Sakit Hati Digugat Anak Kandung Rp1 Miliar, Nenek Fatimah Tak Mau Akui Anaknya





Di usia senja, di mana seharusnya hidup bahagia dengan anak dan cucu-cucunya, perempuan berusia 90 tahun ini malah menghadapi kasus hukum. Adalah Hajjah Fatimah. Ironisnya, janda delapan anak itu digugat oleh putri kandungnya, Nurhana dan menantunya, Nurhakim.

Tak tanggung-tanggung, Nenek Fatimah diminta membayar gugatan materiil sebesar Rp 1 miliar. Ia juga diminta meninggalkan rumahnya di Jalan KH Hasyim Asari, RT 02/01 No. 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.

Bermula dari jual beli sepetak tanah seluas 397 meter persegi di kawasan Cipondoh, Tangerang pada tahun 1987.

Tanah itu dibeli almarhum suami nenek Fatimah, H Abdurrahman. Mendiang mengeluarkan uang Rp 10 juta, ditambah uang warisan Rp 1 juta. Tanah dibeli dari menantunya, Nurhakim. Pria yang menikah dengan putri nenek fatimah, Nurhana.

Berdasarkan keterangan anak bungsu Fatimah, Amas (37), saat itu Nurhakim tak ingin mengubah nama pada sertifikat tanah alias balik nama.

Beberapa tahun kemudian, setelah Abdurahman meninggal, Nurhakim tiba-tiba menggugat tanah karena mengaku tidak pernah dibayar oleh bapak mertuanya.

Awalnya dia meminta Fatimah dan anak-anaknya untuk membayar Rp 10 juta, lalu naik menjadi Rp 50 juta, Rp 100 juta, hingga Rp 1 miliar. Sampai akhirnya kasus ini berujung ke pengadilan.

Tanah Sudah Dibayar

Sementara, anak bungsu Fatimah, Amas (37), mengatakan almarhum ayahnya telah membayar sebesar Rp 10 juta kepada Nurhakim. Bahkan H Abdurrahman juga memberikan uang Rp 1 juta untuk Nurhana sebagai warisan.

"Pembayaran tanah itu disaksikan juga oleh kakak-kakak saya. Sertifikat tanahnya sudah dikasih oleh Nurhakim ke Bapak. Tapi masih atas nama Nurhakim," kata Amas.

Menurut dia, sertifikat tanah itu hingga kini belum dibalik nama, karena Nurhakim tidak pernah mau untuk melakukan proses itu. "Dia nggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertifikat, kan aneh," jelas dia.

Namun belakangan Nurhakim menggugat tanah itu dengan mengaku tidak pernah dibayar oleh Abdurrahman. Awalnya, kata Amas, Nurhakim meminta Fatimah dan anak-anaknya membayar Rp 10 juta, lalu naik menjadi Rp 50 juta, Rp 100 juta, hingga Rp 1 miliar.

"Keluarga sudah melakukan mediasi, tapi dia tetap meminta keluarga untuk membayar tanah itu. Ya tidak mungkin bisa, jumlahnya mahal sekali," tukas dia.

Hingga akhirnya Nurhakim memasukkan gugatan ini ke PN Tangerang pada 2013 silam dengan tudingan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin.

"Laporannya masuk ke pengadilan perdata, dengan gugatan ganti rugi Rp 1 miliar. Selain ibu, tiga kakak saya juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah dan Marsamah. jika tidak bisa membayar, ibu akan diusir dari tanah itu. Kita seperti diperas, padahal ibu dan kakak saya sudah tinggal di sana dari tahun 1988," jelas Amas.

Sakit Hati

Gugatan Rp 1 miliar yang diajukan oleh anak kandung dan menantu membuat nenek Fatimah sakit hati. Karena gugatan itu, nenek berusia 90 tahun itu tak lagi mengakui Nurhana sebagai anak kandungnya. Suami Nurhana, Nurhakim, juga sudah tak dianggap lagi sebagai menantu.

"Sakit banget hati saya, hancur banget. Saya sudah dikata-katain susah. Sekarang dia tega menggugat saya Rp 1 miliar, gara-gara tanah. Udah lah, saya udah enggak nganggep dia anak," ujar Fatimah sebagaimana dikutip Dream dari Merdeka, Rabu 24 September 2014.

Fatimah juga kecewa dengan sikap anak keempatnya itu. Sebab, setiap kali datang ke rumahnya, Nurhana selalu meributkan masalah tanah setiap datang ke rumahnya.

"Tiap datang ribut tanah, tiap datang ribut tanah, saya sudah usir dia, supaya jangan balik-balik lagi," ujar Fatimah.

dream.co.id

Saat sidang di Pengadilan Negeri Tangerang Selasa kemarin, Nurhana enggan menjawab. Dia langsung pergi meninggalkan ruang sidang bersama anak-anaknya.

"Enggak, enggak usah wawancara, saya enggak mau," ujar Nurhana dengan nada kesal.

Kasus ini bermula dari jual beli tanah seluas 397 meter persegi di Jalan KH Hasyim Asari, RT 02/01 No. 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Tanah itu mulanya milik Nurhakim, namun pada 1987 dibeli oleh Abdurrahman, suami Fatimah yang tak lain adalah bapak Nurhana sekaligus mertua Nurhakim.

0 comments:

Posting Komentar