Inilah Tikar Bidai yang dikabarkan Diklaim Malaysia

Basiran, satu di antara pengrajin tikar bidai di Bengkayang, menunjukan kerajinan bidai berupa sajadah dan hiasan dinding.

Belakangan tersiar kabar soal klaim-mengklaim tikar Bidai buatan tangan warga Dusung Sinargalih, Desa/Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Menurut para pedagang, para pembeli dari Malaysia memborong tikar tersebut dan mengganti mereknya menjadi Bidai Serawak. Dijual di Malaysia, harganya dinaikkan hingga lima kali lipat.

Jika harga jual awalnya 220 Ringgit Malaysia (RM), setelah sampai di Negeri Jiran naik menjadi 1.000 RM.

"Kalau sudah masuk Malaysia mereka mengklaim menjadi Bidai Serawak dengan terlebih dahulu mereka poles dan mereka kemas," kata Basiran (45), salah seorang pengrajin Tikar Bidai.

Padahal, tikar dari rotan tersebut telah puluhan tahun dijual di pasar itu. Tikar diperoleh langsung dari pengrajin suku Dayak di pedalaman pulau Kalimantan.

Sejumlah pedagang tikar bidai di Pasar Inpres Kebun Sayur Balikpapan, Kalimantan timur pun ikut geram saat tahu hasil kerajinan tangan mereka diklaim.

Pasalnya tikar tersebut adalah salah satu warisan kerajinan budaya asli Kalimantan. Peminatnya bukan hanya wisatawan lokal, tapi juga mancanegara, termasuk para turis asal Malaysia.

Tikar yang berasal dari kayu Kapuak ini bisa dianyam untuk beberapa jenis kerajinan seperti tikar, taplak meja, sajadah, dan hiasan dinding. Harga tikar polos seukuran sajadah hanya dibanderol Rp50 ribu, sedangkan ukuran jumbo bisa seharga Rp1 juta.

Harga Tikar Tergantung Ringgit

Namun, para penjual tikar Bidai mengaku harga jual tikar Bidai sangat tergantung mata uang Ringgit Malaysia. Jika sedang turun maka harga tikar turun, begitu juga sebaliknya.

"Ringgit sekarang tinggi, harga Bidai menjadi naik," kata Helmi Bin Muhammad (43), Pontianak, Jumat (27/12/2013).

Dikatakannya, penjualan tikar Bidai yang tergantung dengan mata uang Malaysia tersebut, menurutnya, karena tikar asli buatan perajin tikar asal Jagoi Babang tersebut, lebih banyak dijual ke negeri jiran itu.

"Adik saya bisa menjual sampai hampir 200 lembar tikar Bidai per bulan. Pembelinya banyak di Malaysia. Kalau saya saja di sini, 10 lembar di suplai dari Adik saya, sampai sekarang belum terjual-jual," tuturnya.

Helmi menuturkan, saudaranya rutin menjual tikar Bidai di Serikin (Malaysia) setiap Sabtu Minggu.

Helmi memeparkan, penyebabnya minimnya pembeli lokal di sini Kalimantan Barat sendiri, karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat.

Pemerintah Malaysia justru lebih gencar membeli tikar Bidai dari Jagoi Babang, sehingga membuat pedagang orang Malaysia Sendiri lebih bergairah memasarkan Bidai.

"Kalau saya, paling-paling pembelinya orang Jakarta, Bandung, dari Pulau Jawa. Tamu-tamu yang dibawa ke sini. Pembeli orang Pontianak sendiri sepi. Tidak ramai seperti di orang Malaysia. Bahkan mereka menjual sampai ke Kuala Lumpur," ujarnya. (*tribun/pontianak)

0 comments:

Posting Komentar