulia ini. Indonesia menawarkan diri dan selalu siap untuk dilibatkan dalam proses pengakhiran tragedi kemanusiaan yang penting ini.

lnilah saudara-saudaraku bangsa sedunia, peluang sejarah yang terbuka. Jangan kita sia-siakan, agar kita tidak dikutuk dan disalahkan oleh generasi mendatang oleh anak cucu kita.

Selamat ldul Fitri 1435 Hijriyah kepada kaum muslimin di Palestina semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan pertolongan-Nya. Juga salam damai dan persahabatan untuk semua umat beragama dan bangsa-bangsa sedunia.

Jakarta, 29 Juli 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

ISIS Bersumpah Bantu Palestina Lawan Kebiadaban Israel


Islamic State Iraq and Sham atau Negara Islam Irak dan Sham (ISIS) meminta Palestina untuk bersabar dengan perlawanan seadanya dari pejuang Hamas, ISIS menekankan bahwa pasukannya akan datang untuk melawan tindakan "barbar Yahudi".

Dilansir Ibtimes.com (July 30, 2014), Dalam pernyataan yang dirilis via akun Twitter yang berafiliasi dengan ISIS itu, menyatakan bahwa pembantaian Muslim sedang terjadi di Gaza.

"Adapun pembantaian yang terjadi di Gaza terhadap pria Muslim, perempuan dan anak-anak, maka Negara Islam (ISIS) akan melakukan segalanya dalam batas kemampuannya untuk terus menerobos setiap murtad yang berdiri sebagai penghambat di jalan menuju Palestina," kata kelompok itu.


Pernyataan dari ISIS tampaknya menjadi respon terhadap kritik yang mempertanyakan mengapa kelompok dan pemimpinnya Abu Bakr al-Baghdadi tidak datang untuk mendukung Palestina.

Menjawab itu, kata pernyataan itu: "Ini bukan cara Negara Islam untuk melemparkan kata-kata kosong, kering dan munafik kecaman dan belasungkawa seperti 'tawaghit' Arab di PBB dan Liga Arab."

Para militan ISIS berjanji bahwa tindakan lebih keras daripada kata-kata.

"Ini hanya masalah waktu dan kesabaran sebelum (Negara Islam) mencapai Palestina untuk melawan orang-orang Yahudi barbar dan membunuh orang-orang dari mereka bersembunyi di balik pohon Gharqad - pohon orang Yahudi," pernyataan itu menyimpulkan.


Konflik Gaza sampai sekarang telah mengklaim lebih dari 1.242 jiwa dan setidaknya 7.000 terluka sejak perang antara Israel dan Hamas mulai, menurut Departemen Kesehatan Palestina, dilaporkan CNN. Meskipun peningkatan kecaman internasional atas konflik Israel tidak maupun Hamas siap untuk mengalah.

Menurut Israel National news, juru bicara ISIS Nidal Nuseiri menegaskan kembali bahwa prioritas kelompok itu menaklukkan "Bayt el-Maqdis" (Yerusalem) dan menghancurkan Negara Israel. Dia mencatat bahwa itu adalah agenda utama "jihad" mereka.


"Kelompok ini, bagaimanapun, sebelum mengambil Israel ingin melemahkan terus United State di negara-negara Arab; dan mengambil alih Irak, Suriah, Lebanon, Yordania dan mungkin Gaza," katanya.

Sementara ISIS telah menyebutkan bahwa dalam sebuah, video terbaru yang dirilis di YouTube kelompok pejuang Negara Islam telah dibentuk di Palestina. Dalam video tersebut, pejuang Negara Islam terlihat menembakkan roket ke wilayah Israel. Demikian International Bussines Times.



Tak Bertindak, PBB cuma sebut: “Pemboman Israel di Gaza menghina Dunia”


PBB untuk kesekian kalinya mengutuk pemboman militer Israel terhadap tempat pengungsian PBB di Gaza, Palestina. PBB menegaskan, serangan yang menewaskan belasan warga sipil di pengungsian sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

Dalam sebuah pernyataan, Komisaris Jenderal Badan Bantuan PBB, Pierre Krahenbuhl, mengatakan, Israel benar-benar menghina dunia. "Tadi malam, anak-anak dibunuh saat mereka tidur di samping orang tua mereka di lantai, di ruang kelas, di tempat penampungan yang ditunjuk PBB di Gaza," katanya.

"Anak-anak tewas dalam tidur mereka. Ini merupakan penghinaan bagi kita semua, sumber rasa malu yang universal. Hari ini dunia berdiri dengan rasa malu," lanjut Krahenbuhl. (Baca: Giliran Pasar di Gaza Dibom Israel, 17 Tewas)

"Saya mengutuk dalam istilah yang paling kuat sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional yang dilakukan oleh pasukan Israel," tegas dia, seperti dikutip middleeastmonitor, kemarin (30/7/2014).

Kutukan PBB itu mengacu pada serangan terbaru militer Israel terhadap sekolah dasar perempuan di Jabalia, Gaza. Di sekolah yang dibangun PBB itu terdapat ribuan warga sipil yang berlindung. Tapi, Israel mengabaikan keberadaan warga sipil dan menyerang dengan tembakan artileri.

Krahenbuhl mencatat, bahwa militer Israel setidaknya sudah 17 kali menyerang sekolah dan tempat pengungsian warga sipil. Yang terbaru serangan terjadi beberapa jam kemarin.

"Saya menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengambil tindakan politik internasional yang sengaja untuk mengakhiri pembantaian ini," kata Krahenbuhl.

Pidato Heroik Komandan al-Qassam, Sebut Israel pasukan Abrahah masa kini


Panglima Jenderal Muhammad Al-Daif, komandan sayap militer Hamas Brigade Izzuddin Al-Qassam berpidato tentang perang melawan Israel.

Dalam pidatonya tertaggal 30 Juli 2014, Daif menyamakan rezim Israel sebagai rezim Abrahah yang menginvasi Mekah di zaman Nabi Muhammad.

Berikut pidato lengkap Muhammad Al-Daif, Kamis (31/7/2014) dari laman middleeastmonitor.

Dengan nama Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Perdamaian dan doa ada di atas imam mujahidin kami, Nabi Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka sampai hari kiamat.

(Mengutip Quran) "Dan perangilah mereka, dan Allah akan menghukum mereka dengan tangan Anda, menutupi mereka dengan malu, membantu Anda (untuk kemenangan) atas mereka…".

Ya Allah, ini adalah bantuan-Mu, bahwa kita bertindak, bahwa kita bermanuver. Dengan bantuan-Mu kita berjuang; dan kita tidak memiliki kekuasaan atau kekuatan tanpa-Mu.

Abrahah zaman ini (Israel) telah melakukan pelanggaran terhadap umat kami dan orang-orang kami di Yerusalem, Tepi Barat dan Gaza menggunakan mesin perang paling mematikan. 

Musuh telah mengepung, rakyat kelaparan, meneror orang tak bersalah, anak-anak, perempuan dan orang tua dibunuh, dan rumah-rumah mereka dihancurkan. 

Mereka melakukan serangan terbesar dalam sejarah.

Musuh berusaha untuk meyakinkan rakyatnya bahwa menyerang Gaza dan menghancurkan terowongan, serta peluncur roket untuk menipu mereka dengan kemenangan palsu. Akibatnya, musuh telah terperangkap, dan pasukan mereka seakan digiring sampai mati. 

Ketika mereka mempertimbangkan keadaan yang disebut operasi darat, kami berjanji akan membuat mereka merasa lebih buruk. Dan dengan ini kami menegaskan sebagai berikut:

1. Keseimbangan kekuatan di medan perang telah berubah. Hari ini, Anda (militan al-Qassam) berjuang dengan tentara yang rela gugur.

2. Pesawat tempur, artileri dan kapal militer (Israel) telah gagal untuk mencapai (target), dan tidak akan tercapai oleh pasukan yang dikalahkan di lapangan. Sekarang musuh menyadari bahwa misi ini jauh lebih keras dan jauh lebih besar dari yang diperkirakan semula. Musuh mengirimkan pasukannya ke neraka.

3. Kami telah memilih untuk menghadapi dan membunuh pasukan bersenjata musuh dan tentara elite (Israel) dan bukan warga sipil mereka. Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa musuh telah menumpahkan darah warga sipil, melakukan tindak pembantaian dan meratakan seluruh lingkungan rumah penduduk.

4. Entitas Zionis tidak akan menikmati keamanan sampai orang-orang kami dijamin dan hidup dalam kebebasan dan bermartabat. Tidak akan ada gencatan senjata sampai agresi dihentikan dan pengepungan (Gaza oleh Israel) diangkat. Kami tidak akan menerima kompromi dengan mengorbankan martabat dan kebebasan rakyat kita.

5. Kami menegaskan kesiapan penuh kami untuk saat ini. Kami bekerja dalam sesuai dengan skenario dan rencana yang telah ditetapkan. Kami tidak hanya bereaksi atau bertindak bodoh seperti pemimpin musuh. Kami telah diberikan segala upaya, dan kami yakin bahwa Allah akan memberikan kita dengan kemenangan.

Saudara Anda,

Panglima Jenderal Izzuddin Al-Qassam
Abu Khaled, Muhammad Al-Daif

(*SINDO)

al-Qassam: “Israel Kirim Tentara ke Rumah Jagal!”



Sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam mengatakan tidak ada gencatan senjata di Gaza, meski sejumlah pihak mengupayakan hal itu. Kelompok itu justru meledek pemerintah Israel yang justru mengirim tentaranya ke rumah jagal di Gaza.

Gencatan senjata, menurut al-Qassam, baru bisa terjadi jika Israel mengangkat blokade atas wilayah Gaza, Palestina. Demikian pernyataan Komandan Brigade al-Qassam, Mohammed Deif.

Deif mengatakan telah terjadi perubahan keseimbangan kekuatan selama invasi Israel di Gaza yang sudah berlangsung tiga minggu.

Semula Israel meluncurkan serangan udara, yang diikuti dengan pengerahan pasukan darat. Kini, Israel menghancurkan sejumlah terowongan yang digali para pejuang Palestina.

"Apakah angkatan udara dan penembakan artileri Anda (Israel) telah gagal untuk mencapai (target), sehingga melakukannya dengan pasukan darat," ujar Deif.

"Anda mengirim tentara ke rumah jagal yang pasti!," lanjut dia, (29/7/2014), seperti dikutip Al Jazeera.

Penulis Kondang Spanyol: “Wajar Bangsa Yahudi Selalu Terusir”


Sebuah artikel anti-Semit (anti Yahudi) terbit di harian El Mundo Spanyol edisi 28 Juli 2014. Antonio Gala, penulis ternama Spanyol yang menulis artikel itu, mengecam keras segala tindak tanduk Israel yang membuat mereka tidak disukai dunia.

Gala menyatakan bangsa Yahudi memang tidak ingin hidup berdampingan. Mereka, kata Gala, lebih memilih untuk mempertahankan kehidupan komunitas berdarah tak terlihatnya.

Antonio Gala
"Jadi tidak aneh jika mereka (bangsa Yahudi) kerap kali terusir (dari bangsa lain termasuk Spanyol)," kata Gala seperti dikutip BBC, Rabu (30/7).

Yang mengejutkan, tulis Gala, mereka terus bertahan dan melawan. Entah mereka memang bukan orang-orang baik atau (kepala) mereka sudah diracuni.

Dalam artikel berjudul "The Chosen" (Yang Terpilih) itu, Gala mengaitkan serangan brutal Israel atas Gaza yang masih berlangsung hingga saat ini.

Sedikitnya, 1.000 warga sipil dan anak-anak Palestina meninggal akibat gempuran tersebut.

Semestinya, jelas Gala, bangsa Yahudi bisa menciptakan banyak kebaikan bagi umat manusia di dunia. "Saya bukan seorang racist," kata Gala seperti dikutip Times of Israel.

Gala bukan penulis kacangan di negeri matador itu. Pada 1989 ia dianugerahkan the Leon Felipe Prize for Civic Values. Secara konsisten ia menentang penjajahan dan serangan brutal Israel ke Jalur Gaza, Palestina.

Pada abad ke-15 dan 16 ratusan ribu orang Yahudi diusir dari Spanyol dan Portugal dalam periode yang disebut "Penyelidikan". Gereja Katolik dan pemimpin lokal kedua negara menjadi pelopor adanya gerakan pengusiran bangsa Yahudi secara masif ini.


FOTO: Mengintip Terowongan Hamas yang Bikin Israel Ketakutan


Dalam sebuah perang darat, seorang perwira militer Israel, Letnan Kolonel Oshik Azulai, kaget sekaligus takut. Dia melihat terowongan gelap gulit di perbatasan Jalur Gaza Palestina. Dalamnya, sekitar 46 meter.

Ponsel, katanya, tidak bisa aktif di dalam terowongan itu. Kolonel Azulai, yang menjabat sebagai Wakil Komandan Divisi Gaza Selatan Militer Israel itu, menceritakan terowongan yang dia jumpai membentang ke wilayah Israel. Bentuknya mirip seperti bentuk semangka.


Melalui salah satu terowongan itulah, banyak militan Gaza menyusup ke Israel dan membunuh sejumlah tentara Zionis. Sejumlah terowongan itu pula yang membuat warga dan pejabat Israel ketakutan, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

"Kami tidak akan menyelesaikan operasi tanpa menetralkan terowongan, satu-satunya tujuan yang merupakan penghancuran warga sipil dan pembunuhan anak-anak kita," kata Netanyahu dalam sebuah pidato di televisi. (Baca: Menyamar di Israel, Militan al-Qassam Habisi 10 Tetara Zionis)

"Tidak mungkin bahwa warga negara Israel akan hidup di bawah ancaman mematikan (dari) rudal dan penyusupan (militan) melalui terowongan. Kematian (datang) dari atas dan dari bawah," lanjut dia, seperti dikutip New York Times.


Terowongan di Gaza, semula menjadi imajinasi para pejabat Israel sejak tahun 2006, ketika militan Hamas menculik seorang tentara Israel. Tapi, kini terowongan itu bukan lagi imajinasi, tapi menjadi ancaman yang menakutkan bagi para pejabat Israel.

Banyak ahli di Israel semula meragukan perjuangan para militan di Gaza dengan mengandalkan terowongan. Tapi, mereka kini mulai pikir-pikir untuk meremehkan militan Gaza melalui terowongan itu.


"Ini membawa kita sedikit ke masa kecil, seperti dongeng dari setan," kata Eyal Brandeis, 50, seorang ilmuwan politik yang tinggal di Kibbutz Sufa, satu mil dari tempat 13 militan yang muncul dari terowongan saat fajar pada 17 Juli 2014 lalu.

"Ini adalah sangat lingkungan pastoral tempat saya tinggal, kondisinya tenang, dengan rumput hijau, dan pohon-pohon. Ini bukan pikiran yang menyenangkan bahwa Anda duduk pada suat hari di teras, minum kopi dengan istri dan sekelompok teroris akan muncul dari tanah," ujarnya yang menyebut para militan sebagai teroris.


Pihak militer Israel mengatakan, setidaknya sudah lebih dari 70 terowongan ditemukan. Salah satu terowongan yang dianggap menakutkan adalah terowongan Ein Hashlosha. Di mana, melalui terowongan itu terdapat air, kerupuk; sekaligus granat roket dan senapan otomatis.

Ada juga kamar kecil untuk tidur atau bersembunyi. Selain itu terdapat pula borgol plastik, seragam tentara Israel."Itu alah satu terowongan yang sangat baik," kata Kolonel Azulai. "Ini seperti kereta bawah tanah, di bawah tanah Gaza."

Ada Kecanggihan

Ahli Israel mengatakan untuk membantun setiap terowongan akan memakan waktu hingga satu tahun dan biaya hingga USD2 juta. Bahkan untuk membuatnya butuh puluhan penggali yang bekerja dengan tangan dan dengan alat-alat listrik kecil.

Militer Israel, kata Azulai, telah mengetahui tentang cerita terowongan itu sejak 2003. Tapi, para tentara Israel baru kaget setelah mengetahui ada kecanggihan yang mereka temukan.


Perwira intelijen pernah melacak sejumlah terowongan di Gaza Mereka bahkan mengandalkan peralatan komunikasi yang digunakan di bawah tanah.

"Sebagian besar alat, tepatnya alat fisik, tidak bekerja di bawah tanah. Itu sangat terbatas," kata Brigjen. Jenderal Shimon Daniel, yang memimpin korps zeni tempur Israel 2003-2007. "Ini adalah paradoks. Ini bukan hal mudah. Ini lebih sulit (dari yang dibayangkan)."


Senin petang kemarin (28/7/2014), kelompok sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam membunuh 10 tentara Israel. Mereka menyusup ke wilayah Israel melalui terowongan, menyamar dan kemudian menghabisi 10 tentara Zionis Israel.

Insiden itu terjadi di wilayah Israel. Tepatnya di sebelah timur al-Shujaiyya. "Pejuang menyusup di belakang garis musuh dan menewaskan 10 tentara (Israel)," bunyi pernyataan al-Qassam.

Biarkan Rakyat Gaza Dibantai, Ucapan Idul Fitri Obama Munafik!


Ucapan selamat Idul Fitri bagi umat Muslim sedunia yang disampaikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menjadi bumerang baginya. Sebab, tepat pada perayaan Idul Fitri atau Lebaran, Israel melakukan pembantaian rakyat Gaza melalui serangan milternya.

Setidaknya 20 warga Palestina di Jalur Gaza, termasuk 10 anak tewas oleh serangan Israel, saat mereka merayakan Lebaran. Sedangkan Obama membiarkan Israel leluasa melakukan pembantaian itu.

Selain ucapan Lebaran dari Obama yang dilansir oleh situs resmi Gedung Putih, pihak Gedung Putih melalui Twitter juga mengucapkan hal serupa.

"Muslim di seluruh Amerika Serikat dan di seluruh dunia merayakan Idul Fitri, Michelle dan saya mengucapkan selamat yang paling hangat kepada mereka dan keluarga mereka," kata Obama.

"Sementara Idul Fitri menandai selesainya Ramadan, perayaan itu juga mempersatukan kita dalam sisi kemanusiaan kita dan memperkuat kewajiban orang-orang dari semua agama (untuk menolong), satu sama lain, terutama yang terkena dampak kemiskinan, konflik, dan penyakit,," lanjut Obama.

Dicap Munafik

Ucapan Obama itu dianggap munafik oleh sejumlah warga dari seluruh dunia yang menggunakan Twitter. Salah satu menyindir bahwa ucapan Idul Fitri Obama tidak termasuk untuk rakyat Gaza. "Kecuali orang-orang di Gaza, karena mereka terlalu sibuk merasakan sakitnya dibom," sindir pengguna Twitter Semra Akay, warga Inggris.

"(Apakah) orang-orang di Gaza juga?, tanya Semra Akay kepada Obama soal ucapan selamat Idul Fitri itu, dalam akun Twitter-nya, tertanggal 29 Juli 2014.

Pihak Gedung Putih yang ikut mengucapkan selamat Idul Fitri juga dianggap munafik. Janet Weil, salah satu pengguna Twitter terang-terangan mengecam kemunafikan Obama. "Kemunafikan admin #Obama, mendukung genosida, (dengan dalih) pertahanan diri dari #Israel, dan tidak pernah berhenti menyerang," tulis dia dengan tagar #GazaUnderAttack.
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5871669670120137136#editor/target=post;postID=5770822832905181242;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=0;src=link
Pengguna Twitter dengan akun @abdikarim_abdi3, menulis: "Obama merilis sebuah pernyataan di hari Lebaran, tapi benar-benar mengabaikan bahwa anak-anak di Gaza tidak akan dapat merayakan acara spesial itu."

Ini adalah kotroversi yang dilakukan pihak Obama yang kedua kali. Beberapa waktu lalu, komunitas Muslim di AS marah karena Obama terang-terangan membela invasi Israel di Jalur Gaza dalam sebuah acara berbuka puasa bersama. (*SND)

Curhat Gadis Gaza: “Aku Mungkin Mati Malam Ini...”


Namanya Farah Baker. Melalui akun Twitter-nya, @Farah_Gazan, gadis 16 tahun itu berbagi pengalaman, kisah sedih, kekhawatiran, horor, dan teror yang ia rasakan di kampung halamannya: Gaza, Palestina.

"Roket dan percikan api seperti hujan deras yang mengguyur di Bulan Januari," tulis dia, seperti Liputan6.com kutip dari akun Twitternya. "Meski malam ini adalah yang terburuk bagi seluruh rakyat Gaza, kami akan tetap kuat dan bertahan."

Apa yang dilakukan Farah menuai simpati ribuan pengikut, pesannya juga diposting ulang di Twitter -- terutama setelah ia mengisahkan teror yang ia rasakan malam itu, saat ia berada di dalam kamar, sementara roket-roket membombardir Gaza. Langit merah membara.

"Aku mungkin mati malam ini," tulis dia.


Remaja perempuan itu memposting ekspresi kemarahannya, video api dan asap hitam akibat ledakan di langit malam, suara bom dan rudal yang menggelegar saat melesat di udara, menghantam target yang sama sekali tak bisa diduga -- rumah warga, RS, masjid, pemakaman, jalan raya, sekolah PBB yang digunakan sebagai lokasi pengungsian, tepi pantai, warung tempat orang nonton bola, atau taman tempat anak-anak sedang bermain.


Sejumlah orang meragukan validitas Twitter Farah, sementara lainnya meminta ia terus mengaktifkan akun media sosialnya.

"Mari kita berharap, ia bisa melewati malam ini dengan selamat," kata pengguna Twitter, Christina Greig, seperti dimuat News.com.au, Selasa (29/7/2014)

Farah Baker diketahui telah menggunakan situs mikroblog tersebut untuk menceritakan hidupnya di Gaza sejak 2012.

She continues to post pictures of the flares lighting up the sky as she tries to sleep

Sudah 1.087 orang Palestina terbunuh akibat agresi militer Israel yang agresif. Mayoritas adalah warga sipil termasuk anak-anak tak berdosa. (*lip6/newscom)

Sikap Dingin Raja Saudi atas Perlawanan Hamas


Tanyakan kepada pejabat Palestina mengapa Presiden Mahmoud Abbas tidak pernah bertemu Raja Abdullah bin Abdul Azis dari Arab Saudi?

Anda pasti akan mendapat jawaban singkat; "Dingin." Lainnya menjawab seraya tertawa; "Pastinya dingin politik."

Jika tidak Mahmoud Abbas yang enggan bertemu, Raja Abdullah menggunakan alasan kesehatan untuk membatalkan pertemuan. Padahal, Raja Abdullah sangat menderita dengan beredarnya spekulasi, setiap kali terjadi pembatalan pertemuan.

Riyadh menutup pintu bagi Hamas, karena tidak ingin penguasa Jalur Gaza itu menjadi cabang Ikhwanul Muslimin. Lebih dari itu, Arab Saudi berniat melucuti kelompok perlawanan Palestina berapa pun biayanya.

Belakangan, Riyadh memimpin upaya ini, dengan Mesir dan Uni Emirat Arab sebagai pelaksananya. Semua langkah ini dikoordinir langsung oleh Amerika Serikat dan Israel.

Tidak sulit membuktikan dugaan ini. Caranya, baca usulan gencatan senjata yang diajukan Mesir, yang bermaksud melucuti senjata Hamas. Usulan ini disetujui, atau bahkan dipaksakan AS, seraya Israel terus membunuh anak-anak dan wanita Palestina.

Hamas relatif hanya bergantung pada Turki dan Qatar. Di level diplomatik, Turki rela mengorbankan hubungannya dengan Mesir. Sedangkan Qatar menyediakan kebutuhan finansial bagi seluruh rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Informasi terakhir, menurut situs Al-akhbar, Riyadh menyusun proposi baru dengan maksud melucuti Hamas dan Jihad Islam. Perlucutan dilakukan dengan cara mengirim tentara ke Rafah, dengan iming-iming uang. Semua itu dibungkus dengan semangat rekonsiliasi.

Mahmoud Abbas melihat dirinya akan melakukan bunuh diri politik jika menerima usulan Riyadh. Alih-alih rekonsiliasi, Abbas melihat yang sedang dilakukan Arab Saudi adalah melemahkan perlawanan Palestina dan memicu perang saudara antara Hamas dan Jihad Islam.

Abbas telah memberi tahu Hamas dan Jihad Islam soal ini. Ia juga mengatakan serangan Israel tidak dimaksudkan untuk melemahkan rekonsiliasi, tapi memaksa Hamas menerima usulan gencatan senjata yang diajukan Mesir.

Qatar juga melihat niat terselubung Riyadh. Saat berkunjung ke Arab Saudi, 23 Juli lalu, Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani mempersingkat pembicaraannya dengan Raja Abdullah, dan segera kembali ke Doha.

Al-Thani tahu Arab Saudi dan Mesir sedang berupaya melucuti Hamas. Jika Hamas bersedia, Riyadh berusaha membayar kompensasi seluruh korban tewas dan terluka.

Bagi Qatar, tidak sulit mencari bukti semua ini. Pernyataan Shaul Mofaz -- menteri pertahanan Israel -- pada 20 Juli adalah salah satunya.

Saat itu, kepada jaringan televisi Channel 10 Mofaz mengatakan bahwa tidak mungkin bagi Israel mendemiliterisasi Gaza, dan melucuti paksa Jihad Islam dan Hamas. Perlu upaya diplomatik dan ekonomi komprehensif, dan Arab Saudi serta Uni Ermirat Arab dalam memainkan peran penting dalam penyediaan dana untuk melaksanakannya.

Fakta lain adalah pernyataan Amos Gilad, mantan Direktur Biro Urusan Politik-Militer Kementerian Pertahanan Israel, bahwa kerjasama Israel dengan Mesir dan negara Teluk sangat unik. Ia juga mengatakan, ini adalah periode terbaik hubungan diplomatik Tel Aviv dengan Arab.

Sumber-sumber Hamas dan Jihad Islam di Jalur Gaza membenarkan adanya tawaran murah hati dari negara-negara Teluk untuk Abbas, sebagai imbalan perlucutan senjata, mencabut blokade ekonomi, rencana pembangunan komprehensif Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Satu hal yang tidak dilihat Riyadh, Kairo, dan negara-negara Teluk lainnya, adalah Jihad Islam, Hamas, dan faksi-faksi perlawanan, kini semakin kuat dan mampu bertahan dari gempuran Israel dan melakukan perlawanan dalam perang darat.

Menlu AS John Kerry yang justru melihat semua itu. Dalam wawancara dengan CNN, Kerry secara terbuka mengatakan Hamas bukan lagi pejuang amatiran.

Di medan tempur, setelah kehilangan 12 serdadunya dalam pertempuran darat Minggu lalu, juru bicara militer Israel Letkol Peter Lerner mengatakan; Hamas saat ini adalah pasukan yang menjalankan latihan ekstensif, suplai senjata yang baik, dan mampu bertempur dengan motivasi dan disiplin tinggi."

Kepada pers internasional yang dikutip situs Alalam.ir, Lerner juga mengatakan, "Kami tengah menghadapi lawan tangguh di medan perang."

Ketika Hamas dan Jihad Islam menolak semua usulan gencatan senjata, Israel terus membunuh dan membunuh. Namun, negeri Yahudi tersebut bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas kekejian itu. Tangan pemimpin Arab Saudi, Mesir, AS, dan UEA, juga berlumur darah bocah-bocah Palestina. (*inl)

Berharap Ada Perwira Indonesia di Jalur Gaza


KONFLIK di Jalur Gaza antara Palestina dan Israel mengingatkan Letjen (pur) Rais Abin pada peristiwa 36 tahun silam. Saat itu dia dipercaya sebagai panglima pasukan perdamaian PBB. Kiprahnya ikut mendamaikan Mesir dan Israel membuahkan Perjanjian Camp David.

***

PERISTIWA penandatanganan Perjanjian Camp David itu tidak bisa dilupakan Rais Abin. Perjanjian tersebut telah meredakan konflik antara Mesir dan Israel yang menduduki wilayah Gurun Sinai.

Perjanjian Camp David juga nyaris berdampak kepada perdamaian Israel-Palestina kalau saja presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, tidak terbunuh.

Saat ditemui di kantor pusat Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) di kawasan Semanggi, Jakarta, Selasa lalu (22/7), wajah Rais tampak berseri-seri. Dia selalu bersemangat setiap kali diminta bercerita tentang memori ketika memimpin pasukan perdamaian PBB di Gurun Sinai, Mesir.

Hingga saat ini Rais tercatat sebagai satu-satunya perwira militer Indonesia yang pernah memimpin pasukan perdamaian PBB. Apalagi, misi yang diemban sangat penting: mengawal perdamaian Mesir-Israel.

Ruang kerja Rais di lantai 11 Plaza Semanggi cukup lapang dan tidak banyak berisi perabotan. Selain meja kerja, tampak rak kayu untuk menyimpan kenang-kenangan penghargaan yang pernah diraihnya. Ada pula bendera LVRI, meja rapat, dan sofa untuk menerima tamu.

Saat ini Rais menjabat ketua umum Dewan Pimpinan Pusat LVRI. Di usianya yang tahun ini akan mencapai 88 tahun, Rais masih terlihat prima. Hanya keriput di wajah dan tangannya yang tidak bisa ditutupi bahwa pejuang kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, itu sudah lanjut usia.

Rais mengharumkan nama Indonesia di kancah politik keamanan internasional saat terlibat dalam pasukan perdamaian PBB di Gurun Sinai pada 1976–1979. Dia dipercaya PBB sebagai panglima pasukan perdamaian yang mengomandoi 6.000 tentara dari tujuh negara perwakilan lima benua.

Selain tentara Indonesia, ada yang dari Polandia, Swedia, Finlandia, Kanada, Australia, dan dua negara Afrika (Senegal dan Ghana). Kiprah Rais dalam pasukan perdamaian itu dimulai saat dia bermain tenis dengan koleganya, Pangdam Siliwangi Mayjen Himawan Soetanto. Kala itu Rais masih menjabat wakil komandan Seskoad berpangkat brigjen.

Rais menuturkan, di tengah permainan itu mendadak Himawan harus menerima telepon dari Mabes ABRI (kini TNI). Tidak lama kemudian, telepon diberikan ke Rais. Rupanya, yang menelepon adalah Asisten Pembinaan Personel ABRI Susilo Sudarman. "Saya diminta menjadi kepala staf UNEF (United Nation Emergency Force) di Gurun Sinai," tuturnya.

Alumnus Seskoad Bandung dan Australia itu pun tidak kuasa menolak perintah tersebut karena penunjukan itu tidak bernada perintah, melainkan meminta tolong. Usut punya usut, ternyata Himawan yang merekomendasikan Rais kepada Susilo Sudarman saat menerima telepon. "Kalau diingat itu kayak joke saja," ujarnya seraya tertawa.

Rais pun berangkat ke Sinai pada 28 Desember 1975 dan memulai tugas awal Januari 1976 pada misi UNEF II. Karena kiprahnya yang dinilai baik dan mendapat persetujuan dari seluruh anggota Dewan Keamanan PBB, setahun kemudian Rais ditunjuk sebagai panglima UNEF II dengan pangkat mayjen atau bintang dua.

Dia menggantikan Letjen Bengt Liljenstrand asal Swedia yang mengundurkan diri pada 1 Desember 1976. Penunjukan Rais dilakukan lewat surat kawat pribadi dari Sekjen PBB kala itu, Kurt Waldheim. Tugas Rais adalah mendamaikan Mesir dan Israel yang bertikai gara-gara pendudukan Israel atas Gurun Sinai yang merupakan bagian teritori Mesir.

Bukan hal mudah untuk mendamaikan kedua negara yang sama-sama mengklaim Sinai sebagai bagian wilayahnya. Apalagi, posisi Rais saat itu tergolong sulit. Sebab, dia adalah warga negara Indonesia, dan Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Dengan susah payah, akhirnya Rais berhasil menemui Menteri Pertahanan Israel Shimon Peres. Peres kemudian menjadi presiden Israel hingga Kamis lalu (24/7) mengundurkan diri dari jabatannya itu di usia 90 tahun.

Persoalan belum berhenti sampai di situ. Menurut purnawirawan kelahiran 15 Agustus 1926 tersebut, meyakinkan pihak Mesir juga sulit. Blokade-blokade oleh tentara Mesir membuat dia dan pasukannya tidak bisa leluasa bergerak.

Mantan Dubes RI di Malaysia dan Singapura itu akhirnya menemui panglima militer Mesir untuk meminta keleluasaan bergerak. Rais mengancam akan mundur dari Sinai jika aktivitas pasukannya dipersulit.

Setelah blokade-blokade dibuka, Rais pun berkali-kali mengundang kedua pihak untuk berunding di markas UNEF di Sinai. "Tiap dua minggu sekali saya adakan rapat dan selalu di situ (Sinai) karena Sinai merupakan wilayah PBB," tutur bapak 3 putra, kakek 7 cucu, dan buyut 3 cicit itu.

Setelah Rais beberapa kali memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak, tanda-tanda perdamaian mulai muncul. Lalu, dibuatlah konsep perjanjian damai yang akhirnya dinamai Camp David. Perjanjian tersebut sebenarnya memiliki benang merah dengan Palestina.

Ada dua kerangka perjanjian yang disusun. Kerangka pertama berkaitan dengan perdamaian di Timur Tengah, dalam hal ini penarikan mundur pasukan Israel dari Gaza dan Tepi Barat serta melarang pendirian permukiman baru Yahudi. Kerangka kedua berhubungan dengan perdamaian antara Mesir dan Israel. Pada akhirnya, hanya kerangka kedua yang ditandatangani.

Menjadi panglima pasukan perdamaian PBB membuat Rais dikenal banyak pemimpin dunia. Dia cukup akrab dengan Anwar Sadat dan pemimpin PLO Palestina Yasser Arafat.

Sebagai pejabat teras di PBB, dia bisa berkomunikasi langsung dengan Kurt Waldheim yang menjadi Sekjen PBB saat itu. Selama masa perundingan Mesir dan Israel, Gurun Sinai menjadi wilayah kekuasaan Rais.

Suami Dewi Asiah itu menuturkan, pada 1981 Anwar Sadat tewas karena dibunuh rakyatnya yang tidak setuju atas kunjungan Sadat ke Jerusalem. Itulah hal yang sangat disayangkan Rais. "Sadat saat itu sedang berupaya untuk mengembalikan kedaulatan Palestina sesuai Resolusi PBB No 242 Tahun 1967," tuturnya.

Kala itu Sadat merupakan satu-satunya pemimpin negara di Timur Tengah yang suaranya didengar Israel dan Amerika Serikat. Munculnya Resolusi 242 yang mewajibkan penarikan pasukan Israel dan mengatur batas antara Israel-Palestina juga tidak lepas dari lobi yang dilakukan Sadat.

Penerus Sadat, Husni Mubarak, ternyata tidak bisa tegas memperjuangkan resolusi tersebut. Penjajahan atas Palestina pun terus berlangsung sampai sekarang dengan kekuatan yang tidak sebanding. Menurut Rais, sebenarnya roket-roket pejuang Palestina tidak memberikan dampak apa pun kepada Israel selain perasaan risi.

Keberadaan Hamas dengan pasukannya, Brigade Izzudin Al Qassam, juga tidak lepas dari perang enam hari pada 1967. Gaza saat itu adalah tempat penampungan yang disediakan PBB bagi para pengungsi palestina yang terusir dari tanah airnya. Maka, tidak heran jika saat ini Hamas sangat membenci Israel.

Bagi Rais, untuk mengembalikan kedamaian di bumi Palestina, hanya ada satu solusi. "Kembalikan batas negara sesuai Resolusi 242. Kalau tidak, konflik ini tidak akan pernah berakhir," ucapnya. Resolusi 242 mengatur batas kedua negara, Israel di utara dan Palestina di selatan.

Karena itu, dia mengharapkan presiden Indonesia punya keberanian untuk mengungkit kembali resolusi tersebut di hadapan Sekjen PBB Ban Ki-moon. Perhatian Indonesia ke Palestina saat ini sudah cukup baik, namun akan lebih signifikan dampaknya jika bisa membuat PBB membahas lagi Resolusi 242.

Di luar kiprahnya sebagai panglima pasukan perdamaian, Rais punya peran penting di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Kala itu Rais muda menjadi bagian Tentara Keamanan Rakyat yang menghadapi upaya agresi Belanda. Dia dan beberapa rekannya ditugasi menyuplai senjata untuk tentara maupun pejuang rakyat.

Dia diminta untuk menyelundupkan senjata dari Tumasek (Singapura). Untuk menyelundupkan senjata tersebut tanpa ketahuan Belanda, Rais dkk mengambil jalur laut. "Kami berangkat dari Tegal (Jateng) menggunakan perahu yang panjangnya hanya 5 meter," kenangnya.

Pilihan itu terpaksa diambil demi keselamatan. Saat itu Laut Jawa dikuasai armada AL Belanda. Jika nekat menggunakan kapal besar, sudah pasti mereka akan diserang. Upaya mereka tidak sia-sia karena berhasil menuntaskan misi tersebut.

Di usianya yang hampir satu abad, Rais kini menikmati kesibukannya di LVRI. Saat ditanya apa kunci kebugarannya, dia menjawab kesehatan fisik dan pikiran. "Saya tidak punya ambisi, tidak ingin tenar," ujarnya.

Bahkan, Rais mengaku tidak memiliki rumah di Indonesia. Ya, rumah yang saat ini ditempati Rais di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, adalah rumah milik istrinya. Rumah tersebut merupakan warisan mertua Rais. Satu-satunya rumah milik Rais berada di Sinai. Rumah tersebut merupakan pemberian PBB sebagai fasilitas jabatannya menjadi panglima pasukan perdamaian.

Satu hal yang masih menjadi keinginan Rais adalah melihat perwira TNI generasi sekarang menjabat panglima pasukan perdamaian PBB seperti dirinya. "Kita punya banyak perwira hebat, saya yakin kita bisa punya peran yang lebih besar dalam perdamaian," tandasnya. (*jpnn)


Sikap Dingin Raja Saudi atas Perlawanan Hamas


Tanyakan kepada pejabat Palestina mengapa Presiden Mahmoud Abbas tidak pernah bertemu Raja Abdullah bin Abdul Azis dari Arab Saudi?

Anda pasti akan mendapat jawaban singkat; "Dingin." Lainnya menjawab seraya tertawa; "Pastinya dingin politik."

Jika tidak Mahmoud Abbas yang enggan bertemu, Raja Abdullah menggunakan alasan kesehatan untuk membatalkan pertemuan. Padahal, Raja Abdullah sangat menderita dengan beredarnya spekulasi, setiap kali terjadi pembatalan pertemuan.

Riyadh menutup pintu bagi Hamas, karena tidak ingin penguasa Jalur Gaza itu menjadi cabang Ikhwanul Muslimin. Lebih dari itu, Arab Saudi berniat melucuti kelompok perlawanan Palestina berapa pun biayanya.

Belakangan, Riyadh memimpin upaya ini, dengan Mesir dan Uni Emirat Arab sebagai pelaksananya. Semua langkah ini dikoordinir langsung oleh Amerika Serikat dan Israel.

Tidak sulit membuktikan dugaan ini. Caranya, baca usulan gencatan senjata yang diajukan Mesir, yang bermaksud melucuti senjata Hamas. Usulan ini disetujui, atau bahkan dipaksakan AS, seraya Israel terus membunuh anak-anak dan wanita Palestina.

Hamas relatif hanya bergantung pada Turki dan Qatar. Di level diplomatik, Turki rela mengorbankan hubungannya dengan Mesir. Sedangkan Qatar menyediakan kebutuhan finansial bagi seluruh rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Informasi terakhir, menurut situs Al-akhbar, Riyadh menyusun proposi baru dengan maksud melucuti Hamas dan Jihad Islam. Perlucutan dilakukan dengan cara mengirim tentara ke Rafah, dengan iming-iming uang. Semua itu dibungkus dengan semangat rekonsiliasi.

Mahmoud Abbas melihat dirinya akan melakukan bunuh diri politik jika menerima usulan Riyadh. Alih-alih rekonsiliasi, Abbas melihat yang sedang dilakukan Arab Saudi adalah melemahkan perlawanan Palestina dan memicu perang saudara antara Hamas dan Jihad Islam.

Abbas telah memberi tahu Hamas dan Jihad Islam soal ini. Ia juga mengatakan serangan Israel tidak dimaksudkan untuk melemahkan rekonsiliasi, tapi memaksa Hamas menerima usulan gencatan senjata yang diajukan Mesir.

Qatar juga melihat niat terselubung Riyadh. Saat berkunjung ke Arab Saudi, 23 Juli lalu, Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani mempersingkat pembicaraannya dengan Raja Abdullah, dan segera kembali ke Doha.

Al-Thani tahu Arab Saudi dan Mesir sedang berupaya melucuti Hamas. Jika Hamas bersedia, Riyadh berusaha membayar kompensasi seluruh korban tewas dan terluka.

Bagi Qatar, tidak sulit mencari bukti semua ini. Pernyataan Shaul Mofaz -- menteri pertahanan Israel -- pada 20 Juli adalah salah satunya.

Saat itu, kepada jaringan televisi Channel 10 Mofaz mengatakan bahwa tidak mungkin bagi Israel mendemiliterisasi Gaza, dan melucuti paksa Jihad Islam dan Hamas. Perlu upaya diplomatik dan ekonomi komprehensif, dan Arab Saudi serta Uni Ermirat Arab dalam memainkan peran penting dalam penyediaan dana untuk melaksanakannya.

Fakta lain adalah pernyataan Amos Gilad, mantan Direktur Biro Urusan Politik-Militer Kementerian Pertahanan Israel, bahwa kerjasama Israel dengan Mesir dan negara Teluk sangat unik. Ia juga mengatakan, ini adalah periode terbaik hubungan diplomatik Tel Aviv dengan Arab.

Sumber-sumber Hamas dan Jihad Islam di Jalur Gaza membenarkan adanya tawaran murah hati dari negara-negara Teluk untuk Abbas, sebagai imbalan perlucutan senjata, mencabut blokade ekonomi, rencana pembangunan komprehensif Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Satu hal yang tidak dilihat Riyadh, Kairo, dan negara-negara Teluk lainnya, adalah Jihad Islam, Hamas, dan faksi-faksi perlawanan, kini semakin kuat dan mampu bertahan dari gempuran Israel dan melakukan perlawanan dalam perang darat.

Menlu AS John Kerry yang justru melihat semua itu. Dalam wawancara dengan CNN, Kerry secara terbuka mengatakan Hamas bukan lagi pejuang amatiran.

Di medan tempur, setelah kehilangan 12 serdadunya dalam pertempuran darat Minggu lalu, juru bicara militer Israel Letkol Peter Lerner mengatakan; Hamas saat ini adalah pasukan yang menjalankan latihan ekstensif, suplai senjata yang baik, dan mampu bertempur dengan motivasi dan disiplin tinggi."

Kepada pers internasional yang dikutip situs Alalam.ir, Lerner juga mengatakan, "Kami tengah menghadapi lawan tangguh di medan perang."

Ketika Hamas dan Jihad Islam menolak semua usulan gencatan senjata, Israel terus membunuh dan membunuh. Namun, negeri Yahudi tersebut bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas kekejian itu. Tangan pemimpin Arab Saudi, Mesir, AS, dan UEA, juga berlumur darah bocah-bocah Palestina. (*inl)

MashaAllah, Bayi Gaza ini Lahir dari Ibu yang Dibunuh Israel


Keajaiban terjadi pada seorang bayi di Gaza saat militer Israel menginvasi wilayah Palestina itu. Bayi itu lahir dengan cara caesar dari rahim ibunya yang sudah tewas akibat serangan Israel.

Dokter setempat mengataakan, bayi perempuan yang belum diberi nama itu memiliki kesempatan 50 persen untuk bertahan hidup.

Dokter yang berjuang menyelamatkan bayi tak bersalah itu tak bisa menahan kemarahannya atas tindakan kejam militer Israel.

"Saya sangat marah, saya sangat sedih. Saya merasa bahwa bayi ini adalah milik saya," kata dokter Palestina yang diwawancarai BBC dalam kondisi anonim.

Insiden itu terjadi Jumat dini hari kemarin. Pemboman Israel di perumahan warga sipil di Gaza menewaskan sejumlah warga, termasuk ibu bayi itu. Serangan diluncurkan sekitar pukul 02.00 dini hari.

Sementara itu, pada hari ini (26/7/2014), Hamas dan Israel setuju melakukan gencatan senjata di Gaza, Palestina, selama 12 jam. Gencatan sejata dimulai pukul 04.00 waktu Gaza.

Gencatan senjata selama 12 jam, akan menjadi kesempatan untuk penyaluran bantuan kemanusiaan termasuk obat-obatan ke Jalur Gaza. Selama ini bantuan tidak bisa masuk ke Gaza, karena dikepung pasukan Israel.

Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan kelompoknya bersama dengan semua kelompok bersenjata di Gaza telah menyetujui gencatan senjata sementara. Dia menyebut, gencatan senjata 12 jam ini dimediasi PBB. (*snd)

Anti-Yahudi Semakin Marak di Eropa



Kelompok anti-Yahudi semakin berkembang di Eropa. Mereka bahkan menyerang satuan polisi Jerman dan mengeluarkan ejekan menyakitkan.

Seperti dilaporkan harian Jerman Deutche Welle Selasa (22/7/2014), para demonstran anti-Israel itu membawa spanduk yang dikutip dari judul koran Tagesspiegel. Bunyinya ''Polisi Berlin Jadi Pengecut di Depan Pembenci Yahudi.

Bahkan kelompok lain yang terdiri dari warga Arab berteriak, ''Yahudi, Yahudi, Babi Pengecut. Ayo Keluar dan Berantem Satu Lawan Satu''.

Sementara di sejumlah kota Eropa protes anti Yahudi berubah jadi aksi kekerasan. Di Prancis, baku hantam terjadi antara petugas polisi dengan pengunjuk rasa di depan sebuah sinagoga akhir pekan lalu.


Sementara di Berlin, seorang ulama Muslim di Masjid Al-Nur diperiksa karena memasang video untuk membunuh kaum Yahudi. Hal ini membuat Hadas-Handelsman, Dubes Israel di Jerman was-was.

''Kami bukan menentang aksi demo, tapi jika sampai bentrok dengan polisi, sudah tak bisa diterima,'' kata Hadas. Bahkan, ia juga mendengar aksi demo berslogan anti-semit. ''Kirim Yahudi ke Kamar Gas!''

Konflik Gaza yang menelan 500 korban Palestina menyebabkan sentimen anti Israel di Eropa semakin kental. Siapapun yang berdemo di jalanan merupakan solidaritas terhadap Palestina yang menjadi korban.

''Itu sebabnya mengapa kematian 500 korban membuat 10 ribu orang turun ke jalan,'' kata Stephan Grigat, pengajar di Institut Studi Yahudi di University of Vienna.

''Lain halnya dengan 100 ribu korban di Suriah,'' katanya menambahkan.


Sementara itu, banyak warga Jerman menilai Pemerintahan Kanselir Angela Merkel terlalu berpihak ke Israel. Separuh responden poll pendapat yang digelar majalah ''Stern'' menyalahkan Hamas dan Israel.

86 persen menyebutkan agar Jerman tidak berpihak ke Israel. Aksi demonstrasi pro-Gaza di Jerman dan Eropa semakin membesar. Lebih-lebih dengan tibanya peringatan ''Hari Quds'' Jumat (25/7/2014).

Setiap tahun demo anti-Israel sedunia digelar untuk memperingati pembebasan Yerusalem dari ''Pendudukan Zionis''

Pers Israel: Tidak Akan Ada Kemenangan di Jalur Gaza


Setelah dua pekan mendengar kabar kebehasilan Iron Dome mencegat roket, memukul mundur upaya Hamas menyusup dari bawah tanah dan laut, beragam keberhasilan serangan udara Israel membunuh anak-anak Palestina, dan tidak ada korban di pihak Israel, tentara Zionis larut dalam keyakinan akan memenangkan perang dan kebanggaan.

Namun semua itu berubah dalam sekejap ketika tentara Israel keluar dari Jalur Gaza dengan 25 kantong mayat, dan puluhan lain ditandu akibat luka serius. Semua itu terjadi setelah Israel memutuskan mengerahkan tank dan pasukan ke Jalur Gaza untuk memberangus sarang roket Hamas.

Bagi negar seperti Israel, yang mewajibkan sebagian besar warganya menjadi tentara, kerugian militer dianggap tragedi dibanding kematian warga sipil. Pers Israel memperkeruh suasana. Televisi menayangkan korban luka dan tewas, yang semuanya masih berwajah belia, serta mewawancarai orang tua mereka.

Muncul ketakutan di keluarga yang anak-anaknya bertempur di Jalur Gaza. Mereka sulit tidur, karena khawatir esok pagi kedatangan tentara yang membawa anak-anak mereka di dalam kantong mayat.

Korban di pihak Israel ini yang terbesar sejak Perang di Lebanon tahun 2006. Saat itu tentara Zionis kewalahan menghadapi Hizbullah di darat, yang membuat Israel mengebom membabi buta.

Hamas yang mereka hadapi saat ini, menurut Menlu AS John Kerry, bukan serdadu amatiran. Hamas, dengan Brigade Al-Qassam di dalamnya, adalah prajurit tangguh dan terlatih. Mereka mengadaptasi taktik Hizbullah, dan cepat beradaptasi dengan perubahan taktik yang dilakukan Israel.

Alon Geller, serdadu Israel berusia 42 tahun, mengatakan situasi ini sangat tidak baik. Namun, katanya, operasi harus dituntaskan. "Jika berhenti saat ini, para prajurit mati sia-sia," ujarnya.

Surat kabar Haaretz, dalam editorialnya, memperingatakan; "Pasir Gaza lembut, dan bisa berubah menjadi pasir hisap yang menelan tentara Israel." Di paragrap lain koran itu menulis; "Tidak ada kemenangan di Gaza. Israel harus membatasi waktu. Yang ada adalah pembantaian warga sipil."

Koran lain menulis Israel tidak perlu bangga bisa membunuh 600 warga sipil, karena Jalur Gaza adalah salah satu tempa terpadat di muka bumi. Alih-alih membungkam roket Hamas, pemboman yang mereka lakukan tidak menghasilkan apa-apa, kecuali sikap sinis dunia.


Menurut Haaretz, invasi darat ke Gaza adalah operasi ragu-ragu. Israel tahu tidak memiliki kemampuan perang kota, meski dilengkapi banyak tank. Hamas bisa menembak dari mana saja.

Pemboman menjadi sia-sia, karena setelah dua pekan Israel tidak bisa menghentikan serangan roket ke Israel. Di sisi lain, gelombang opini dunia menjadi berbalik melawan Israel, setelah Hamas menolak usulan gencatan senjata.

Israel melihat Gaza dengan perspektifnya sendiri. Mereka lupa, Hamas adalah Gaza, dan Gaza adalah Hamas. Tidak akan ada maki-maki terhadap Hamas dari keluarga Palestina yang kehilangan dua, tiga, atau empat anak akibat pemboman Israel.

Situasi sebaliknya terlihat di Israel. Ketika satu serdadu mati, seluruh keluarga yang mengirim anaknya ke medan perang seakan menangis, dan mengutuk kelompok garis keras di Knesset yang menghendaki pembantaian anak-anak Palestina di Gaza.

Haviv Shabtai, seorang sopir taksi di Yerusalem, telah beberapa kali terlibat perang. Ia memiliki anak, yang terlibat dalam pertempuran di Gaza.

"Secara fisik saya mengalami kerugian, setiap kali mendengar kabar tentang operasi di Gaza," ujarnya. "Saya benci perang."

(*inlah)

Israel Tak Aman Lagi, Warga Zionis Melarikan Diri ke Luar Negeri


Ketakutan tampak di wajah-wajah penduduk Zionis. Mereka sangat khawatir dengan roket-roket Palestina yang tiap detik bisa saja menghantam mereka. 

Sejumlah kota berubah menjadi kota hantu, akibat penduduknya lari tunggang langgang ke luar negeri. Bandara penuh sesak dengan calon penumpang. Mereka terpaksa lari ke luar negeri akibat kondisi keamanan dalam negeri tidak terjamin.

Laporan dari koran-koran Zionis seperti koran Teluk Online menyebutkan, wajah-wajah tegang mewarnai setiap penduduk Zionis, setiap hari mereka ketakutan, menyusul kemampuan perlawanan dalam menciptakan perlawanan yang menjadikan seluruh wilayah Israel dalam jangkauan roketnya.

Amerika sendiri sebagai induk semangnya merasakan hal yang sama. Mereka terpaksa mengeluarkan warning travel ke Israel menyusul eskalasi keamanan yang tidak menentu.

Laporan menyebutkan, perang kali ini beda dengan sebelumnya. Perang sebelumnya, tentara Zionis tampak mengangkangi Jalur Gaza. Paling banter roket perlawanan sampai Sederot, jarak terjauh yang dapat dijangkau roket perlawanan. 

Akibatnya penduduk Sederot diungsikan ke wilayah aman oleh pemerintahnya. Tapi sekarang, semua kota Israel seperti Al-Quds (Jerusalem), Tel Aviv, Haifa dan beberapa kota penting lainya kejangkau roket, akibatnya sejumlah kota dan wilayah Israel menjadi kota mati. 

Roket perlawanan kini telah menjangkau 160 kilometer dari Gaza.

Roket-roket perlawanan khususnya roket Al-Qossam berkembang pesat. Akibatnya tak ada pilihan bagi rakyat Zionis kecuali melarikan diri. Mereka kembali ke negara asal kelahiranya.

Pada saat yang sama, sistem pertahanan udara Israel gagal melindungi rakyatnya. Sejumlah kota jadi sasaran empuk roket perlawanan. Sebagian rakyat Israel merasa, Iron Dome telah gagal total memberikan perlindungan kepada mereka. 

Dari enam roket hanya dua yang berhasil ditangkis Iron Dome sementara empat roketnya lagi molos menganai bangunan atau warga. Akibatnya sejumlah orang tewas dan lainya luka-luka.

Laporan menyebutkan, 27 tentara berikut komandanya telah tewas oleh gempuran perlawanan. Sementara lebih dari 115 orang luka-luka termasuk tentara dan perwiranya. Jumlah ini akan terus meningkat, mengingat laporan dari Al-Qassam menyebutkan, lebih dari 70 tentara tewas dalam operasi serangan yang dilancarkan perlawanan. 

Inilah yang menyebabkan, penduduk Israel bertambah banyak yang lari ke luar negeri. Mereka menganggap tentaranya sudah tak bisa lagi diandalkan untuk melindungi mereka dari serangan perlawanan Palestina. Demikian Pusat Informasi Palestina (PIP).

Sudah 627 Nyawa: Yang Terjadi di Gaza adalah Genosida



Rasa takut, tangis duka, pekik kemarahan, kehancuran, genangan darah, jasad-jasad yang bergelimpangan -- itulah yang disaksikan setiap hari oleh warga Gaza, Palestina.

Situs Global Research mengabarkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza hingga 22 Juli 2014, sudah 627 warga Palestina tewas akibat serangan membabi buta Israel dalam 'Operasi Protective Edge' yang dimulai 8 Juli 2014 lalu. Lebih dari 80 persen di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 18 tahun, perempuan, juga lansia.

Korban termuda adalah Fares Jomaa al-Mahmoum, ia baru berusia 5 bulan. Bocah itu tewas terkena tembakan tank Israel di Rafah.

Dua korban yang lain berusia 18 bulan: Mohammed Malakiyeh yang nyawanya melayang di pelukan sang ibu, juga Ranim Jawde Abdel Ghafour yang meninggal dunia saat artileri dan bom negeri zionis menghabisi seluruh keluarga besarnya.

Sementara, korban tertua adalah Naifeh Farjallah yang tewas dalam serangan udara di Moghraqa, Saber Sukkar meninggal dunia dengan sebab serupa, dan Hijaziyah Hamid al-Helou yang tak lagi kuat menanggung cedera berat yang ia derita. Ketiganya berusia 80 tahun.

Israel berdalih, penduduk sipil tewas karena dijadikan 'perisai hidup' Hamas. Namun, PBB menyebut, justru tak ada lagi tempat aman bagi warga sipil di Gaza yang padat.

"Tak ada tempat yang aman bagi warga sipil," kata Jens Laerke juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), pada konferensi pers di Jenewa, seperti Liputan6.com kutip dari Arab News, Selasa (23/7/2014).

Juliette Touma dari UNICEF mengatakan, setidaknya 107.000 anak-anak membutuhkan dukungan pemulihan dari trauma.

Lebih dari 1,2 juta dari 1,8 juta orang di wilayah itu tidak memiliki air, atau hanya punya akses terbatas terhadap air bersih. Sementara jaringan listrik telah rusak, mereka kekurangan bahan bakar untuk menyalakan generator.

Tak hanya masjid, serangan Israel juga nyaris menghancurkan Gereja Saint Porphyrius yang dibuka untuk menampung pengungsi. 

"Jemaah masjid dan dan jemaat gereja saling membantu. Kami masih membutuhkan kasur, selimut, makanan, dan bensin karena kami menderita akibat pemadaman listrik. Jika tak ada listrik, artinya tak ada air," kata uskup Alexios.

Genosida: Pembersihan Etnis

Meski nyata-nyata menewaskan ratusan warga sipil, dunia masih terbelah melihat konflik di Gaza. Presiden AS Barack Obama justru mendukung Israel, menilai negara yahudi itu menurutnya punya hak mempertahankan negara dari serangan roket Hamas yang berujung pada agresi militer ke wilayah pesisir Laut Tengah itu.

"Saya sudah berkali-kali sampaikan bahwa Israel punya hak untuk mempertahankan keamanan negara," tegas Obama. "Hasil dari operasi militer, Israel telah menghancurkan infrastruktur Hamas di Gaza."

Dan, sebuah puisi ditulis seseorang bernama James Phares, yang menggambarkan kondisi di Gaza. Bahwa alasan menyerang Hamas secara membabi-buta, telah menjadi hukuman kolektif yang ditanggung semua warga Gaza, termasuk wanita dan anak-anak. 

Berikut terjemahan bebasnya:

Hamas, begitu kata Israel, bersembunyi di antara warga sipil
Mereka sembunyi di RS El-Wafa
Mereka sembunyi di RS Al-Aqsa
Mereka sembunyi di pantai, di mana anak-anak bermain sepakbola
Mereka sembunyi di halaman rumah Muhammad Hamad yang berusia 75 tahun
Mereka sembunyi di antara rumah-rumah di Shujaya
Mereka sembunyi di area pemukiman Zaytoun dan Toffah
Mereka sembunyi di Rafah dan Khan Younis
Mereka sembunyi di rumah keluarga Qassan
Mereka sembunyi di rumah penyair, Othman Hussein
Mereka sembunyi di Desa Khuzaa
Mereka sembunyi di antara ribuan rumah yang rusak atau hancur.
Mereka bersembunyi di 84 sekolah dan 23 fasilitas medis.
Mereka bersembunyi di sebuah kafe, di mana warga Gaza sedang menonton Piala Dunia.
Mereka bersembunyi di ambulans yang mencoba untuk menyelamatkan mereka yang terluka.

Mereka bersembunyi di 24 mayat, yang terkubur di bawah reruntuhan.

Mereka bersembunyi pada seorang wanita muda, memakai sandal pink, tergeletak di trotoar, yang ditembak jatuh saat mencoba melarikan diri.

Mereka bersembunyi di dua bersaudara, usia 8 dan 4 tahun, yang terbaring di unit perawatan luka bakar intensif di Al-Shifa.

Mereka bersembunyi di potongan tubuh anak kecil yang dimasukkan dalam kantung plastik dan dibawa oleh ayahnya yang hancur hatinya.

Mereka sembunyi di jasad seorang perempuan sepuh, yang tergeletak dalam genangan darah di lantai batu.

Pembersihan etnis di Gaza harus segera dihentikan...

(*DPS/lip6)

Cerita Duka Kakek Gaza Ini harus Kehilangan 8 Anggota Keluarga Dibunuh Israel


Jumat 17 Juli 2014 menjadi hari terpahit yang tak akan pernah dilupakan oleh Moussa Abu Jarad.

Betapa tidak, kakek yang saat itu baru saja terbangun dari tempat tidurnya itu harus mendapati kenyataan pahit bahwa 8 anggota keluarganya tewas tertembak peluru pasukan Israel.

Ketika itu selepas berbuka puasa, anggota keluarganya tengah berkumpul di kamar tidur menonton televisi serial populer Bab-al-Hara pada pukul 21.00 waktu setempat.

Mereka duduk dekat satu sama lain. Abdel Rahman dan istrinya, Raja bersama, juga kedua anaknya, Moussa yang berumur 6 bulan dan Haneya yang berumur 2 tahun. Ada juga Naim dan anaknya yang berumur 1 tahun, Sameeh. Serta Ahlam yang berumur 15 tahun dan Summer berusia 13 tahun.

Di tengah hangatnya kebersamaan mereka, tanpa peringatan apapun, tentara Israel yang sedang melakukan serangan darat memasuki rumah mereka. Kemudian melepaskan tembakan.

Dor, dor, dor...!! Rentetat tembakan dilepaskan.

Moussa Abu Jarad yang saat itu tengah tertidur lantas terbangun. Ia mendapati anak-anak, menantu dan cucu-cucunya telah bersimbah darah. Rumahnya pun sebagian telah runtuh akibat serangan Israel.

Tak satupun dari mereka yang selamat dalam perjalanan ke rumah sakit.

"Aku tak mengerti", kata Moussa yang pakaiannya masih bersimbah darah yang keluar dari tubuh anggota keluarganya yang sudah tak bernyawa.

"Mereka adalah orang-orang yang baik, terdidik dan dihormati. Tidak pernah melakukan kesalahan apapun dan sekarang mereka meninggal," isak Moussa.


Moussa mengatakan keluarganya tak ada kaitan apapun dengan Hamas maupun Fatah. Ia dan kerabatnya hanya memiliki sebuah bisnis produksi batu bata. 

"Kami bahkan tidak pernah menembakkan satu peluru pun," lanjutnya.

Pria berumur 66 tahun itu tak tega memberitahukan kabar buruk itu pada istrinya, Saadeya bahwa 8 anggota keluarganya tewas. Saaedeya hanya mengetahui bahwa mereka berbaring terluka di rumah sakit.


Kini kedua pasangan paro baya tersebut tidak memiliki tempat lagi untuk ditinggali, setelah rumahnya hancur hampir rata dengan tanah.

Rumahnya yang terletak di pinggiran Beit Hanoun, daerah perbatasan Israel kini hanya menyisakan puing-puing dan potongan kayu di mana-mana. Kulkas dan lemari kayu hancur, sisa-sia tempat tidur berserakan di mana-mana.

Seluruh anggota Moussa tewas di hari pertama serangan darat pasukan Israel ke Gaza. Ia tak pernah membayangkan hal ini harus terjadi kepada keluarganya.