Pentolan Sumut Merdeka: “Rakyat Sumut Dibodohi Pusat”


Sejumlah akademisi Universitas Sumatera Utaramenuntut pemerintah pusat untuk mengevaluasi seluruh kebijakannya di Provinsi Sumatera Utara, yang selama ini memiskinkan dan membodohi masyarakat.

Ketua Program Pascasarjana Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, USU, M. Arif Nasution, yang menggagas tuntutan ini mengatakan, jika kebijakan diskriminatif dan pembodohan ini dibiarkan terus, akan muncul pertanyaan untuk apa Sumut bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

"Ini hak masyarakat untuk mempersepsikannya karena faktanya, bertahun-tahun Sumut mengalami diskriminasi dan pembodohan oleh kebijakan pusat," kata Arif, 26 November 2013.

Provinsi Sumut, ujar Arif, memiliki sumber daya alam yang kaya, terutama di bidang perkebunan,minyak bumi, gas, dan mineral. Namun kebijakan pembagian hasil daerah dianggap tidak adil. 

Bahkan, pemerintah pusat tanpa mendengarkan masyarakat lokal membuat kebijakan sepihak yang merugikan masyarakat, seperti pengambilalihan PT Inalum, penyewaan lahan adat di Padang Lawas kepada swasta selama 100 tahun,dan proyek listrik nasional, namunhampir setiap hari listrik biarpet karena sebagian besar listrik dipakai untuk kepentingan perusahaan.

Ironisnya, kata Arif, pemerintah daerah Sumut sama sekali tidak peduli dengan ketimpangan yang sudah bertahun-tahun terjadi, dan semakin parah setelah otonomi daerah diberlakukan. "Pascareformasi, begitu masif sekali kecurangan dilakukan," kata Arif.

Pengajar di FISIP USU, Bengkel Tarigan, yang mengaku ikut menggagas ide untuk menuntut pemerintah pusat mengevaluasi kebijakannya di Sumatera Utara, menegaskan bahwa para akademisi dan mahasiswa di Sumut sudah tidak mentoleransi lagi kebijakan nasional yang diskriminatif dan membodohi masyarakat.

"Ini bukan gerakan massal untuk melakukan makar, tapi ini hadir dari kesadaran para akademisi kampus untuk mengakhiri ketidakadilan berdasarkan fakta-fakta dan riset-riset ilmiah kami selama ini," kata Bengkel dikutip Tempo.

Mereka mendesak pemerintah pusat segera melakukan tindakan konkret atas tuntutan para akademisi ini ketimbang meributkan tindakan mereka sebagai makar atau tidak. "Sebab, konsep kemerdekaan yang kami maksud adalah bebas dari diskriminasi dan ketidakadilan dari pemerintah pusat," tegasnya.


0 comments:

Posting Komentar