Penghilangan Kolom Agama, Upaya Pengkafiran Kaum Liberal dan Sekular


Pro-Kontra rencana penghilangan kolom agama di KTP terus menggelinding. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai, penghilangan kolom agama di e-KTP menjadi bagian dari sekularisme. 

Padahal, Indonesia berazas ketuhanan yang maha esa. Kalau agama tidak diakui melalui e-KTP, sama saja ada upaya 'pengkafiran' terhadap semua ajaran tersebut.

Ketua Majelis Syariah DPP PPP, Noer Mohammad Iskandar berkata, persoalan kolom agama di e-KTP, menjadi isu krusial yang harus segera diselesaikan. Namun, tidak perlu tergesa-gesa hingga mengambil jalan pintas untuk menghilangkan kolom tersebut dari elemen identitas kependudukan.

Noer mengatakan, undang-undang menetapkan agama menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Menurutnya harus ada upaya merangkul para pengkhayat kepercayaan agar tidak terkesan adanya diskriminasi.

"Harus ada jalan tengahnya. Bagaimana agar mereka merujuk ke satu agama atau dicantumkan dalam e-KTP identitas kepercayaannya. Asal jangan dihilangkan," kata Noer.

Pro

Mendagri Gamawan Fauzi meminta agar isu pengosongan kolom agama tidak dimasalahkan. Mereka yang mengkhawatirkan timbulnya dampak sosial hingga mendesak menghilangkan kolom tersebut diminta membaca kembali undang-undang.

Menurut dia, kepercayaan bukan agama sehingga tidak bisa difasilitasi untuk tercatat dalam KTP elektronik. Sedangkan, masyarakat yang sudah jelas memeluk suatu ajaran agama tetap tertulis sebagaimana umumnya dan tidak boleh dikosongkan.

"Banyak orang yang berkomentar tapi tidak membaca undang-undang," kata Gamawan, Selasa (17/12).

Kemendagri menilai pengosongan kolom agama merupakan sebagai upaya menghormati keberadaan penganut kepercayaan. Bila di KTP elektronik kolom tersebut dikosongkan, bukan berarti warga tersebut tidak bertuhan.

Staf ahli kemendagri, Reydonnyzar Moenek mengatakan, kalau dikosongkan berarti mereka adalah penganut aliran keyakinan tertentu. Namun, kepercayaan tetap tidak bisa diakui sebagai agama yang tercantum dalam eKTP.

"Justru itu bentuk pengakuan agama pada mereka, dan kami menjamin tidak boleh ada perbedaan dalam memberikan pelayanan publik," kata Donny pada Republika, Selasa (17/12).

Dia menambahkan, sudah ada perdebatan yang panjang sejak era 70-an mengenai pengakuan negara terhadap para pengkayat. Namun secara konstitusi dan undang-undang, sejumlah ajaran yang dianggap sebagai agama hanya enam tersebut.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mendukung pengosongan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebab, kartu identitas diri serupa di seluruh negara juga tidak mencantumkan agama di dalamnya.

"Seluruh dunia begitu, di Malaysia juga tidak ada KTP-nya yang menuliskan agama. Cuma di undang-undang kita pakai agama," kata Basuki di Balaikota, seperti dilansir situs beritajakarta.

Ia mengatakan, kolom agama di dalam KTP tidak terlalu penting. Dasar kepentingan pencantuman agama di KTP untuk mengetahui orang yang meninggal akan dimakamkan sesuai agamanya masing-masing menurutnya sekadar alasan klasik.

"Kalau ada argumen kayak gitu saya ketawa saja. Banyak polisi nemu mayat tanpa identitas, makaminnya bagaimana? Kalau ini diperdebatkan bisa panjang," ujar mantan Bupati Belitung Timur itu.

Menurut Basuki, penulisan status agama di dalam KTP tidak akan mempengaruhi kualitas dari sumber daya manusia suatu negara.

 ''Pertanyaan saya sederhana saja, Malaysia apa negaranya kurang beragama dibandingin kita? Malaysia itu nggak ada Kementerian Agama, nggak ada agama di KTP-nya, nyatanya lebih maju dibandingin kita," tuturnya.

Kontra

Ketua Majelis Syariah DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Noer Mohammad Iskandar menyesalkan komentar Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menganggap kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak penting.

"Saya menyesalkan ucapan tersebut bisa terlontar dari seorang pejabat, karena Undang-Undang kita telah menetapkan bahwa agama bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara ini," kata Noer dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12).

Noer Muhammad, mengimbau Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), agar menyelesaikan dulu urusan di ibu kota sebelum mengomentari persoalan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk.

"Ahok sebaiknya selesaikan dulu lah urusan Jakarta itu, sebelum komentar soal kolom agama," KH Noer Muhammad Iskandar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Noer bahkan mempertanyakan kualitas seseorang sebagai pejabat pemerintahan apabila ia mempermasalahkan keberadaan kolom agama di dalam KTP.

"Itu kan sesuai amanat UU, maka alangkah bodohnya kalau ada pejabat yang tidak mau kolom agama dicantumkan dalam KTP," kata Noer yang juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta tersebut.

Karena itu, ia meminta kepada seluruh pejabat pemerintah agar berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Selain itu, Noer juga mengimbau umat Islam di Indonesia agar berwaspada terhadap upaya-upaya yang terindikasi bertujuan mengubah negara menjadi lebih liberal.

"Umat islam juga harus menyadari betul ada upaya dari luar yang ingin menginginkan negara Indonesia menjadi liberal dan terlepas dari prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa," ujar Noer.

Noer meminta Ahok untuk melihat kembali kedudukannya sebagai seorang pejabat pemerintah sebelum melontarkan pernyataan yang akan menuai pro kontra di tengah masyarakat, termasuk berkaitan dengan keberadaan kolom agama di dalam KTP.

0 comments:

Posting Komentar