Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo resmi mencalonkan diri sebagai Presiden. Ada yang setuju, tapi tak sedikit juga yang begitu menyesalkan keputusan tersebut.
Siapa sangka, Jokowi yang selama ini dielu-elukan sebagai calon pemimpin potensial, ternyata beberapa kali lebih mengutamakan kepentingan partai dibanding kepentingan rakyatnya, warga DKI, Saat menjadi Wali Kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi dipercaya menjadi Wali Kota Surakarta untuk periode 2005-2010 dan 2010-2015. Namun, baru dua tahun menjalani periode keduanya, ia mendapat amanat dari PDI Perjuangan untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
Jabatan Wali Kota Surakarta pun ia serahkan ke wakilnya, FX. Hadi Rudyatmo.
Di Pilkada DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra. Saingan terberat kala itu adalah calon incumbent Fauzi Bowo (Foke) yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli, diusung Partai Demokrat, PAN, Hanura, PKB, PMB, dan PKNU.
Tanpa diduga, Jokowi mampu mengalahkan Foke yang kala itu sangat diunggulkan. Jokowi-Ahok memperoleh 42 persen suara, sedangkan Foke-Nara hanya 34 persen. Keran belum mendapat suara 50 plus satu, Pilkada dilanjutkan ke putaran kedua. Hasilnya Jokowi unggul atas Foke dengan 53 persen suara.
Kemenangan Jokowi di Pilkada DKI Jakarta itu sedikit banyak membawa penyesalan bagi warga Surakarta. Pasalnya, Jokowi masih memiliki tanggungan tiga tahun masa jabatan di kota tersebut.
Selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi semakin dekat dengan Megawati. Ia pun selalu diajak oleh Mega berkunjung ke luar kota, termasuk agenda politik seperti kampanye di pilkada-pilkada daerah lain.
Elektabilitas dan popularitas Jokowi yang tinggi dinilai mampu mendongkrak suara calon kepala daerah dari PDIP. Ia pun harus bersedia untuk menuruti perintah partai saat diminta menjadi juru kampanye seperti di Pilkada Jawa Barat, Pilkada Jawa Tengah, Pilkada Jawa Timur, Pilkada Bali, dan Pilkada Sumatera Utara.
Beberapa waktu lalu, saat masyarakat Jakarta disibukan dengan banjir dan macet, Jokowi justru pergi ke Blitar bersama Mega untuk ziarah ke makam Soekarno yang juga ayah kandung Mega. Padahal, saat itu Jokowi harusnya bekerja untuk warga Ibu Kota.
Tak lama setelah ziarah ke Blitar, Jokowi mendeklarasikan diri sebagai capres. Keputusan itu juga disampaikan Megawati melalui surat mandat yang diumumkan Ketua Bidang Politik DPP PDIP Puan Maharani.
Anehnya, kesanggupan untuk melaksanakan mandat itu disampaikan Jokowi pada hari kerja, Jumat 14 Maret lalu, saat ia mengunjungi kawasan Marunda, Jakarta Utara, dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi kembali melanggar sumpah janji sebagai kepala daerah. Saat masa kampanye terbuka Pemilu 2014 dimulai, Jokowi lagi-lagi harus menyampingkan warga Jakarta.
Dia didaulat menjadi juru kampanye nasional PDIP. Artinya, dia harus berkeliling Indonesia sebagai juru kampanye agar partai moncong putih itu meraih kekuasaan. (*okez)
0 comments:
Posting Komentar