Bukit Sderot, Gambaran Karakter Keji Yahudi Israel


Ketika ratusan warga Gaza meregang nyawa, Penduduk Sderot -- kota di selatan Israel -- sekitar 50 orang keluar rumah membawa kursi, menaiki sebuah bukit, untuk menyaksikan pemboman Israel terhadap penduduk Jalur Gaza.

"Kami di sini untuk menyaksikan Israel menghancurkan Hamas," ujar Eli Chone, Yahudi AS berusia 22 tahun yang kini tinggal di Israel, kepada surat kabar Kristeligt Dagblad.

Bukit itu telah berubah menjadi bioskop nyata, yang menawarkan pemandangan langsung aksi pemboman pesawat Israel ke permukiman padat Gaza City. Seluruh dari 50 yang berada di bukit itu bersorak, setiap kali terdengar ledakan bom dan kilatan cahaya.

Sderot Bioscop, demikian wartawan Allan Sorensen menyebutnya. Ia pula yang kali pertama mempublikasikan gambar Sderot Bioscop di Twitter-nya (@allansorensen72).

"Lihat di sana," ujar Chone, seraya menunjuk ke sebuah titik di langit. "Pesawat itu sedikit menukik. Itu artinya mereka akan melakukan pemboman jarak pendek."

Seluruh yang berada di atas bukit terdiam sejenak. Tiba-tiba ada kilat di langit, tiang api tegak di atas Gaza, dan bukit Sderet tergoncang sedikit. Lalu seluruh dari 50 orang di bukit itu bersorak, bertepuk tangan, dan larut dalam kegembiraan.

Entah sejak kapan mereka menjadikan bukit itu sebagai bioskop. Yang juga tidak diketahui adalah apakah jumlah penontonnya terus meningkat atau menurun.


Yang pasti, Sderot Bioscop menjadi virus di media sosial setelah Allan Sorensen memposting hasil jepretannya di Twitter, Rabu (10/7). Dalam dua hari, postingan telah retweeted 7000 kali, dan mengundang banyak respon.

Salah satunya; "Moral orang-orang dalam foto itu telah miring. Mereka melihat pembunuhan sebagai pertunjuan spektakuler."

Lainnya; "Sangat tidak manusiawi, keji, dan menjijikan. Israel harusnya malu." Satu pengguna micro blogging lainnya menulis; orang-orang di dalam gambar itu sedang mengembangkan budaya pembantaian."

Kabar terakhir menyebutkan 121 warga sipil Gaza, kebanyakan anak-anak , tewas dan 750 terluka. Hampir semua situs berita internasional menayangkan gambar-gambar memilukan anak-anak Palestina yang menjadi korban.

Dunia trenyuh, marah, dan mengutuk, tapi tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak pula Amerika Serikat (AS), patron Israel, kendati Presiden Barrack Obama telah menawarkan diri sebagai penengah.

Di Bukit Sderot, orang-orang yang menyaksikan pemboman itu dengan suka cita punya penjelasan sendiri untuk tidak merasa kasihan dengan bocah-bocah Palestina yang menjadi korban.

"Jujur saja. Lihat orang-orang di kota ini. Mereka setiap hari berurusan dengan kematian," ujar Eli Chone.

Aaron Dew, warga Jerusalem, juga punya alasan sama. Ia sengaja berkendara sejauh 100 mil dari Jerusalem untuk menikmati pertunjukan perang di Bukit Sderot.

"Senang sekali berada di sini. Benar-benar menyenangkan," ujarnya.

Tamar Hermann, profesor ilmu politik Universitas Tel Aviv, punya penjelasan menarik. Menurutnya, perang dan hiburan berjalan beriringan sepanjang di sebagian besar sejarah dunia. Bahkan di Timur Tengah, ada orang yang menikmati perang.

"Menjadikan perang sebagai hiburan memang bukan sesuatu yang harus dipertahankan, tapi itu refleksi tetang visi perang yang memiliki akar sejarahnya," ujar Hermann.

Yang terlihat di Bukit Sderot, demikian Hermann, adalah gambaran karakteristik masyarakat Israel.

"Masyarakat Israel umumnya bermentalitas korban," demikian Hermann. "Mereka cenderung melihat pihak lain di dalam konflik dengan Israel sebagai penjahat seutuhnya."

Orang Israel, masih menurut Hermann, tidak memiliki perasaan belas kasihan terhadap anak-anak Palestina. Jika ada yang memiliki perasaan itu, mungkin hanya kalangan terdidik di Tel Aviv.

"Di selatan Israel, seperti di Sderot, orang-orang mungkin lebih pandai. Namun mereka tidak pernah tahu arti hidup di bawah pemboman konstan," Hermann mengakhiri.

0 comments:

Posting Komentar