9/11: Misteri Laporan Rahasia yang tak Pernah Diungkap


Apa lagi yang harus diceritakan dari Peristiwa 9/11, atau serangan 'teroris' ke menara kembar World Trade Center (WTC) di New York, tiga belas tahun silam?

Jika pertanyaan ini disampaikan ke keluarga korban peristiwa itu, mereka pasti mengatakan; "Ungkap satu negara asing yang memberi dukungan kepada sebagian dari 19 pilot dalam misi pembunuhan itu.

Hanya sedikit, bahkan terlalu sedikit, yang tahu informasi ini. Mereka adalah yang terlibat dalam penyelidikan dan politisi papan atas di Gedung Putih, petinggi militer Pentagon, dan agen-agen CIA. Mereka membaca 28 dari 2.002 halaman laporan hasil penyelidikan.

Anggota Kongres mendorong keluarga korban menuntut pemerintah AS mengungkap dokumen paling rahasia ini. Keluarga korban terus menunggu, karena mereka yang tahu lebih suka membisu dan membiarkan informasi itu menjadi rahasia sejarah.

Informasi rahasia itu terkandung dalam laporan Penyelidikan Bersama Komite Intelejen Senat-Kongres, pada bagian tentang 'sumber spesifik dukungan asing'. Presiden George W Bush mengklasifikasi dokumen ini sebagai sangat rahasia dengan alasan keamanan nasional.

Bush telah menjalankan tugasnya. Kritik kini mengarah ke Presiden Barrack Obama karena dilaporkan pernah berjanji -- tentu saja kepada keluarga korban -- akan mendeklasifikasi 28 halaman paling rahasia itu. 

Namun sampai pertengahan periode kedua pemerintahannya, Obama gagal melakukannya.

Obama seolah lupa betapa publik AS, juga dunia -- karena serangan itu terlanjur menjadi perhatian internasional -- layak tahu.


Peristiwa 11 September adalah serangan terburuk ke tanah AS. Empat pesawat sipil dibajak. Dua ditabrakan ke menara kembar World Trade Center. Satu menghantam Pentagon, dan lainnya jatuh di Pennsylvania.

Tom, suami Terry Strada, tewas di menara utara WTC. Terry kini wakil ketua Kelompok Keluarga Korban 9/11 untuk "Keadilan Melawan Terorisme", yang mewakili 9.000 orang.

Terry memimpin kelompok ini sejak penyelidikan atas kasus itu dimulai. Kepada Aljazeera, Terry mengatakan; "Tiga belas tahun sejak peristiwa itu, tidak ada keadilan bagi kekejaman yang menewaskan hampir 3.000 orang."

Menurut Terry, keluarga korban akan terus menuntut mereka yang melakukan pembunuhan ini bertanggung jawab. "Suami saya dibunuh oleh teroris yang tidak mungkin beroperasi di AS tanpa bantuan dana dan dukungan negara lain," ujarnya.

Para pembajak sudah mati, tapi penyadang dana aksi teror ini belum. Keluarga korban, masih menurut Terry, ingin tahu siapa penyandang dana para pembajak. Dukungan material apa yang yang diberikan untuk pelaksanan tindakan keji ini.

"Pengungkapan siapa di balik peristiwa itu adalah keadilan yang kami inginkan," ujar Terry.

Dorongan agar pemerintah AS mengungkap 28 halaman laporan rahasia bukan baru. Tahun 2003, sebanyak 46 senator AS mencoba mendesak Washington, tapi gagal.

Upaya berikut dilakukan Walter Jones, Stephen Lynch, dan Thomas Massie. Ketiganya membaca 28 halaman rahasia itu, dan yakin keluarga korban harus tahu.

Mereka bergabung dengan keluarga korban dan mendesak Washington untuk mendeklasifikasi 28 halaman itu. 

"Saya pikir laporan 28 halaman itu menakjubkan, karena secara rinci menyebut bagaimana serangan direncanakan dan pendanaan," ujar Lynch.

Namun, masih menurut Lynch, tetap saja ada pertanyaan apakah individu penyandang dana yang disebut dalam laporan itu bertindak atas nama negara, pribadi, atau agen-agen nakal.

Berbagai Fitnah

Jika Anda anggota Kongres AS, Anda tidak akan sulit membanca 28 halaman laporan Komite Penyelidik Intelejen Kongres dan Senat. Anda tinggal meminta ijin resmi, dan seorang perwira intelejen akan mengantar ke ruang khusus tempat laporan itu disimpan.

Thomas Massie, satu dari tiga anggota Kongres yang membacanya, mengatakan laporan itu hanya boleh dibaca di ruang khusus kedap suara. Selama membaca, seorang perwira intelejen terus mengawasi, untuk memastikan tidak ada catatan yang diambil agar tidak ada rincian dari 28 halaman diungkap ke publik.

Laporan 28 halaman itu, menurut Massie, sangat mengejutkan. "Saya harus berhenti setiap beberapa halaman, berusaha menyerapnya di kepala, dan mengatur ulang pemahaman saya akan peristiwa itu," ujar Massie kepada wartawan.


Steven Aftergood -- pemantau kerahasiaan pemerintah untuk Federasi Ilmuwan AS -- mengatakan ketika informasi dianggap bisa berpengaruh negatif terhadap hubungan luar negeri AS, betapa penting merahasiakannya.

"Dalam kasus lain, orang mungkin tidak penasaran. Namun dalam kasus 9/11, kebutuhan untuk memperjelas latar belakang serangan merupakan faktor utama pentingnya pengungkapan 28 halaman laporan yang dirahasiakan," ujar Aftergood. 

"Meski demikian saya yakin cepat atau lambat segalanya akan terungkap. Mungkin lebih cepat lebih baik."

Edward Price, asisten sekretaris pers Dewan Keamanan Nasional, mengatakan Kantor Deputi Intelejen Nasional (ODNI) sedang mengamati masalah ini. Awal musim panas ini, menurut Price, Gedung Putih meminta ODNI meninjau 28 halaman itu untuk dideklasifikasi.

Bob Graham, mantan senator yang mengetuai Komite Penyelidikan Intelejen Kongres-Senat, adalah sosok yang mengawasi penulisan laporan 28 halaman itu. Aljazeera berusaha mengontaknya untuk wawancara, tapi tak ditanggapi.

Selama bertahun-tahun Graham mendorong Gedung Putih untuk melepas informasi 28 halaman itu kepada publik. Ia merilis catatannya, yang menuduh Arab Saudi berada di balik 9/11.

Nawaf al-Hazmi dan Khalid al-Mihdhar, dua dari 19 pembajak, masuk ke AS pada Januari 2000. Keduanya berteman dengan Omar al-Bayouni, yang membantunya mendapatkan apartemen di San Diego. 

Al-Bayouni, warga negara Arab Saudi, yang membayar sewa apartemen dan mendepositkan uang untuk keduanya.

Graham menuduh Al-Bayouni adalah agen pemerintah Arab Saudi, yang memberi bantuan keuangan langsung kepada kedua pembajak.

Michael Kellogg, pengacara yang berbasis di Washington DC dan disewa pemerintah Arab Saudi, mengatakan tuduhan terhadap Al-Bayouni secara hati-hati dipelajari dan ditolak oleh Komisi 9/11 tahun 2004. Penolakan tertera dalam laporan komisi.

"Al Bayouni bersekolah di London saat serangan terjadi. Tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Ia bukan intelejen, dan tidak terlibat dengan cara apa pun," kata Kellogg.

Sosok lain yang sempat menjadi tertuduh adalah Pangeran Bandar bin Sultan, duta besar Arab Saudi di Washington pada saat serangan terjadi. Pangeran Bandar juga telah secara resmi membantah tuduhan terhadap dirinya.

"Gagasan bahwa pemerintah Arab Saudi mendanai, mengorganisir, dan tahu serangan 9/11 adalah berbahaya dan palsu," ujarnya.


Menariknya, Arab Saudi yang paling keras menuntut pengungkapan 28 halaman laporan yang dirahasiakan itu. 

"Laporan Komite Penyelidik Intelejen Senat-Kongres setebal 900 halaman. Sebanyak 28 halaman kosong, dan digunakan beberapa orang untuk memfitnah Arab Saudi," kata Pangeran Bandar pada tahun 2003.

Arab Saudi, masih menurut Pangeran Bandar, memiliki sesuatu yang dirahasiakan. Namun, katanya, Arab Saudi tidak akan menanggapi halaman kosong.

Jadi, siapa negara asing yang tertera dalam laporan itu? Atau justru pemerintah AS yang berada di balik serangan teroris di negeri sendiri?

Semua itu hanya bisa dijawab dengan pengungkapan 28 halaman paling rahasia dalam laporan Komite Penyelidik Intelejen Senat-Kongres. 

Bagi Terry Strada, yang mengenang peristiwa 9/11 tanpa suami, pengungkapan ini amat penting untuk memahami latar sejarah peristiwa itu. Tidak hanya untuk dirinya, tapi seluruh keluarga korban.

"Sangat penting mengetahui kebenaran tentang siapa yang memberi dukungan kepada para pembajak," ujarnya. "Lebih penting lagi, saya ingin tahu siapa pembunuh suami saya." (*inilah)


0 comments:

Posting Komentar