ISIS ‘Tebar Pesona’ di Lebanon


Sheikh Nabil Rahim tersentak mendengar kemarahan pemuda di kawasan miskin Tripoli, kota terbesar kedua Lebanon sekaligus pusat komunitas Muslim Sunni di Lebanon.

"Mereka bilang, kami menghendaki ISIS datang kemari. Namun, mereka sebenarnya belum pernah berbicara langsung dengan anggota ISIS," papar Rahim, ulama Salafi di Tripoli yang sempat dipenjara atas dakwaan terorisme.

Dukungan terhadap ISIS sangat kentara di Bab-el-Tabbaneh, salah satu kawasan Tripoli. Di tempat ini pada malam-malam, meretas serangan berupa lemparan granat atau tembakan senjata api yang menyasar pos-pos pemeriksaan militer.

Mural bergambar bendera hitam dan putih khas ISIS terpampang di sisi-sisi bangunan pada tepian jalan-jalan utama.

Mengingat lokasi Lebanon yang terpisahkan dari wilayah ISIS oleh daerah rezim Suriah, ISIS tampaknya tak akan mampu mengambil alih Tripoli dalam waktu dekat.

Tetap saja, Tripoli dihadang ancaman dari dalam kawasannya sendiri.

Di antara komunitas Sunni Lebanon —sebanyak 27% dari total populasi, menurut Badan Intelijen AS (CIA)— ISIS menemukan lahan subur. Akarnya adalah kebencian dan keterasingan yang sama dengan yang akhirnya melebar di Suriah dan Irak.

"Terdapat ketidakadilan, marginalisasi di sini," papar Mouin Merheby, anggota Parlemen Lebanon dan pejuang komunitas Sunni di Tripoli dan utara Lebanon.

Konflik Sunni-Syiah Lebanon

Perang saudara selama 15 tahun di Lebanon berakhir pada 1990. Perang diakhiri lewat kesepakatan yang semestinya dapat memberdayakan kelompok Sunni. 

Salah satu caranya lewat penguatan posisi perdana menteri (PM), yang harus berasal dari kelompok Sunni. Cara itu mengorbankan jabatan presiden, yang selalu dipegang sosok Kristen.

Keadaan mulai berubah setelah pembunuhan terhadap mantan PM Rafik Hariri pada 2005. Sejumlah pendukungnya menuding rezim Suriah dan Hizbullah, yang sama-sama beraliran Syiah. 

Kelompok Sunni kehilangan pemimpin karismatik yang moderat.

Sejak saat itu, kelompok Sunni Lebanon hidup dalam kecemasan. Hizbullah, yang mengelola milisi bersenjata, mulai mendominasi Lebanon. Peralihan ini kian tampak sesudah Hizbullah merebut kawasan kunci Sunni di Beirut pada 2008.

Milisi Syiah, Hizbollah Lebanon

Di kawasan yang sebentar-sebentar dilanda konflik sektarian, ketidakadilan semacam ini semakin berkobar sejak Hizbullah secara langsung campur tangan dalam perang sipil Suriah. 

Mereka membantu rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad yang Syiah melawan pemberontak Sunni.

"Ada masalah besar. Situasi ini tidak seimbang," papar Nohad Machnouk, menteri dalam negeri pemerintahan koalisi Lebanon. Ia merupakan salah satu politikus Sunni terkemuka. 

"Sunni merasa Hizbullah di Suriah tengah melawan mereka. Kaum Sunni selalu merasa dibatasi ketika melakukan ini-itu. Sementara partai lain seperti Hizbullah, di lain sisi, bisa melakukan semuanya."

Mereka yang frustrasi lantas beralih ke ISIS. Namun, "hingga kini jumlahnya sedikit sekali," papar Machnouk dalam suatu wawancara. 

"Saya tegaskan: sampai sekarang. Semua bergantung pada perkembangan kondisi di Irak dan Suriah… Kami adalah bagian dari kawasan ini. Kami sekarang terlibat dalam perang Suriah sekaligus perang Irak." (*wsj)

0 comments:

Posting Komentar