Jika pun Israel Gunakan Bom Nuklir, AS Pasti Setuju



Profesor Ilmu Politik Universitas California, Dr As'ad Abu Khalil, tidak sedang bergurau ketika saat mengatakan; "Seandainya saat ini Tel Aviv mewacanakan penggunaan bom nuklir untuk menenggelamkan Jalur Gaza, AS pasti setuju."

Ia mengikuti semua pemberitaan konflik Jalur Gaza saat ini, dan bertahun-tahun mempelajari pola propaganda Israel. Ia memahami mengapa publik AS cenderung mendukung Israel, dengan perbandingan 5:1, dan Eropa lebih suka mendukung Palestina.

Lobi Yahudi di AS, menurutnya, secara konsisten menentang dan menyabot pembentukan Middle East Center di kampus-kampus. Ketika lembaga itu harus berdiri, Israel memaksa kampus menyeimbangkan pengajaran antara Yahudi dan Arab.

Tidak boleh ada program pengajaran konfil Arab-Israel. Pengajaran tentang dunia Arab harus seimbang dengan pengajaran eksitensi Israel.

Di sisi lain, propaganda yang dijalankan Israel tidak pernah memiliki hubungan dengan realitas, tapi atas tuntutan politik Washington.

Propaganda zionis sangat fleksibel. Antara 1940-1950, misalnya, Israel dengan baik menggunakan kebencian terhadap Nazi untuk melawan gerakan nasionalis Palestina. Caranya, dengan memberi label 'cabang Nazi' kepada gerakan itu.

Propaganda dilengkapi gambar Mufti Besar Palestina Amin al-Husayni berdampingan dengan Adolf Hitler. Yang terjadi adalah Palestina tersudut. Publik Arab setengah hati mendukungnya.

Di era Perang Dingin, Israel -- tentu saja bersama Amerika Serikat -- menempelkan stigma komunis kepada Palestina. Pemimpin Palestina tidak bisa mengelak, karena mereka mendapatkan senjata dari Uni Soviet.

Usai perang dingin, Israel mencari stigma baru untuk ditempelkan ke ke Palestina. AS menyediakannya, yaitu teroris. Lobi zionis di AS berperan penting mengangkat isu bahwa semua negara Islam adalah teroris.

Israel, menurut AbduKhalil, nyaris tidak menggunakan bahasanya sendiri, atau mencari kesamaan kata dari Arab, sebelum membuat stigma. Mereka ingin menjadikan konflik di Timur Tengah bukan antara Israel dan Arab, tapi antara Arab dengan Barat.

Israel selalu berupaya menempatkan Arab, yang oleh orang Yahudi disebut Orant Utan, sebagai musuh AS dan Eropa. Tujuannya, agar setiap publik Paman Sam dan Eropa membenarkan setiap tindakannya membunuh anak-anak Palestina.

Mereka yang mempelajari sejarah perjuangan Palestina pasti tahu bagaimana Israel menggunakan label teroris untuk memobilisasi negara Barat dan AS mengutuk PLO. Kini, Israel menggunakan cara yang sama menghadapi Hamas.

Publik AS tersugesti, dan nyaris tidak berbuat apa-apa ketika Pentagon membuka gudang senjatanya untuk Israel. Washington hanya sekali mengutuk Israel selama 24 hari pembantaian, yaitu saat bom Israel menghancurkan sekolah PBB.

Jika ada tindakan genosida yang dibenarkan AS mungkin hanya saat ini. Genosida itu dimulai dengan pernyataan Dubes Israel di Washington, bahwa Gaza adalah Hamas, dan Hamas adalah Gaza. Masyarakat sipil Gaza adalah warga sipil Hamas.

Maka, pembunuhan terhadap anak-anak dan wanita di Gaza tidak lagi dilihat sebagai kejahatan perang, tapi penghancuran teroris, dan sah. Inilah yang membuat publik AS dan media AS mendukung.

Semua ini telah berlangsung lama. Bahkan Golda Meier, saat menjadi perdana menteri Israel, mengatakan; "Kita membenci Arab dan Iran agar kita bisa menjatuhkan bom atom di atas kepala mereka. Jika itu kita lakukan, AS akan memuji kita dengan retorika manusiawi-nya.

Meier tidak sempat melakukannya. Yitzak Rabin, pahlawan perdamaian dalam terminologi AS, pernah mengekspresikan niatnya menenggelamkan Gaza ke laut bersama penduduknya.

Ia juga tidak sempat melakukannya, karena tahu Israel butuh Gaza dan Hamas agar orag Yahudi selalu memiliki musuh bersama untuk selalu dibantai. Padahal, pemimpin Israel tahu betapa setiap pembantaian di Gaza hanya akan melahirkan generasi perlawanan baru. (inl)

0 comments:

Posting Komentar