Prabowo Subianto jadi sorotan internasional. Harian International New York Times edisi Asia Kamis (27/3) menurunkan berita serta foto Prabowo di halaman utama mereka. Isi berita itu menyiratkan kekhawatiran pegiat HAM soal masa lalu Prabowo yang pernah menculik aktivis.
Wartawan International New York Times, Joe Cochrane, menulis Prabowo ikut ambil bagian dalam salah satu episode tergelap HAM di Indonesia.
"Pencalonan Prabowo mengundang kekhawatiran dari pegiat HAM dalam negeri dan internasional karena sebelumnya Komnas HAM Indonesia pernah merekomendasikan Prabowo untuk disidang terkait penculikan aktivis prodemokrasi di akhir 1990-an," demikian Cochrane, Kamis.
Artikel berjudul 'Candidate's run raises rights concercns' itu menampilkan foto Prabowo sebagai foto utama koran. Prabowo menggunakan topi pet Gerindra warna merah, menyerupai topi prajurit Kopassus. Dalam foto itu Prabowo dielu-elukan pendukungnya.
Cochrane juga menulis pencalonan Prabowo sebagai capres RI membuat posisi pemerintahan Obama yang didukung Partai Demokrat pelik. Prabowo lulusan sekolah militer AS bahkan mengagumi kedigdayaan AS.
Sejak terkait kasus pelanggaran HAM, Cocrahne menulis Prabowo ingin bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi AS untuk menjernihkan masalah yang sebenarnya. Namun keinginan itu selalu ditepis pemerintah AS.
Berita International New York Times ini membuat situasi kampanye pemilu Legislatif makin panas. Apalagi sebelumnya, Prabowo dan Gerindra terus menerus menyindir PDI Perjuangan dan capresnya- Joko Widodo.
Menurut Prabowo dan Gerindra, Jokowi ingkar janji karena sebelumnya pernah mengatakan akan memimpin Jakarta selama lima tahun. Prabowo juga menyebut PDI Perjuangan ingkar janji dalam Perjanjian Batu Tulis yang dibuat pada 2009.
AS Tak Dukung Pencapresan Prabowo
Pakar politik Indonesia dari Northwestern University Jeffrey Winters menyatakan masa lalu dan potensi menangnya calon presiden (capres) Greindra Prabowo Subianto menyiratkan sensitivitas bagi pemerintahan Barack Obama.
Sensitivitas itu muncul karena ada hubungan yang sangat erat antara militer AS dan militer Indonesia di masa pelanggaran HAM oleh militer Indonesia.
"Pemerintah AS kelihatannya tidak mendukung pencapresan Prabowo, atau bersiap-siap kalau misalnya Prabowo menang," kata Winters dalam artikel berjudul 'Candidate's run raises rights concerns' yang
diturunkan International New York Times edisi Asia, Kamis (27/3).
Winters mengatakan, posisi Indonesia sangat penting bagi AS bilamana terjadi kebekuan hubungan antarkedua negara. Ini mungkin terjadi seandainya Prabowo memenangkan Pemilihan Presiden 2014.
Winters mengatakan, Indonesia dan AS punya kerja sama ekonomi yang erat. Begitu juga kerja sama bidang keamanan. Indonesia, tambah dia, juga dikenal AS sebagai negara dengan jumlah penganut Islam terbesar di dunia.
Pegiat HAM Amerika: Prabowo Tak Pernah Diinvestigasi
Prabowo Subianto menjadi sasaran kritikan pegiat HAM Amerika Serikat (AS). Menurut mantan direktur program Human Right First, Matthew Easton, Prabowo tak pernah diinvestigasi terkait pelanggaran HAM yang dilakukan.
"Masalah utama Prabowo adalah dia tidak pernah diinvestigasi. Tidak pernah dihukum, terkait pelanggaran HAM yang pernah ia lakukan," kata Easton dalam artikel berjudul 'Candidate's run raises rights concerns' yang diturunkan International New York Times edisi Asia, Kamis (27/3).
Karena itu, Easton mendesak agar ada investigasi serius soal rantai komando Prabowo dengan pelanggaran HAM.
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto jadi sorotan internasional. Harian International New York Times edisi Asia Kamis menurunkan berita serta foto Prabowo di halaman satu mereka. Isi berita itu menyiratkan kekhawatiran pegiat HAM soal masa lalu Prabowo yang pernah menculik aktivis.
Wartawan International New York Times, Joe Cochrane, menulis Prabowo ikut ambil bagian dalam salah satu episode tergelap HAM di Indonesia.
"Pencalonan Prabowo mengundang kekhawatiran dari pegiat HAM dalam negeri dan internasional karena sebelumnya Komnas HAM Indonesia pernah merekomendasikan Prabowo untuk disidang terkait penculikan aktivis prodemokrasi di akhir 1990-an," demikian Cochrane.
sumber: New York Times / ROL
0 comments:
Posting Komentar